Nora pov
Hidup dengan penuh siksaan itu amat sangat menyakitkan, aku di buang dan di jual di rumah perbudakan dan diperlakukan semena-mena di sana.
Tempat itu seperti neraka, dan pemiliknya adalah iblis. Tak hanya aku, tapi banyak anak lainnya yang di siksa dan dipukuli. Suara tamparan, bentakan, dan bantingan barang sudah menjadi makanan sehari-hari. Tapi aku tidak sendiri, ada seorang anak laki-laki yang dua tahun lebih muda dari ku. Anak itu selalu mengikutiku tiap waktu tanpa lelah, bahkan aku merasa risih. Aku benci di ikuti olehnya setiap waktu.
Setiap kali aku mengerjakan pekerjaan ku, dia selalu melakukan hal sesukanya dan membuat hasil kerjaku hancur. Akibatnya aku harus menerima banyak pukulan setiap harinya, dikarenakan bocah itu.
Sejak hari itu aku membencinya, aku menganggap nya pengganggu dan terus melemparinya kata-kata kasar. Dan sialnya, dia tersenyum.
Aku membenci senyumnya, yang seharusnya menangis jika di maki, tapi anak itu malah melakukan hal bodoh dengan memelukku dan mengucapkan kata-kata tidak masuk akal.
"Kak Nora jangan marah terus, kita kan adik kakak,"
Anak sialan.
Aku tidak percaya dengan yang seperti itu. Mereka mudah meninggalkan, mudah membuang, dan mudah melupakan. Aku tidak menyukainya, aku membencinya setiap kali dia mengucapkan itu. Tapi dia tidak pernah lelah, dia selalu mengikuti ku dan terus saja tidak pernah berhenti.
Hingga suatu hari, tuan kami membawanya pergi bersama dengan anak seumuran nya yang lain. Dan lagi, dia datang ke tempat ku, menangis dan meraung tidak ingin ikut dengan tuan. Memangnya apa yang ku bisa untuk melawan tuan? Lagipula tidak ada untungnya dia tetap denganku, itu hanya akan menganggu saja.
"Aku dengar anak-anak yang dibawa tuan akan di kirim ke tempat lain,"
"Tempat lain?"
"Tempat pelelangan, mungkin? Memangnya apa lagi? Kita di pekerjakan di sini untuk di jual nantinya, bukan?"
Aku terdiam. Tidak, aku tidak terlibat dalam percakapan, aku hanya menguping. Jika anak-anak itu akan di bawa ke pelelangan, bukankah itu akan jadi hal buruk? Pelelangan bukan tempat yang se simple itu. Di sini, pelelangan ilegal seperti itu bersistem keras. Setiap anak yang laku di jual, akan kembali mendapat siksaan yang lebih parah daripada sekarang.
Tapi, apa peduliku?
"Kak Nora, kita akan bertemu lagi setelah aku dewasa nanti,"
Senyum itu, senyum itu benar-benar menyebalkan. Aku menatapnya tajam dan berbalik pergi meninggalkan nya. Biarkan tuan membawa dia pergi, setidaknya aku akan merasa bebanku berkurang dan tidak terganggu dengan sikapnya yang membuatku risih.
///
"Para anak-anak yang di bawa tuan mati di mutilasi!"
Jantungku berhenti berdetak untuk sekejap, mataku menatap nanar pada kerumunan pekerja sepertiku di depan sana. Aku menjatuhkan embel dan kain pel ku, lalu berlari ke arah orang itu dan mencengkeram kerahnya.
"Apa yang kamu katakan?!"
Dia tampak terkejut, lalu menepis tanganku kencang dan menatapku dengan sinis. "Ada apa denganmu?" Gumamnya terlihat kesal.
Kerumunan itu meninggalkanku sendirian di lorong sepi itu, aku terduduk lemah dan pikiranku kosong. Banyak bayangan anak itu menghantui pikiranku, ucapannya untuk yang terakhir kalinya mulai menyumbat tenggorokan ku. Aku menangis di situ, sendirian. Nafasku tiba-tiba sesak, dadaku sakit dan mataku tambah berair, nafasku terengah-engah dan badanku terasa menggigil. Kepalaku berkunang-kunang, kenangan yang ku anggap menyebalkan itu merasuk dengan brutal ke pikiranku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Seraphine Castle
FantasyRhea, hiduplah dengan apa yang ada padamu saat ini... Tunggulah hingga mereka menjemputmu, lalu pulanglah dengan selamat.