Rhiannon pov
HAH?
Aku terbangun, keringat membasahi di sekujur tubuhku. Nafasku terengah-engah. Tiba-tiba aku lupa mimpiku tadi, yang pasti aku terbangun karena mimpi buruk. Entahlah, kenapa setiap kali aku bermimpi dan terbangun, aku selalu lupa mimpi apa yang aku alami.
Aku menghela nafas panjang, lalu beranjak dari tempat tidurku. Ternyata pagi sudah naik, dan aku dapati beberapa makanan tersaji di meja makan ku. Aku mendekat dan duduk, sejenak menatap makanan itu. Kenapa Nora tidak membangunkanku, ya?
Yah, mungkin Nora ada pekerjaan lain. Aku jadi berpikir, siapa yang mengirim bahan makanan ini? Ketempat yang tak seorangpun tau letaknya. Walaupun pihak istana mengetahuinya, tapi pasti hanya orang-orang tertentu. Seperti tuan Dean beberapa tahun lalu, dan orang yang memberikan informasi kepada Nora. Tapi bukankah mereka itu sudah tak terlihat?
Ah...
Apa mungkin ada kaitannya dengan assassin yang mengawasi kami seperti yang di beritahu tuan Dean?
Tapi sembilan tahun hidup di sini, tak sekalipun aku melihat sosok assassin itu. Aku pun tidak tau bagaimana kehadiran nya, tapi sepertinya Nora tau? Entahlah. Apa mungkin assassin itu yang meletakkan bahan makanan di luar kastil? Ternyata bukan hanya aku dan Nora yang hidup di sini, tapi juga ada eksistensi lainnya.
Aku meletakkan sendokku dan berdiri. Niatnya ingin mencari Nora.
Aku keluar kamar, dan yang kurasakan pertama kali adalah kosong. Yah, memang begini pemandangan nya setiap hari. Aku menyusuri lorong, tangga, dan setiap ruangan, namun kenapa Nora tidak ada? Apa dia keluar?
"Nora??"
Aku menuruni tangga dan meneriaki namanya, namun tidak ada sahutan sama sekali. Aku mulai kalap, kakiku berlari menuju pintu keluar kastil dan membukanya lebar-lebar.
Hawa sepi dan angin menyapa wajahku, aku mulai takut. Aku menuruni bukit dan mencari Nora ke sekeliling kastil. Tapi tidak ada, apa Nora ada di tengah hutan? Tapi untuk apa?
"Nora!!"
Mataku mulai berkaca-kaca, tidak mungkin kan Nora meninggalkan ku di sini sendirian??
Mataku yang buram menatap ke hamparan jauh tengah hutan sana. Aku menelan ludah gugup dan takut, lalu aku beranikan untuk berlari memasuki hutan dan memanggil-manggil nama Nora. Ah, aku tidak boleh ditinggalkan begitu saja.
Brukk!
"Ouch!"
Aku meringis saat lutut ku terluka, aku tersandung batu. Dan lututku juga terhantuk oleh batu hingga berdarah, tapi untungnya tidak terlalu parah. Aku mencoba berdiri dan kembali berjalan dengan langkah sedikit pincang. Entah kenapa aku merasa, semakin aku ketengah hutan, hawa nya semakin gelap dan dingin. Tubuhku menggigil, aku menggertakkan gigi ku.
Aku kesal, aku marah, aku lelah, aku benci situasi ini. Apa Nora memang meninggalkan ku? Sejauh ini aku memanggilnya, tidak ada sahutan sama sekali.
"NORAA!!"
Air mataku kembali jatuh. Aku mengepalkan tanganku menahan marah sekaligus takut. Aku terdiam, berhenti melangkah dan hanya berdiri di tempat ini. Menundukkan kepala dan terisak dalam diam. Ah, gila! Orang-orang sengaja meninggalkan ku sendirian?
"Hah... Dasar semua orang brengsek!"
Aku terjongkok dan menangis terisak. "Nora..."
Tapi dibalik rasa sedihku, aku juga merasakan hawa merinding. Hutan ini benar-benar terasa dingin dan sunyi sekali, bahkan seekor burung pun tidak kelihatan. Jangankan burung, serangga-serangga terbang pun tidak terlihat ileh mataku. Sebenarnya darimana ayah mendapatkan tempat seperti ini?
Semakin kedalam, semakin gelap rasanya. Pohon pohon terlalu lebat dan menutupi langit-langit sehingga akses cahaya untuk masuk pun tak ada.
Langkah kaki ku terus maju dan tanpa sadar membawaku ke tempat yang lebih gelap, namun rasanya aku tidak merasa takut sedikitpun. Aku terdiam ditempat dan menatap ke arah depan, sebuah pemandangan yang tidak pernah aku temukan selama sembilan tahun hidup di tempat ini.
Tempat yang aku pijaki ini gelap, tapi juga terang. Hari yang sebetulnya pagi, terlihat seperti malam karena pemandangan di depanku. Kunang-kunang bertebaran dan mengelilingi tempat ini.
Aku terpana, terdiam dan membeku di tempat. Lalu tanpa aku sadari, kakiku melangkah dan menempatkan diri di tengah-tengah kumpulan kunang-kunang itu.Aku merasa aneh.
Pikiranku terasa kosong dalam sekejap, dadaku juga sesak dan mataku memanas. Tiba-tiba pula aku tidak bisa merasakan emosi di dalam diriku, pandanganku kosong menatap hamparan kunang-kunang. Lalu setetes air mataku mengalir. Nafasku semakin memberat. Aku mulai membayangkan hal-hal buruk mengingat bahwa aku kini sendirian. Membayangkan aku akan mati di sini sendirian tanpa ada yang mengetahui, aku akan mati nanti karena kelaparan. Aku tidak bisa memasak, aku jujur tentang hal memalukan seperti itu.
Berdiri di sini, entah kenapa membuatku semakin merasa kesepian....
_______
BRUK!!
Hah... hah..
Aku berlari kencang tanpa menoleh ke belakang, mengabaikan rasa sakit di lututku dan terus melaju ke depan. Keringatku bercucuran bercampur dengan air mata ku. Takut, panik, putus asa, semua bercampur menjadi satu. Tau apa yang terjadi?
Setelah beberapa lama aku berdiri di tempat kunang-kunang bertebaran, tiba-tiba ada yang mencekik leherku dari belakang. Aku tidak tau pasti siapa orang itu, sebab dia memakai sebuah topeng... Dan pin beruang tanduk di jubahnya?
Badanku tiba-tiba merinding hebat. Aku tau gambar pin itu, itu adalah lambang kebangsaan negara Ozark, negara yang menyerang Seraphine.
"Ah... Di sini ternyata putri permaisuri itu..."
Tubuhku menegang seketika ketika pria itu mengucapkan satu kalimat tersebut. Badanku merinding. Lalu dengan sepenuh keberanian ku, aku menendang kakinya kencang hingga dia terjatuh dan langsung melarikan diri, hingga sekarang aku pun belum lepas dari kejarannya. Pria itu membawa kunai dan sebuah pedang. Sedari tadi, dia tidak berhenti melemparkan kunai nya yang entah ada berapa banyak. Aku berhasil menghindari nya walaupun ada beberapa yang menggores bahuku.
Jrep!! Sring!!
"Akhh!"
Aku terjatuh. Kakiku mati rasa dan bahuku terasa berdenyut karena tertancap kunai orang itu. Aku berteriak kencang dan meraung kencang melihat keadaan kaki ku, rasa sakit dan perih yang awalnya hanya terasa di kaki kini mulai menjalar ke seluruh tubuh. Aku menangis dan berteriak kencang. Karena sesakit ini rasanya ketika kehilangan kedua kaki.
Kaki ku terpotong.
"Sudah lelah, tuan putri? Hahaha!" Pria itu tertawa kencang di hadapanku, lalu dia mengangkat pedangnya dan menatapku tajam. "Nikmati kematian dirimu dan kekaisaran mu!"
Lalu sedetik kemudian, pedang itu melayang dan kepalaku pun terlepas.
Tujuh detik...
Tujuh detik aku sebelum aku menutup mata, dan pikiranku pun membayangkan, apa Nora juga mati di bunuh oleh orang ini?
______
KAMU SEDANG MEMBACA
Seraphine Castle
FantasyRhea, hiduplah dengan apa yang ada padamu saat ini... Tunggulah hingga mereka menjemputmu, lalu pulanglah dengan selamat.