Ava membuka hoodie nya dengan kasar, lalu melemparnya ke sembarang arah. Hoodie berwarna cokelat itu adalah hoodie kesayangan Ava. Sehingga dulu, Ava bisa memakai hoodie itu hampir setiap hari. Terkecuali hoodie nya di cuci oleh sang ibu. Mau tidak mau, ia harus menggunakan hoodie yang lain.
Tangan Ava menggenggam kuat. Setelahnya, ia memukul bahu kirinya. Dan..., "Argh!" Ava berteriak dan menahan sakit yang ia rasa saat ini.
"Ava?" suara wanita yang begitu lembut itu terdengar tidak asing di telinga Ava.
Dengan hati yang bergetar, Alma memasuki kamar adiknya dan melihat Ava duduk di pinggir ranjang dengan wajah penuh kehampaan, mencoba menahan tangis yang ingin pecah. Pandangannya kemudian teralihkan ke hoodie cokelat yang tergeletak di lantai dengan sembarangan, sudah pasti Alma berpikir kalau Ava kesusahan untuk memakai hoodie nya.
Alma melangkah sedikit untuk mengambil hoodie kesayangan sang adik. Lalu melipatnya hingga kembali rapi, dan di simpan kembali ke tempatnya. Alma juga mengambil jaket baru yang ada di lemari baju Ava.
"Kan punya jaket kesayangan juga. Bisa pakai ini 'kan?" Alma tersenyum manis pada sang adik.
"Ava tuh cuma nyusahin hidup bunda sama kakak!" suara Ava bergetar, perasaannya campur aduk saat ini.
"Makin nyusahin kalau lo gak mau pakai jaket." balas Alma. Terdengar seperti menyentil hati Ava. Padahal, ia hanya ingin adiknya itu nurut dan tidak kekeuh dengan keinginannya untuk memakai hoodie.
Ava sedikit melongo mendengar jawaban sang kakak. "Beneran nyusahin ya, kak?"
"Gak tau." jawab Alma singkat, namun dirinya tetap sibuk memakaikan jaket pada tubuh Ava.
"Oh iya, kak, kalau lukisan itu dijual gimana?" tanya Ava saat Alma sudah selesai memakaikan jaket.
Alma memasang wajah masemnya pada sang adik. Bagaimana ia tidak kesal, sementara Ava menunjuk beberapa lukisan yang ada di pojok kamarnya.
"Lukisan lo banyak, yang mana yang mau dijual?!"
Ava tertawa. Saat ini ia berhasil menjahili kakaknya di pagi hari.
"Gak ada, kak. Capek-capek lukis, masa mau gue jual."
"Kalau lo bukan adek gue udah gue gigit kepala lo, Va!" emosi Alma semakin memuncak.
Ava bergedik, "Pantes cowok gak ada yang mau sama lo."
"Halah, udah, gak ada urusannya! Cepetan ke bawah, Kanaka udah nungguin lo di depan."
"Kanaka?"
Ava, yang sebelumnya tersenyum cerah, tiba-tiba merasa kebingungan mendalam, dan ekspresi wajahnya berubah menjadi cermat seperti seseorang yang sedang mencoba memecahkan teka-teki yang rumit.
Alma menepuk pundak Ava pelan, dan mengusak rambut Ava. "Udah ke bawah aja."
Ava mengambil tas hitamnya dari meja belajar sambil membenarkan rambutnya yang sempat dirusak sedikit oleh sang kakak.