Kota Mati

47 6 2
                                    

Sebenarnya, Na Jaemin pun tidak mengerti. Bagaimana dirinya bisa sejatuh ini. Banyak penyesalan yang menyiksa dirinya, pada akhirnya malah membuatnya tidak tentu arah seperti ini. Dia masihlah mencari, menghadapi puluhan teka-teki untuk sekedar berharap cinta nya kembali.

Dia dulu pernah berjanji, tidak apa jika harus berjalan di jalan yang sempit asalkan bersama Haechan, asalkan bersama. Kekeliruannya dahulu banyak membuat dirinya ada dalam penyesalan, membuatnya seakan tidak terima kenyataan.

Ini menjadi tempat yang di perjuangkan mati-matian oleh Haechan nya. Yang menjadi alasan mengapa Haechannya kembali dengan mata memerah serta aura yang berbeda. Sukma nya pernah tertahan disini lama, sehingga memilih cara jahat menjadi pilihan terakhirnya untuk bertahan.

Tempat ini masih tersisa sedikit energinya, mungkin sebab dahulu jimat dan batu yang memberinya energi berasal dari sini. Sehingga Dewa yang sangat dihormati itu, mengumpulkan energinya bertahun-tahun lamanya. Untuk ia gunakan nanti, harap-harap Nirwana bisa kabulkan Haechannya kembali.
Tapi akan tetap percuma, energi itu hanya bisa digunakan jika jasadnya memang ada.

Na Jaemin itu menatap batu energi yang masih mencoba mencari sisa energi nya. Sudah tidak banyak tersisa disini, semakin lama energinya semakin hilang karna sang tuan sudah tidak berada disini. Jaemin hampir pada titik terendahnya.

Srrkkk— srrkk—

Tiba-tiba suara gemerisik menginterupsinya, Jaemin bangkit dari pusaran itu. Menghampiri sumber suara diluar "Gua" yang entah apa. Takutnya ada beberapa iblis yang kembali kesini.

Jaemin bingung, perawakan laki-laki dengan pakaian kusam meringkuk kesakitan. Tubuhnya tidak asing baginya, seperti pernah bertemu namun entah siapa.

"Huang Renjun..?" gumamnya pelan.

Yang disebut perlahan membalikan badan, menatap tidak percaya dengan banyak sorot emosi disana. Mengepalkan tangan sebab tidak menyangka, dengan sosok yang memanggilnya.

Renjun berlari cepat sampai Jaemin tidak siap. Dia tersungkur jauh ke tanah, kerahnya ditarik paksa. Genggaman Renjun pada kerahnya sungguh kuat, tatapannya pun penuh dengan amarah dan kilat kecewa.

"Kau tidak ada disisi Tuan Muda!!"

Teriak Renjun dengan penuh kecewa. Jaemin tidak berontak sedikitpun, mempasrahkan diri membiarkan Renjun luapkan seluruh emosi.

"Kau membiarkannya mati !!" teriak Renjun kembali, Jaemin tidak menyangkal, itu semua benar. Iya, benar. Jaemin membiarkan Haechannya mati.

"Dia yang mati-matian melindungi mu Na Jaemin !!!"

Kilatan kemarahan itu semakin terasa, serta Jaemin masihlah diam membisu seperti terima semua nya.

Namun tak lama suara Renjun bergetar. Isakan tidak terhindarkan, matanya mengeluarkan kepedihan.

"Aku tidak bisa melindunginya..."

Cengkraman itu melemah, makin bergetar pula bibirnya mengingat seluruh pengorbanan Tuan nya. Bagaimana Haechan yang dianggap penjahat itu membantu keluarganya mati-matian, membela mereka dari segala bentuk ketidakadilan.

Renjun tertunduk lemah, perjuangannya yang ternyata dimanfaatkan oleh orang-orang. Membiarkan dirinya dan kelurga nya dibantai habis tak bersisa. Sisa-sisa perjuangan Haechan yang ia kira akan membantu Tuannya, malah menjadi bomerang bagi Tuannya.

Jaemin menatap seluruh tempat ini, mengedarkan pandangannya kesetiap inci ruang-ruang yang tak bersuara ini.

Jaemin ingat, Haechan pernah membawa nya kesini. Menjadikan Kota Mati yang tak pernah layak huni malah dihuni oleh mereka dengan senang hati. Kehidupan yang memberikan orang-orang itu harapan baru, memberikan cita-cita yang baru, seperti apa yang selalu Haechan inginkan sebagai makhluk.

Shadowmere - Tragedi Masa LampauTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang