bab 5. meresahkan

1.6K 62 10
                                    

Seminggu ini benar-benar masa  sibuk bagi Ervan. Setelah telpon nya malam itu pada Hani, tak sedetik pun ia mampu untuk menelpon Hani kembali.

Pekerjaan di kantor menguras banyak tenaganya. Ada klien besar yang mengajukan kerjasama dan sang kakek sangat ingin kerjasama ini berlangsung lebih lama dari kontrak, kalau bisa kakek Ervan ingij membuat kontrak seumur hidup.

Namun investor kali ini gak mau rugi, ia akan melakukan kerjasama seumur hidup jikalau Ervan mau menikah dengan anaknya. Atmajaya -sang investor- mengajukan  Intan -anak ketiganya- untuk pernikahan  bisnis kali ini.

Ervan yang sudah merasa jatuh cinta sedalam-dalamnya tentu menolak keras usulan ini. Kaker Ervan - Adiguna senior-  marah.

Pagi-pagi sekali Ervan di panggil pulang ke rumah utama. Di sana Ervan mendapat teguran keras, usia Ervan yang mendekati kepala tiga juga memaksa Ervan untuk segera mendapat pendamping.

Ervan sudah menemukannya, namun ia gak yakin kakeknya membuat jalannya mulus.

Jadi Ervan mengajukan sebuah penawaran, jikalau dalam 4 bulan perusahaan mendapat kenaikan keuntungan   sebesar 10 %, Adiguna senior harus membebaskannya untuk memilih sendiri calon istrinya.

Setelah melalui perdebatan yang lumayan alot, akhirnya Adiguna senior menerima penawaran itu dengan syarat tambahan. Ervan harus sudah bisa meyakinkan gadis pilihannya itu, mau menikah dengannya tanpa paksaan dalam kurun waktu yang sama. Yaitu 4 bulan.

4 bulan ini benar-benar hectic. Ervan harus bisa menaikkan keuntungan, juga harus bisa membuat Hani menerima ajakan pernikahan.

Aaaaaahhhhhhhgggg...

Memikirkannya saja sudah membuat kepalanya pecah.

"Assalamu'alaikum.. ini siapa?"

Suara merdu itu, meluruskan semua keruwetan di kepalanya, pikirannya mulai sedikit tenang.

"Wa'alaikum salam. Honey?"

"Ehh oo pak Ervan?"

"Mas, Honey."

"Iyaaaaa. Aku takut kebiasaan. Nanti malah kebawa sampe kantor. Kalau kelepasan panggil mas gimana??"

"Ya gak apa-apa."

"Diiihhh jangan ngadi-ngadi!!" Lama-lama Hani  geram. Ervan ini kenapa, terlalu memaksanya.

"Kangen. Seminggu gk ketemu. Jangan lupa simpen nomer pacarmu ini.'

"Pak-eh mas. Jangan sembarangan ngomongnya. Kapan kita jadian???" Honey memekik. Untung saja ini jam istirahat. Teman-temannya sedang pergi ke kantin, sedang ia sendiri membawa bekal dari rumah.

"Loh kamu lupa Hon? Di rumahmu. Saat aku jadi imam shalatmu." Jawab Ervan PDnya.

"Ya Allah maaaaaaas.. kamu itu beneran? Serius? Mana ada orang ngajak pacaran kayak ngajak beli cilok di depan perempatan? Gak ada romantis-romantisnya." Ujar Hani memelan di ujung kalimatnya.

"Iya maaf Honey. Ini pertama kali buat mas. Lain kali mas bakal lebih proper saat lamar kamu."

"Heh mulutnya." Hani jengkel. Semudah itu bilang pacaran lalu lamar. Ia menutup kotak makannya sedikit keras untuk menyalurkan emosinya.

"Suara apa itu Hon?"

"......."

"Honey? Sayang?"

"Ngambek ni?"

"........."

Masih belum ada jawaban. Hani benar-benar jengkel. Lalu Hani tersadar, mengapa harus jengkel yah? Dia kan gak  cinta pada Ervan, kenapa ia harus kecewa dengan perilaku Ervan?? Tapi kan Hani ingin kenangan di tembak untuk pertama kalinya itu berkesan gitu, apalagi pacar pertama.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 23 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

HANITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang