1. Manusia, Pencapaian dan Kegagalan

80 12 4
                                    

Suara tepuk tangan mengema di seisi Aula, hampir semua orang berdiri dengan senyuman. Menyambut para juara olimpiade tingkat sekolah menegah atas se-jabodetabek. Senyum cerah menyita perhatian berhasil ditunjukkan para juara, memegang piala sekaligus kebanggaan mewakili sekolah hingga ketitik ini adalah suatu pencapaian yang luar biasa.

Kecuali satu orang, pemuda bermata hazel dengan bibir sedikit pucat menoleh ke lantai dua. Tatapannya menelisik setiap orang yang berseragam sama dengannya. Mereka bertepuk tangan tapi tidak memberikan senyuman. Ada sesuatu yang menahan bibir mereka naik keatas walau hanya sedikit saja.

"Ternyata rumor tentang sekolah lo bener ya." Gadis pemegang piala dengan tulisan Juara pertama berbisik membuat sang empu terusik. "Mereka sombong dan egois, nggak bisa melihat kekalahan." Senyum miris terlihat, menatap wajah sekolah pesaingnya tidak ramah sama sekali.

Gadis itu menoleh, tersenyum tipis membaca nametag lawannya kali ini. "Meskipun gue nggak bisa ketemu saingan terberat gue hari ini, tapi gue seneng bisa bertemu kembarannya disini." Rambut sebahunya sedikit jatuh kala kepalanya dimiringkan kekiri. "Salam kenal Davinsein Arbenio."

Davin ikut menoleh, tidak marah tapi justru membalas senyuman Gadis yang berdiri disampingnya. "Senang bertemu lo juga, Biana Isabell."

Biana kembali fokus kedepan, sedikit mengangkat piala ditangannya untuk membuat riuh tepuk tangan dari teman sekolahnya. "Lo keren bisa ketitik ini," puji Biana membuat gengaman Davin menguat diujung piala.

"Tapi nggak sekeren lo," batin Davin menunduk, merasa bersalah atas gelar runner up yang ia dapatkan. Seharusnya dia bisa juara pertama, seharusnya ia tidak mencoreng nama sekolah, seharusnya ia bisa berusaha lebih keras.

"Baiklah dengan berakhirnya sesi foto kali ini, maka berakhir pula acara kita hari ini. Terima kasih semuanya dan sekali lagi selamat untuk para juara."

Riuh tepuk tangan kembali terdengar mengalun keudara, bersamaan dengan para juri yang perlahan meninggalkan acara diikuti para penonton dan peserta. Acara yang dilaksanakan di SMA Cendrawasih membuat para siswa sekolah itu berhamburan kebelakang panggung untuk memberi selamat karena hampir seluruh olimpiade disapu bersih sebagai juara pertama.

"Vin, aku pulang dulu ya." Biana berpamitan saat bertemu Davin dibelakang panggung, senyuman tipis kembali Davin perlihatkan. Gadis cantik yang nyaris sempurna, ternyata sangat ramah meski mereka baru pertama kali bertemu.

"Titip salam buat Dasha, semoga lekas sembuh."

"Iya." Davin mengangguk, membalas lambaian tangan murid SMA Nusa Carya itu sampai menghilang dari pandangannya.

"Lo nggak ngalah karena dia cantik kan?"

Pertanyaan dari salah satu peserta membuat Davin menoleh, tatapan kecewa dari teman seperjuangannya berhasil membuat Davin merasa bersalah. Piala juara pertama olimpiade kimia yang dipegang Difo, membuat gengaman Davin semakin mengerat di ujung piala yang berhasil ia raih dari cabang biologi.

"Runner up? Lo tau kan artinya apa?" Suara lantang Difo berhasil menarik beberapa orang dibelakang panggung, siswa sekolah lain yang mendengar memilih buru-buru pergi detik itu juga, meski penasaran mereka memilih pergi karena beberapa tatapan tidak mengenak'kan yang ditunjukkan para siswa cendrawasih.

"Untuk pertama kalinya SMA Cendrawasih gagal jadi perwakilan olimpiade Biologi. Lo berhasil hancurin rekor 7 tahun berturut-turut kita."

Difo mengedarkan pandangannya, beberapa perwakilan dari cabang lain ikut mendekat dengan piala juara pertama yang mereka pegang. "Lo liat kita dong, kita semua menang cuman lo yang enggak. Lo belajar nggak sih, Vin?"

Vestigia Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang