unwell.

766 140 26
                                    

Sejak kejadian tempo hari Jorgi sama sekali tidak terlihat di kampus, atau mungkin memang Meyra yang tidak menangkap eksistensi Jorgi dan sebenarnya perempuan itu tidak peduli, apakah Jorgi ada di kampus atau tidak. Apalagi sejak hari itu intensitas Meyra menangis bertambah menjadi dua kali lebih banyak dari biasanya, ia benci, benci sekali dengan Jorgi yang kurang ajarnya kembali memporak porandakan hatinya itu. Dan ia berjanji tidak akan mau berurusan kembali dengan Jorgi sampai kapanpun itu. 

Kalista membuka pintu kamar kosnya, setelah menyelesaikan satu mata kuliah meteorologi hari ini, di dalamnya sudah terlihat Meyra yang sedang menatap laptopnya, berusaha menyelesaikan satu tugasnya yang akan dikumpulkan dua jam kedepan. "Masih ngerjain tugas, Mey?" sapa Kalista sesaat tubuhnya sudah bisa ia rebahkan di sebelah Meyra. 

Meyra mengangguk, "Iya nih, tugas gue banyak banget, pusing," katanya mengeluh. "Sumpah ya kalau gue tau ambil pertanian jadi sibuk gini, gue nggak mau banget," sambungnya sambil terus menggelengkan kepalanya. 

Kalista berdecak, "Ya gue juga kalau tau kuliah banyak laporan praktikumnya gini juga nggak mau ya, mending gue jadi artis," jawabnya asal tanpa memindahkan pandangannya dari aplikasi tiktok tersebut. 

"Tapi menurut gue Agronomi lebih gampang dari jurusan lo, Kal, soalnya dulu gue pusing banget kalau ngeliat Jorgi. Kayak praktikumnya lebih ribet, segala porositas, permeabilitas semuanya dihitung," 

Kalista mengangguk, "Sebenernya mau jurusan apapun juga sama aja susahnya, tergantung kita aja kan. Kala tuh nggak pernah ngeluh deh, kayaknya dia enjoy aja kuliahnya," 

Meyra mengangguk-anggukan kepalanya, "Ya juga sih, emang gue aja yang kayaknya salah jurusan,"

Kalista berdecak, "Lu udah semester lima baru ngerasain salah jurusan kata gue mending ke dokter aja, periksa otak," jawabnya asal lagi, "Eh si Jorgi tuh udah nggak masuk dua hari tau, Mey. Tadi kan harusnya sekelas ya sama gue, terus si Kala jawab kalau Jorgi emang lagi sakit dari kemarin jadi dia skip kelas," sambung Kalista memberikan informasi yang sangat tiba-tiba.

Meyra menghentikan ketikan pada laptopnya, kalau dihitung dari dua hari yang lalu berarti sejak terakhir mereka bertemu di rumah kos lelaki itu. Tapi seingat Meyra memang Jorgi terlihat lelah sekali hari itu, namun apa peduli Meyra? Ia sudah tidak mau berurusan lagi dengan laki-laki itu, tidak mau sama sekali. 

"Ya apa peduli gue?" kata Meyra dengan ketus.

Kalista melepaskan pandangannya dari ponselnya, lalu menatap Meyra, "Kalau inget dari cerita lo, harusnya dua hari yang lalu ya dia ketemu sama lo nggak sih, Mey. Emang waktu ketemu sama lo dia nggak keliatan lagi sakit atau apa gitu? Kasian lagi, mana dia anak rantau kayak gue gini," 

Meyra memutar matanya malas, "Gue nggak peduli dan gue nggak mau tau," 

"Dih lu ya, padahal udah pernah bahagia bareng. Nggak inget apa waktu Jorgi kecelakaan dulu lo sampe nangis-nangis kayak yang parah banget padahal cuma serempetan dan dia nggak kenapa-kenapa," sindir Kalista dengan nada bicara yang cukup nyinyir kalau didengar-dengar. Tapi tetap saja Meyra tidak peduli. 

Meyra tidak peduli dengan sindiran yang tepat sasaran dari Kalista itu, telinganya seakan tuli, jadi ia tetap melanjutkan tugasnya tanpa memerdulikan Kalista yang masih mentapnya dengan tatapan tidak sukanya itu. Mau bagaimanapun, Kalista ini juga menjadi saksi bisu bagaimana hubungan Meyra dan Jorgi berjalan itu, jadi dia jelas tahu bagaimana paniknya Meyra dulu waktu Jorgi sakit ataupun jika lelaki itu tidak bisa dihubungi. 

Suara ringtone panggilan masuk dari ponsel Meyra membuyarkan fokusnya, melihat nama Selena tertulis pada lockscreenya, membuat kening Meyra mengerut. Seingatnya, ia tidak aja janji bermain dengan temannya itu, dan seingatnya juga Selena adalah tipikal teman yang akan memberitahu lewat pesan terlebih dahulu jika akan menelponnya. Tapi, pikiran itu jelas ia telan begitu saja dan langsung mengangkat panggilan tersebut.

"Halo, Meyra?" ini bukan suara Selena, ini suara Kala. Meyra tahu suara ini cukup familier ditelinganya. 

"Kenapa, Kal?" bukan hanya Meyra yang penasaran, Kalista juga ikut menoleh pada sumber telepon tersebut. 

"Jorgi masuk rumah sakit, jadi gue---,"

"Kenapa ngabarin gue? Gue nggak mau tau, Kal," Meyra langsung memotong ucapan Kala dengan cepat.

Kala berdecak, "Gue bukan mau ngajak lo berdebat ya, gue cuma minta tolong lo kabarin keluarga Jorgi. Gue mau buka hp Jorgi nggak tau passwordnya, dan posisi Jorgi lagi drop banget, untung aja ini gue sama Selena tadi mampir. Soalnya tu anak gak bales chat gue dari semalem taunya panasnya udah 39 derajat,"

"Kenapa harus gue yang ngabarin?" 

"Lo kalau nggak mau yaudah kirim nomernya ke gue, biar gue aja yang ngabarin mama atau papanya Jorgi. Dia ini udah bukan sakit demam karena kecapekan aja, ini udah tipus. Mau nggak mau keluarganya harus tau,"

Meyra masih dengan keras kepalanya itu mengerutkan dahinya, "Gue beneran nggak mau tau apapun---"

"Sumpah ya, Mey. Dikeadaan penting kayak gini lo masih egois? Lo beneran egois banget, gila lo. Gue benci banget sama lo. Lo nggak tau gimana keadaan Jorgi waktu gue sama Kala dateng lagi dan lo lebih gila lagi ngomong begini. Lo parah banget, sumpah!" itu bukan suara Kala, itu suara Selena yang meneriaki Meyra di ujung telponnya. Tapi demi apapun, Meyra sudah tidak mau peduli lagi dengan Jorgi yang sakit atau apapun itu. 

"Kalau gue tega gue udah bakalan bangunin dia dan nanya password hpnya apa, dia taro hpnya dimana, tapi gue nggak tega. Dan gue sama Kala cuma berharap lo yang bisa bantuin, taunya lo egois, sampah banget lo, Mey!" 

Hati Meyra mencelos rasanya, Selena tidak pernah semarah ini dengannya dan Selena tidak pernah meneriakinya perkara laki-laki juga. Meyra bingung mengapa Selena bereaksi berlebihan seperti ini. Kan yang sakit Jorgi, dan Jorgi bukan siapa-siapa Selena? 

Kalista yang ikut gondok melihat Meyra masih egois dan angkuh itu secara langsung merebut genggaman ponsel itu, mencoba berbicara pada Selena untuk tidak terbawa emosi terlebih dahulu. Posisinya mungkin seperti membela Meyra yang masih terdiam tidak memberikan respon apapun setelah Selena meneriakinya seperti tadi.

"Sel, ini Kalista. Habis ini gue cariin nomor Mama atau Papanya Jorgi ya di sini, Meyra kayaknya masih nggak mau ngomongin soal Jorgi," kata Kalista meredakan emosinya. 

Selena terdengar berdecak di ujung telponnya, "Kasih tau deh sama temen lo itu, minimal punya empati sama orang, walau benci, lo suruh inget aja waktu dia kena demam berdarah siapa yang sibuk ngurusin dia," ultimatum dari Selena ini menjadi penutup telepon tersebut.

Kalista memberikan ponsel merah tersebut pada Meyra, temannya itu masih mematung sambil mengulum bibirnya, seperti menahan tangisannya. "Nangis aja," pinta Kalista sambil menepuk pundak Meyra. 

Dan benar saja, setelah itu Meyra langsung menangis sejadi-jadinya, sungguh ia tidak berniat untuk menjadi jahat. Ia tidak berniat untuk menjadi egois seperti yang dikatakan Selena, ia hanya tidak mau berurusan lagi dengan Jorgi maupun dengan keluarga lelaki itu. Ia ingin menutup semua lembarannya bersama Jorgi, ia tidak mau lagi. Dan seharusnya, Selena tahu perasaannya, seharusnya Selena tidak memarahinya seperti tadi. 

"Lo hubungin aja dulu mamanya Jorgi. Mereka minta tolong lo karena tau, Mey, kalau lo sama Mamanya Jorgi udah deket banget," kata Kalista menengahi. 

Meyra menggeleng, "Mamanya Jorgi udah tau kalau kita putus, dan gue nggak beneran nggak mau berurusan lagi, Kal. Lo aja yang ngehubungin,"

Kalista menggeleng, kembali memberikan ponsel Meyra ke depan wajahnya, "Hubungin, Mey. As a friend, lo tetep berhubungan baik sama Jorgi. Jorgi lagi sakit, dia jelas butuh orang tuanya, lo tau kan gimana Jorgi kalau sakit? Dan gue juga tau kalau sebenernya lo itu khawatir tapi lo dari tadi nyoba buat nggak peduli sampe akhirnya lo berani ngomong gitu sama Selena. Gue kenal sama lo nggak sehari dua hari, Mey, dan gue juga tau kalo perasaan lo sama Jorgi juga belum sehilang itu."

Meyra terdiam lagi, namun kali ini ia mulai bisa berpikir lebih jernih dari sebelumnya. Bahwa, ia memang tidak mau berurusan lagi dengan Jorgi karena ia ingin menyangkal semua perasaannya, ia ingin menyangkal bahwa ia juga merindukan Jorgi sama seperti ungkapan laki-laki itu dua hari yang lalu.




nb: semoga gak bosen ya sama ceritanya.


Spinning Wheel | BluesyWhere stories live. Discover now