Pertama kali yang mereka berdua lakukan setelah sampai adalah pergi kepusat permainan. Andra langsung menyeret Erkan untuk menikmati waktu dengan bermain game.
Andra terlihat sangat bahagia. Dia mencoba beberapa permainan yang kerap ia mainkan sendiri karena Erkan menolak dengan alasan dia sudah dewasa.
Erkan mengikuti Andra kemana saja. Yang dia lakukan hanyalah memperhatikan saudara tiri Bian itu tanpa mau ikut berpasitipasi. Dia pikir, akan terlihat kekanakan jika dia juga ikut bermain di usianya yang sudah dewasa.
"Huft Capek banget ... hahaa.." Andra duduk selonjoran nafasnya tak beraturan karena lelah. Ujung matanya melirik Erkan yang tengah duduk bersandar sembari melihat kearahnya.
Andra sedikit tak enak hati, karena sepertinya dia sendiri yang antusias. Padahal bukan dirinya yang mengajak jalan-jalan.
Apakah tak apa hanya dia yang menikmati disini?
Andra berdiri lalu duduk di sebelah Erkan. "Bang ... abang cape ga? Mau makan?"
Erkan tersenyum mengusak rambut Andra. "Ayo kita makan. Kamu juga keknya udah lapar." Erkan pun menarik tangan Andra untuk ia bawa ke restoran.
Andra tersenyum ketika tangannya digenggam begitu erat. Andra berharap tangannya akan selalu di genggam di kemudian hari.
Wajahnya menyendu, dia mendongak melihat punggung tegap saudaranya. Tidak akan dia lupa bagaimana dia menghina dan menyakiti orang ini.
Jadi wajar ketika dia menerima perlakuan yang berbeda. Saudaranya telah berubah dan sadar. Lalu, dia juga berbeda, dia sadar ketika semuanya hampir berubah.
"Kamu mau pesan apa?"
Andra pun menjawab setelah memeriksa menu. Erkan menyamakan pesananannya dengan Andra. Keduanya tinggal menunggu pesanan datang.
Erkan menatap pemandangan luar. Posisi mereka berada di samping di dekat tembok kaca, Jadi mereka bisa melihat orang-orang berlalu lalang.
Erkan melihat ke arah sebuah keluarga kecil. Terdapat sosok ayah ibu dan kedua anak mereka. Terlihat sangat harmonis, mengingatkan Erkan pada keluarga kandungnya.
Andra mengikuti jarak pandang saudaranya. Tatapannya jatuh pada keluarga kecil. Bibirnya pun terangkat membentuk senyuman.
"Bahagia sekali ya mereka," celetuknya membuat Erkan yang tadinya fokus pada keluarga itu beralih padanya.
"Ya." Erkan menjawab sekenanya. Ia sedikit sensitif jika mengenai keluarga apalagi saat ini ia bersama Andra. Erkan takut berucap banyak berujung membuat Andra rindu pada ibunya.
Ngomong-ngomong tentang ibu Andra, Erkan sama sekali tidak mendapatkan ingatannya. Bian pun sama sekali tak datang padanya. Padahal Erkan masih berharap kehadiran seorang 'Bian Tirta' dalam mimpinya.
"Menurutmu apakah mereka bahagia?" Erkan bertanya tanpa mengalihkan pandangan dari Andra.
Andra yang di tanya demikian pun tersenyum dan menjawab. "Sudah pasti mereka bahagia. Lihat, kedua anak itu sama sekali tidak mengendurkan senyum mereka."
Erkan baru akan menjawab, tetapi pesanan mereka telah datang. Membuat keduanya fokus pada makanan masing-masing.
Andra berpikir kenapa dirinya merasa tak bahagia?
Meski dia bersama Erkan, tetapi seakan dia berada jauh dengan saudaranya. Ingin sekali mengutarakan pendapat, tetapi lidahnya kelu. Suasana kelam tercipta di hari yang seharusnya menyenangkan baginya.
Seolah saudaranya menciptakan tembok tranparan tanpa ia ketahui.
"Bang-"
"Abang?"
Suaranya kalah cepat dengan suara seseorang. Andra maupun Erkan mendongak untuk mengetahui siapa gerangan.
"Vier?!!"
Respon Erkan menambah kekecewaan dalam diri Andra. Kendati dia tak mampu bersuara maupun berkata kesal dan cemburu ketika wajah saudaranya jauh lebih ceria ketimbang saat bersamanya.
Lihat sekarang, bahkan saudara angkatnya itu begitu antusias menanyakan ini itu, berbincang dengan seseorang yang sejak awal kehadirannya tak di sukai olehnya.
Andra seakan ingin berteriak bahwa ada dia di sisi mereka. Namun dirinya yang lain berkata bahwa ini merupakan balasan atas apa yang telah di perbuat sebelumnya.
"Vier di ajak teman bang. Sekalian kita makan siang disini. Vier ga nyangka bakal ketemu abang disini," ujar Vier lalu duduk di sebelah Erkan.
Erkan tersenyum tipis. "Abang disini mengajak Andra jalan sekaligus bermain. Kita rehat sejenak untuk makan," katanya sambil makan.
Vier menatap kehadiran Andra tak suka. "Kenapa abang tidak ajak Vier?" Serunya sedih, dia memandang Erkan sendu.
Erkan menepuk bahu Vier. "Lain kali abang akan mengajakmu."
Andra ingin menyela namun sisinya yang lain tidak memperbolehkannya mengganggu momen manis antara kakak adik itu.
"Andra ... makanannya tidak sesuai seleramu?" Erkan bertanya saat melihat Andra yang terlihat tidak nafsu makan.
Andra tersenyum sebagai balasan. Dia pun berucap. "Makanannya enak.. Aku mau ke toilet dulu." Erkan pun hanya mangut-mangut ketika Andra pergi.
Melihat kepergian Andra, Vier pun juga ikut berdiri. "Aku juga mau ketoilet bang." Tanpa menunggu jawaban Erkan, Vier beranjak menuju toilet.
Erkan pun hanya geleng kepala lalu fokus pada makanannya. Biarlah dia menunggu kedua adiknya.
TBC.
Baca nih cerita lain dari author Subak_hijau Kalian bisa mampir keakunnya buat yang suka brothership angst
KAMU SEDANG MEMBACA
Anak Angkat ( Stop )
Teen FictionBiasanya sebuah keluarga mengadopsi anak untuk menjadi bungsu. Terkadang juga di jadikan sebagai anak tunggal karena tidak bisa memiliki keturunan. Akan tetapi sebuah novel berjudul 'My Story' menceritakan tentang ketidaksukaan seorang Andra Brawij...