WAJIB VOTE SEBELUM BACA
Di bawah langit senja yang berwarna oranye lembayung, lelaki dengan hidung bangir dan rahangnya yang tegas itu memacu mobilnya melewati jalanan yang sepi. Cahaya matahari yang mulai redup menciptakan bayangan panjang dari pepohonan yang berjajar di pinggir jalan.
Air matanya dibiarkan mengalir membasahi pipinya setelah ia tahan selama ribut dengan sang ayah beberapa menit lalu.
Setelah beberapa menit berkendara, lelaki itu merasakan dorongan kuat dalam dadanya. Ada sesuatu yang harus dia sampaikan, sesuatu yang tak bisa menunggu lebih lama. Ia melirik cermin tengah, memastikan bahwa jalanan di belakangnya tetap kosong, lalu perlahan menginjak pedal rem dan menepikan mobilnya ke sisi jalan. Di bawah naungan pohon yang rindang, ia menghentikan kendaraan.
Ia mengambil ponselnya yang berada di bangku sebelah kirinya. Kemudian mencari nama kontak seseorang yang akan ia hubungi.
"Hai?"
"Bisa ketemu? Gue jemput lo di taman deket rumah lo."
Tak lama kemudian, ia menutup sambungan telepon itu. Memperhatikan kaca spion kanan dengan hati-hati, kemudian ia menginjak pedalnya untuk melanjutkan perjalanannya.
Lelaki itu terus menyetir dengan penuh konsentrasi, tangannya kokoh memegang kemudi, mata tajamnya fokus pada jalan yang membentang di depannya. Hembusan angin yang lembut masuk melalui jendela yang sedikit terbuka, membawa serta aroma musim semi yang segar.
Tak lama kemudian, ia melihat taman yang menjadi tujuan akhirnya. Ia memperlambat laju mobilnya, memutar setir dengan lembut, dan memarkirkan kendaraannya di pinggir jalan. Di bawah naungan pepohonan yang rindang, taman itu tampak seperti oase ketenangan di tengah kota yang sibuk. Ia keluar dari mobil, melangkah menuju bangku kayu yang telah tersedia disana.
Di sana, di bangku yang terletak di bawah pohon tua yang teduh, seseorang sudah duduk menunggunya. Senyum lembut menghiasi wajah orang itu, seakan menghapus segala lelah dan keraguan yang sempat menghampiri.
"Arkhava!" panggil lelaki itu sambil mendekati Ava, tangan kanannya, memasukkan kunci mobilnya ke dalam saku celananya.
Jantung Ava berdetak tidak karuan. Lelaki yang ada dihadapannya saat ini, ia bisa melihat wajahnya dengan jelas. Sore menjelang magrib ini diberi kejutan tidak terkira untuknya.
"Lo habis nangis? Lo kenapa?" tanya Ava yang terlihat khawatir pada orang yang ada didepannya.
"Gue- gak apa-apa. Kita kenalan lagi? Waktu itu kenalannya gak bagus, tiba-tiba banget cewek gue bertengkar sama cewek lo." Lelaki itu mengalihkan pembicaraan Ava dengan mengajaknya berkenalan ulang.
Ava melongo, "Cewek gue?"
"Itu, yang pendek, lucu." Jelasnya dengan sedikit rinci.
"Eiy? Itu bukan cewek gue."