"pagi Haniiiiiiiiiiii."
"selamat pagi Bu Inara." Hani menjawab sopan tak lupa mengukir seulas senyum.
"sudah sarapan Han? ayo sarapan dulu ke kantin." Inara menarik tangan Hani menuju kantin perusahaan.
Semalam Ervan menelponnya, menyuruh Inara mencarikan guru mengaji. Inara yang merasa cengo dengan permintaan sepupunya pun tak tahan untuk melakukan sesi wawancaranya. jiwa-jiwa kepo di tubuhnya naik ke permukaan. setelah panjang lebar Ervan berkelit, akhirnya ia mengaku juga jikalau Ervan malu pada Hani dan ibunya jika sewaktu-waktu diminta untuk menjadi imam shalat lagi.
Inara tertawa terbahak mendengar cerita lengkap bagaimana sepupunya itu menguntit Hani hingga berujung jadi imam shalat. sungguh luar biasaaaaaaaaaaa.
Ervan yang biasanya ajojing tiba-tiba insyaf mau belajar ngaji. haruskah Inara bersyukur??
baiklah mari kita baca hamdallah terlebih dahulu.
Alhamdulillah."eh Bu. saya sudah sarapan." jawab Hani sambil mengimbangi langkah Inara yang begitu cepat.
"yah kamu temani aku aja."
setelah melakukakan pemesana. Inara menggiring Hani menuju meja pojok kantin. spot favorit Inara meratapi kisah cintanya pada Robi. hikz hikz mengsyedih.
"sekrang kamu tau kan kalau aku ini bukan pacarnya Ervan?? aku ini sepupunya. kenalan dulu." Inara mengulurkan tangannya.
Hani segera membalas uluran tangan itu, "iya Bu."
"udh santai aja, panggil Kakak aja atau panggil nama juga boleh." Inara mengibaskan tangan ribut. canggung juga lama-lama di panggil ibu sama Hani yang notabene sedang jadi crush Ervan.
"boleh Bu?"
"boleh lah. paling juga kamu sama aku cyma selisih berapa tahun."
"aku 25 tahun Kak." Inara mendesis malu, usia 25 tahun tapi ia masih anak baru di sini.
"lah cuma beda setaun doang kali, aku 26. "
Hani mengernyit, usia 26 tahun tapi wajah Inara masih imut sekali. ia kira Inara masih di bawahnya jauh.
mungkin karena perawatan mahal dan gaya yang fashionable membuat Inara lebih muda dari usianya.
selama menghabiskan sarapannya Inara banyak bertanya tentang Hani, entah itu masalah pertemanan, kesibukan Hani ataupun sedikit menyentil masalah asmara.
Hani yang memang lugu, menjawab semua pertanyaan Inara dengan baik dan sopan. seperti sesi wawancara kerja.
"Han,, coba santai elah. anggep aja aku ini kakak kamu. gak usah kaku-kaku. lagiankamu jyga jangan lugu-lugu jadi orang. nanti dimanfaatin."
"kalau ada apa-apa yang kamu gak tau boleh tanya sama aku. sini HP kamu."
Hani menyerahkan HP nya. bukan HP apel digigit seperti teman-temannya. hanya HP android sejuta umat seharga 2jutaan.
"itu nomorku. jangan lupa di save. kita pisah dulu di sini ya. kalau luang kita ketemu lagi." ujar Inara saat sampai di depan lift. lift yang akan ia naiki berbeda dengan punya Inara, mohon maklum. meski cuma sekertaris, Inara juga cucu oemilik perusahaan.
"iya Kak."
****
hari ini pekerjaan Hani tidak terlalu banyak, ia bersyukur. Hani ingin pulang tepat waktu selalu. Ia sadar ibunya sudah tua, tak bisa ia tinggal sendirian lama-lama di rumah.
Meski kondisi fisik ibunya bisa di katakan sehat, bugar sekali malahan. Hani selalu dirundung khawatir.
Takut-takut ibunya jatuh atau terpeleset di kamar mandi. Banyak kemungkinan buruk berseliweran di benaknya.