Aku tidak tau, pikiranku berhenti. Aku mati rasa di sekujur tubuhku, kesadaran ku mulai hilang dan mataku perlahan menutup sebelum akhirnya setetes air mata mengalir dari kedua mataku. Semuanya gelap, indra pendengaran dan peraba ku tak terasa.
Akankah segalanya berakhir di sini? Di detik ini? Aku dan Nora... Kami berdua hidup bagai terasingkan. Tidak seorangpun yang menjamah kami berdua kecuali diri kami sendiri. Tidak ada yang melindungi, tidak ada yang menjenguk, tidak ada yang bertimpa salam dengan kami berdua. Akankah segalanya runtuh? Hancur? Seraphine... Apakah itu benar-benar hancur?
"Tuan putri?"
Hah?
"Tuan putri, bangun!"
Nora?
"TUAN PUTRI!"
Apa?
Aku membuka mataku lebar-lebar, tiba-tiba aku merasa tubuhku panas dan basah. Bukan, ini bukan bak mandi, ini keringatku.
Mataku bergetar hebat, aku memandang kedua tanganku dengan perasaan gundah. Ah sepertinya mataku terasa bengkak? Lalu aku meraba leherku, Leher yang terasa terbebas beberapa waktu lalu. Aku menoleh ke samping dan ku dapati Nora tengah menatapku khawatirkan, dia menangis hingga matanya memerah. "Nora?" Aku bergumam lirih.
Tiba-tiba aku dikejutkan dengan Nora yang tiba-tiba memelukku erat, dia menjepit tubuhku di pelukannya. Dia menangis dan mengusap rambutku berkali-kali. Sungguh, aku masih bingung, apakah apa yang aku lalui tadi hanya mimpi?
"Apa yang terjadi?" Aku bertanya di sela-sela tangisan Nora.
Nora melepaskan pelukan dan menatapku dengan mata basahnya, "Saya melihat tuan putri pingsan di tengah hutan saat saya sedang mencari kayu bakar, apalagi tuan putri sampai terluka di lutut. Maafkan saya karena sudah meninggalkan tuan putri,"
Pingsan?
Ah, sepertinya itu memang hanya mimpi.
Aku menatap Nora lega dan tersenyum, "Aku minta maaf juga sudah merepotkan mu. Harusnya aku tetap di kastil," Ucapku kemudian, lalu aku sempat berpikir sejenak. "Bagaimana kamu membawaku ke sini?"
Nora mengerjapkan mata lalu menjawab, "Saya menggendong tuan putri di punggung saya,"
"Lalu kayu bakar nya?"
"Saya tinggal dulu di tengah hutan," Nora menggaruk kening nya yang sepertinya tidak gatal. Sedangkan aku menganga, dia sanggup menggendong ku? Kalau di pikir-pikir, Nora bahkan kuat membawa kayu bakar sebanyak itu, pasti tidak beratkan jika menggendong ku.
"Kamu mau mengambil kayu nya kan? Aku akan ikut!"
"Apa?! Tidak perlu, tuan putri istirahat saja di kastil!" Nora menolak, bahkan raut wajahnya tampak khawatir. Mungkin dia takut aku terluka lagi?
Aku mengabaikan nya dan turun dari kasur, lalu mengikat rambut ku tinggi-tinggi. "Tidak apa-apa, aku mau membantumu!" Aku meraih tangan Nora lalu menariknya pelan keluar dari kastil, "Ayo kita mulai melangkah!"
///
Aku tidak pernah lupa dengan mimpiku, semua terasa nyata dan rasa sakitnya pun juga. Ah, mengingat itu aku jadi merasa merinding. Takut-takut jika aku terus berjalan dan sampai ketempat gelap penuh kunang-kunang yang semalam ada di mimpi ku. Tapi apakah itu benar adanya?
Aku menatap Nora yang berjalan di samping ku, dia sedikit lebih tinggi dariku sehingga aku harus mendongak bila ingin bicara padanya. "Nora." Aku memanggilnya pelan.
Nora menoleh padaku, aku pun melanjutkan pertanyaan ku. "Apa di hutan ini ada tempat gelap yang ada kunang-kunang nya?" Nora tampak mengernyitkan dahinya dalam, dia berpikir sejenak.
"Di hutan ini tidak ada satupun hewan maupun serangga yang hidup, tuan putri. Saya sudah menyusuri hutan ini selama sembilan tahun, memang tempat gelap itu ada, tapi untuk kunang-kunang itu tidak ada." Jawab Nora.
Aku terdiam sekejap, kalau di pikir-pikir benar juga ucapan Nora. Semalam adalah mimpi, karena buktinya aku masih hidup sampai sekarang. Tapi bukankah yang semalam termasuk dalam mimpi buruk? Apakah ada sebuah pertanda yang akan datang?
Langkahku berhenti saat Nora membungkuk dan mengambil seikat kayu yang lumayan banyak. Ah, ternyata tempat ini adalah tempat saat aku jatuh dan terhantuk batu. Mungkin aku pingsan di sini setelah jatuh, dan sisa nya adalah mimpi semata.
Aku mendekat ke arah Nora dan mengambil beberapa kayu lagi, "Aku bawa yang ini ya?"
Nora menoleh padaku dan sedikit terkejut, "Tuan putri, biar saya saja yang bawa!"
Aku menolak, "Tidak, aku ingin membantumu! Percaya padaku, ya?"
Hingga akhirnya Nora pasrah dan membiarkanku membawa beberapa kayu yang tersisa itu. Perjalanan pulang ke kasti tidak se-lama saat pergi. Setelah semuanya beres aku langsung pergi ke perpustakaan dan mengambil beberapa buku. Itu rutinitas ku setiap hari, monoton dan tidak berwarna sekali kan? Memangnya apa yang bisa aku lakukan di tempat ini?
Langkah kakiku membawaku keluar kastil, tidak jauh dari bangunan ada sebuah ayunan kecil yang menggantung di pepohonan. Dulu saat pertama kali datang ke sini, aku selalu bermain di ayunan itu bersama Nora. Yah, setidaknya aku punya kenangan kecil walau tak seindah saat di istana dulu. Bahkan aku sudah lupa samar-samar bentuk istana. Pasti sudah berubah kan? Apalagi pastinya banyak bangunan yang hancur karena penjajahan itu.
Aku duduk diatas ayunan dan mengayunkan nya dengan pelan pelan. Angin berhembus lirih hingga menerbangkan beberapa helai rambut ku sampai menggelitik wajahku. Aku suka dengan kesejukan ini, di sini hijau dan rimbun, hawanya sejuk.
"Tuan putri?"
Aku terjingkat kaget saat melihat Nora membawakan sepiring macaron dan teh hangat. Dia lalu duduk di rerumputan di bawahku dan meletakkan nampan camilan di atas kain yang memang sudah dia bawa. Tenang saja, rumput nya bersih. Aku langsung beranjak dan ikut duduk di sampingnya.
"Nora, apa ada informan yang datang menemui mu lagi?" Aku memakan satu suap macaron dan bertanya.
Nora menatapku dan menggeleng, "Tidak... Sepertinya ada sesuatu masalah, tuan putri ingin tau tentang apa memangnya?"
Aku terdiam dan menatap ke arah hamparan hutan, "Tidak ada, aku hanya heran kenapa tidak ada yang menanyakan keadaanku dan kamu."
Nora menatapku dengan pandangan yang tak bisa di artikan, dia tersenyum kecil sebelum berkata, "Ada sebuah surat kecil saat saya menemukan persediaan makanan di luar pintu kastil. Tuan putri mau tau apa isinya?"
Aku dengan cepat menoleh padanya dengan mata melebar, tiba-tiba aku jadi penasaran dan bersemangat. Aku mengangguk kencang, lalu Nora mengeluarkan sebuah kertas kecil dari sakunya dan memberikannya kepada ku. Aku membuka kertas itu dan satu kalimat tertulis di sana.
"Putra mahkota Davichi telah di angkat menjadi kaisar."
_______
Ilustrasi dari pinterest
KAMU SEDANG MEMBACA
Seraphine Castle
FantasyRhea, hiduplah dengan apa yang ada padamu saat ini... Tunggulah hingga mereka menjemputmu, lalu pulanglah dengan selamat.