Chapter 37

13.9K 1K 30
                                    

©Claeria


Hanan berdiri di depan kulkas dengan tangan terlipat di dada. Keningnya berkerut dalam, sementara matanya memindai satu per satu bahan makanan yang ada di dalam kulkas. Di luar sana, langit masih gelap. Wajar saja, ini masih jam lima pagi. Meski begitu, Hanan sudah sibuk memutar otaknya, memikirkan menu sarapan untuk disiapkan.

Mata Hanan melirik ke arah kamar tamu. Pintunya masih tertutup dan lampunya juga belum menyala. Sepertinya Lyla masih tertidur pulas. Syukurlah, itu berarti Hanan masih punya waktu untuk memasak sarapan.

Selama beberapa hari terakhir, ketika Lyla menginap di apartemen Jocelyn, Hanan hanya menyantap roti tawar atau sereal di pagi hari, seperti yang biasa ia lakukan ketika belum menikah. Namun, hari ini ia tidak mungkin menyajikan makanan itu untuk Lyla. Kondisi Lyla belum sepenuhnya pulih, ia perlu makanan yang menggugah selera.

Menyadari kemampuan memasaknya yang terbatas, pilihan Hanan akhirnya jatuh pada roti panggang, telur mata sapi, dan sosis. Hanan tidak lupa mencuci bersih tomat ceri dan selada sebelum menyajikannya dengan saus salad.

Tepat ketika ia tengah menata masakannya di atas meja makan, pintu kamar tamu terbuka. Lyla keluar dari sana sambil mengucek matanya yang masih setengah terpejam. Kening wanita itu berkerut melihat pemandangan tidak biasa di meja makan.

"Hey, good morning, La," sapa Hanan sebelum lanjut menuang air ke dalam dua gelas di atas meja.

"Morning," balas Lyla dengan suara serak. Setelah mengerjapkan mata beberapa kali untuk menghilangkan kantuk, perempuan itu menatap Hanan dengan alis terangkat. "Kamu... ngapain pagi-pagi begini?"

"Bikin sarapan," Hanan terkekeh. Dia menarik salah satu kursi dan menepuknya. "Sini duduk, kita sarapan bareng sebelum aku siap-siap berangkat kerja."

Lyla sempat terlihat ragu, tapi dia lalu berjalan mendekat. Mulutnya terbuka tanpa sadar ketika melihat sarapan yang sudah tersaji rapi di atas meja. Seumur-umur mengenal Hanan, baru kali ini dia melihat pria itu bangun pagi dan memasak. Biasanya, Hanan tidak pernah bangun lebih awal daripada Lyla. Ia gemar berlama-lama di kasur sambil memeluk bantal guling.

"Bekal kamu mana?" tanya Lyla ketika tidak melihat kotak makan yang biasanya selalu ia siapkan untuk sang suami.

"Gampang, aku bisa delivery makanan aja nanti," jawab Hanan santai.

Lyla mengangguk kecil. Dia terdiam sejenak sebelum bergumam, "Maaf karena aku nggak masak."

Hanan menggeleng, senyum tipis terpampang di wajahnya. "Nggak apa-apa. Kamu istirahat aja, La. Urusan makanan gampang, aku juga bisa masak."

Setelah Hanan selesai menyajikan makanan, keduanya duduk di kursi yang berhadapan dan mulai menyantap sarapan.

Tidak seperti sarapan-sarapan sebelumnya yang selalu diwarnai obrolan ringan mengenai rencana mereka hari itu, sarapan Hanan dan Lyla kali ini begitu hening. Tidak ada kata-kata yang keluar dari bibir keduanya. Sesekali, salah satu dari mereka mencuri pandang kepada yang lain. Bibir sudah terbuka, tetapi urung melontarkan kalimat.

Baik Hanan maupun Lyla tidak tahu harus berbuat apa. Ini pertama kalinya mereka duduk berhadapan tanpa punya sesuatu untuk dibicarakan. Sesungguhnya, ketimbang kehabisan bahan pembicaraan, Hanan merasa takut. Ia tidak tahu perasaan Lyla terhadapnya. Sungguh, ia ingin sekali mengajak gadis itu bicara, menanyakan rencananya hari ini, meminta pendapatnya tentang roti panggang buatannya yang sedikit hangus, atau memintanya bercerita tentang mimpinya tadi malam. Namun, Hanan takut Lyla akan memasang wajah dingin dan enggan menanggapinya.

It's a Trap! [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang