The Cold Mist Surrounds You

70 11 3
                                    

Bersamaan dengan air yang keluar dari hidung dan mulutnya, Ningning merasakan perih yang teramat sangat di hidung dan tenggorokannya. Rasa-rasanya, dia seperti baru saja bebas dari kejaran malaikat maut walau nyatanya hal itu pernah ia lakukan.

Masih dengan mata yang mengejap, Ningning beralih duduk. Rasa panas di dadanya mulai memudar. Matanya membola. Dia kebingungan. Apa yang baru saja terjadi padanya?

Ketika matanya bergulir, Ningning dapat melihat Chenle duduk di dekat kakinya dengan raut datarnya seperti biasa. Namun di sudut matanya tercetak bekas air yang tipis. Ada cahaya lain terpancar pada kedua mata sipit itu. Seperti kesedihan, kekhawatiran. Tidak bisa didefinisikan. Mengingat semua kelakuan lelaki itu sejauh mereka bertemu, Ningning belum berani menarik kesimpulan apa-apa.

Jay duduk di samping sebelah perutnya. Wajahnya begitu terluka. Juga ketakutan.

Tadi sebelum matanya terbuka sempurna, Ningning mampu merasakan tangan Jay bertengger di dadanya. Menekan-nekan dadanya kuat dengan irama teratur.

Entah dorongan dari mana, Ningning spontan melingkarkan tangannya pada leher Jay yang terbuka. Mendekap lelaki itu begitu kuat. Tidak peduli jika Jay sama sekali tidak membalas pelukannya.

Perasaannya benar-benar campur aduk. Seluruh ingatan itu bertubi-tubi menghujam kepalanya.

Berapa lama Ningning melupakan segalanya?

Ningning belum mampu mencerna segalanya dengan baik. Dalam pelukan itu, badannya sedikit bergetar. Matanya memanas, tapi dia tidak bisa menangis. Debaran jantungnya menghalangi. Seperti berpacu pada adrenalin rasa takut dan terkejut.

Di sisi lain, Jay mulai tersadar dari lamunannya. Bersamaan dengan tangan Ningning yang mengendur hendak melepaskan pelukan mereka, Jay justru kembali mengeratkannya. Membawa Ningning kembali dalam dekapan. Membiarkan air di tubuh, rambut, dan pakaian Ningning tersalurkan padanya.

Matanya terpejam erat. Jay dapat menghirup aroma air di leher Ningning. Memasuki rongga hidungnya. Hampir membuatnya tidak mampu bernapas.

Tapi semua itu tidak sebanding dengan ketakutan yang tadi sempat dia rasakan.

"Kupikir aku akan kehilanganmu lagi."

Mata Ningning terbuka. Dia melirik Jay, meskipun hanya helaian rambut yang bisa dia lihat.

"Apakah manusia bisa mati dua kali?"

Jay menggeleng. "Aku tidak tahu."

Pelukan mereka mengendur. Ningning tersenyum di antara tatapan mata yang dalam. Sebuah kelucuan melihat ketakutan terpampang jelas dalam setiap raut dan gerak Jay.

"Aku baik-baik saja."

"Aku tidak ingin kamu kenapa-napa."

"Aku tidak berjanji."

Tatapan Ningning yang berpindah berhasil membungkam bibir Jay sebelum bilah tipis itu melontarkan protes. Kini Ningning menatap lemah Chenle. Lelaki itu masih berada di posisi awalnya. Diam tak bergerak maupun bersuara.

"Sudut matamu basah." Ningning menunjuk menggunakan dagunya.

Mendengar itu, Chenle buru-buru mengusap sudut matanya dengan lengan pakaiannya yang kering.

"Aku tidak menangis."

Ningning terkekeh. "Aku tidak bilang kau menangis."

Chenle terkejut. Menyadari sesuatu.

"Urus saja dirimu sendiri." Dia buru-buru berdiri. Berbalik meninggalkan Jay dan Ningning berdua di sana.

Ningning berwajah kecut. "Lelaki yang sensitif."

Illusion || JayNingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang