WAJIB VOTE SEBELUM BACA
Dalam keheningan malam yang hanya diterangi oleh rembulan, seorang lelaki berpakaian serba hitam duduk tegap di atas motornya yang gagah. Dengan gerakan yang penuh percaya diri, ia memainkan gas motornya, mengeluarkan suara gemuruh yang memecah kesunyian.
Lampu jalan memantulkan siluetnya yang misterius, sementara angin malam berbisik, membawa aroma petualangan. Ia seperti penguasa malam yang siap membelah kegelapan, mengejar adrenalin yang hanya bisa ditemukan dalam kecepatan dan kebebasan. Motor besarnya, dengan kilauan krom yang berpendar di bawah sinar bulan, adalah singgasana besi yang siap membawanya menaklukkan jalan raya, seolah-olah setiap putaran roda adalah tarian maut yang elegan dan penuh gairah.
"Siap untuk menang?" tanya gadis yang dari tadi menemani lelaki itu.
"Jelas," balasnya sombong.
"Kemenangan di depan, tinggal pilih aja, mau neraka atau surga."
Lelaki itu mengernyit, meski wajahnya ditutupi oleh masker serta helm besarnya, ekspresinya masih bisa terbaca oleh orang-orang sekitarnya.
"Maksud kamu?"
Gadis itu terkekeh, "Ibaratnya kalau menang itu surga, kalau kalah ya neraka."
Setelah menjawab, gadis dengan rambut sedikit curly itu meninggalkan lelaki yang baru saja melepas helmnya.
"Naomi!" panggilnya. Membuat si gadis rambut curly itu menghentikan langkahnya, dan menoleh ke arahnya.
"Good luck, Nata."
"Aku— gak jadi ikut balap." Ungkapnya dengan keraguan.
Bahu Naomi merosot, "Yahh, kan sayang kalau gak ikutan."
Lelaki bernama Nata menampakkan senyumannya dari indra penglihatannya yang berwarna cokelat pekat.
"Next time, ya, sayang?" bujuknya.
"Kenapa gak sekarang, sih?!"
"Ayah tadi—"
"Oh, lebih penting ayah kamu?"
"Nom, orang tuaku, loh. Ayahku. Orang tuaku satu-satunya. Lagian balap itu bisa lain waktu." Nata mencoba menenangkan gadisnya itu.
Naomi, gadis yang terkenal dengan sifatnya yang keras kepala itu kadang membuat Nata kesusahan untuk mengontrol emosinya. Karena jika keduanya dalam keadaan emosi, maka masalah tidak akan pernah terselesakan.
"Iya, tapi aku kecewa karena malem ini kamu gak jadi balap. Bisa, gak, pentingin dulu keinginan aku? Urusan ayah kamu bisa besok-besok." Kekeuhnya. Membuat Nata semakin pusing menghadapi gadisnya.
"Gak bisa, sayang. Ayah bisa marah sama aku."
"Kalau aku yang marah gimana? Marahku lebih serem daripada marah ayah kamu."