03. Berlabuh Jauh

24 6 2
                                    

03. Berlabuh Jauh

--HAPPY READING--

"Sembilan tahun kamu sama dia, bohong kalau nggak taruh harapan dan menyimpan rasa selama raganya masih ada."

"Perempuan paling pandai menyembunyikan rasa cinta, tapi paling payah saat cemburu menerka."

• Serenada Aksara'

˙˚ʚ('◡')ɞ˚˙

"Jangan banyak mengeluh, kamu punya Allah yang bisa menjadi tempat berteduh."
•scrittore__

˙˚ʚ('◡')ɞ˚˙

Teras rumah kayu yang berdiri kokoh menampung satu kesedihan, menyatu-padu. Peluk hangat menyikap keduanya, menjadi penyembuh... Penyembuh pilunya lara. Segalanya

Ribuan bintang malam turut menampakkan diri, menghibur agar salah satu jiwa tulus dari sekian jiwa ini menghentikan ringkuk sedihnya yang larut sejak tadi.

Nada, ya... Setelah firasat mengerikan yang mengganjal hati, ia meluahkan semuanya di sini, di pelukan orang yang Nada cari. Mas Anta, pria ini hanya terus menepuk bahu gemetar Nada. Perih, saat mendengar tangis mendalamnta untuk ketiga kali, setelah dulu saat Ibu disusul Ayah pergi.

Bukan! Bukan berarti Nada hanya menangis tiga kali, tetapi erangan tangis sesak yang gadis ini alami.

"Nggak pa-pa, Nad. Mas Anta tetap di sini, Mas Anta juga masih pengin mengarungi hidup bareng Nada," Mas Anta berkata, seraya mengeratkan pelukan antara mereka berdua. Salah satu tangan Anta perlahan naik untuk mengusap surai legam adiknya.

Nada masih mengerang sakit. Seakan baru saja diguguri material berat, tapi lagi-lagi bukan fisik, semua tentang hati. Hati yang terus bertempur dengan milyaran jurang yang harus diterjang.

"Sakit, Mas, sakit... Nada pikir, Mas yang diangkat sama Pak Yatno tadi," kata Nada terhenyak. Ia membekap mulut dengan bahu tegap Mas Anta.

Mas Anta memejamkan mata, menarik nafas panjang. Memilih diam, merasakan tubuh Nada yang bergetar ketakutan. Tak lupa batuk yang kembali karena tenggorokan Mas Anta terasa sakit, sedikit.

Nada, ia tiba-tiba menghentikan tangisnya di kala Mas Anta kembali batuk. Walau kelopak matanya menyipit disertai bibir yang bergetar. Dua bola netra biru Nada menatap lurus ke arah Mas Anta.

Mengerti. Mas Anta melepas dekapan, menaruh salah satu tangan di bahu Nada, "Buatin teh hangat aja, buat Mas Anta, terus sekalian Mas mau bersih-bersih."

Nada mengangguk sebagai sahutan. Seraya menetralkan nafasnya.

"Asalkan... Nada harus tenang dulu, baru Mas tenang mandinya," canda Mas Anta turut mengusap air mata Nada.

Satu detik. Dua detik. Tiga detik. Nada cepat berdiri, ber dahulu pergi masuk ke dalam rumah, Nada sibuk merogoh handuk milik Mas Anta, tak kalah cepat pula menyodorkannya.

Mas Anta, ia tersenyum melihat kekhawatiran adiknya. Ya, adik yang selalu kecil di matanya, wanita tercantik setelah Ibu, itu pun merupakan darah daging yang tersisa.

"Nada mau siapin teh hangat sama makan malam dulu," tukas Nada, setelah manik biru lautnya menatap Mas Anta yang sedari tadi tak berhenti tersenyum sembari menatap dirinya.

Mas Anta lihatin Nada terus, 'kan jadi takut, batin Nada berbalik badan, segera menuju dapur, mempersiapkan apa yang telah dirinya katakan.

Mas Anta tergelak, tapi akibat tertawa keras, ia malah diperingatkan oleh batuk, tepatnya agar berhenti. Tak ingin membuang waktu, Mas Anta memilih lekas membersihkan diri.

𝐒𝐞𝐫𝐞𝐧𝐚𝐝𝐚 𝐝𝐚𝐧 𝐀𝐧𝐭𝐚𝐫𝐢𝐤𝐬𝐚Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang