losing us.

794 130 9
                                    

Tujuh hari setelah Jorgi keluar dari rumah sakit, keduanya juga ikut menjadi menjaga jarak. Meyra dengan dunianya dan Jorgi yang langsung melanjutkan seluruh kegiatannya yang sempat ia tinggal karena sakit secara tiba-tiba. Jorgi bahkan sudah lupa ucapan ngelanturnya minggu lalu ketika ia meminta Meyra untuk kembali padanya, bahkan ia juga mungkin lupa kalau ketika di rumah sakit ia meminta Meyra untuk menyuapinya makan. Ia juga sempat merajuk tidak mau makan jika bukan Meyra yang menyuapinya, tapi hal itu langsung sirna begitu saja, sekeluarnya dari rumah sakit keduanya menjadi asing kembali. 

Kala menepuk bahu kanan Jorgi, membuat lelaki yang sedang mengedit pamflet untuk acara jurusannya itu langsung melepaskan headset dan menoleh pada arah tepukan tersebut, "Hah? Apaan? Bikin kaget aja lu, lupa apa gimana sih kalau ruangan ini banyak mbak-mbak genitnya," kata Jorgi sambil menarik kursi di sebelahnya dan memberikannya pada Kala.

Kala terkekeh, "Badan lo segede ini takut sama mbak-mbak genit penjaga gedung itu? Cupu banget? Pantes nggak balikan," sindirnya dan langsung mendapat tendangan kecil pada kursinya. 

"Sialan lu," 

"Lagian manja banget perasaan kemarin pas di rumah sakit. Kenapa sekarang kayak orang nggak kenal gitu?" 

Jorgi menaikkan satu alisnya, "Dia kali yang menghindar, gue udah coba ajak ngobrol kok, cuma dia nggak mau,"

"Iyalah, gimana lagi, bukannya dia lagi deket sama Mas Gynan ya? Soalnya beberapa kali ini gue keliatan dia sama Mas Gynan mulu..." ucapan Kala seakan menjadi waktu penghenti, gerakan tangannya yang sedang membuat garis langsung terhenti. Mencoba mencari tahu pada memori otaknya siapa Mas Gynan yang di maksud oleh Kala. 

"Mas Gynan yang mana?"

"Mas Gynan, angkatan 21, udah skripsian kok dia," jawab Kala secara cepat, "Nggak usah cemburu, kan udah bukan siapa-siapa," sambungnya lagi.

Jorgi berdecak, "Enggak, siapa juga yang cemburu,"

"Iyadeh yang nggak cemburu, mau makan ke FISIP nggak?"

Jorgi menggeleng dengan cepat, secara tiba-tiba juga nafsu makannya langsung hilang begitu saja. Bahkan rasanya lidahnya juga kelu untuk mengucapkan sepatah dua patah kata saja, benar-benar rasanya lemas tidak berdaya saja. Memang benar, efek Meyra itu masih berlaku begitu besar untuk dirinya sendiri. Kala yang melihat hal itupun hanya menggelengkan kepalanya dan bergegas meninggalkan Jorgi yang sudah menggunakan kembali headsetnya sama sekali tidak mengantar kepergian Kala sedikitpun. 

Jorgi menghembuskan napasnya berat, ide desain pamflet yang sudah berada di otaknya juga seakan ikut menguap begitu saja, ini sudah benar-benar di luar kendalinya. Ia melemparkan asal bolpoinnya yang tadi ia gunakan sebagai alat corat-coretnya lalu mengusap wajahnya kasar. Segenap hatinya ia memang sudah benar-benar kehilangan Meyra dalam sekedap. 

Mey.

Mey, lo dimana?

Ada titipan kue keju dari Mama, mau gue kasih. Gue udah bilang kalau lo sama gue udah putus, tapi Mama tetep mau kuenya dikasih, itung-itung makasih kemarin udah ngerawat gue

Persetan dengan rasa malunya, tapi ia benar-benar ingin melihat Meyra sekarang, ingin tahu apakah benar kedekatannya dengan Mas Gynan itu nyata atau bukan. Dan semua-semua spekulasi itu ingin ia langsung dapatkan jawabannya dari mulut Meyra langsung, ia harus tahu sendiri, dan menyadari sikap apa yang harus segera ia ambil. 

Suara pesan masuk langsung membuat fokusnya berubah, dan benar itu pesan masuk balasan dari Meyra, pesan yang ia tunggu-tunggu walau pesan itu tidak lebih dari sepuluh menit. 

Spinning Wheel | BluesyWhere stories live. Discover now