Bab 4. Taruhan

21 3 0
                                    

.
.
.
"Sha, aku duluan yah! Bye." Mela pergi meninggalkan Asha seorang diri.

Saat Asha membalikkan badannya, hendak pergi keluar ruangan tersebut, tiba-tiba Malvin sudah berada tepat di depan dengan senyum khasnya.

"Sha, gimana aku maen tadi? Keren, kan?" ucapnya penuh bangga.

"Iya, keren, Vin! bolanya pun ikut salting, sampe gak masuk ring." Asha terkekeh.

Kemudian mereka pun tertawa bersama.
Sepanjang jalan menuju kelas, canda ria penuh gelak tawa tak pernah luntur dari kedua insan itu.

Setelah selesai pertandingan, Ara dan Dave menuju kelasnya. Saat ini sedang jam kosong, kerana ada jadwal rapat bulanan, kegiatan belajar mengajar cuma sampai jam istirahat saja, murid dibebaskan untuk pulang atau menetap di sekolah sampai bel pulang berbunyi.

Baru sampai depan kelas.

"Ra, aku ke ruang osis, ya."

"Hmm iya."

"Oke, kalau mau pulang jangan lupa kasih tau."

"Hmm," Ucap Ara.

Dave langsung pergi ke ruang OSIS untuk menyusul temannya.

"Arabella," sapa Nadia.

"Iya," ucap Ara karena masih fokus melihat ponselnya

"Boleh aku meminta nomor ponselmu?"

"Untuk?"

"Berteman, kan, sekarang kita sebangku dan sekelas, maka tidak ada salahnya kan?" Ucap Nadia, dan membuat Ara bingung haruskah?

"Sini," ucap Ara sambil meminta ponsel Nadia untuk memasukan nomornya.

"Terima kasih, Ara."

"Hmm," gumam Ara, dan Nadia pun pamit pulang lebih dulu.
***

"Udah gue bilang, kalo lo gak akan menang taruhan ini, karena gue yang menang, jadi Brichia buat gue."

"Ck! Jangan seneng dulu lo! Gue bakal rebut Brichia."

"Lho, kesepakatannya kan gak kayak gitu," protes seseorang.

"Suka-suka gue."

Terdengar suara langkah kaki semakin dekat, membuat cewek yang sedang menguping tampak bersembunyi. Setelah orang itu pergi, cewek itu kembali mengintip.

"Apa gue bilang, jangan lakuin hal bodoh, Ren. Sean itu gak bisa dipercaya," Ujar Bryan.

"Emang dasar Sean banci," celetuk Malvin.

Gadis yang menguping itu adalah Brichia. Dari raut wajahnya, gadis itu terlihat emosi. Bagaimana tidak, saat itu dia baru mengetahui fakta bahwa dirinya menjadi bahan taruhan antara Darren dan Sean.

"Brengsek! Bisa-bisanya buaya kayak mereka jadiin gue sebagai taruhan. Gue bakal buat perhitungan, Darren Tylander!!"

Dengan emosi yang menggebu-gebu, cewek itu kembali ke dalam kelas dan menendang kursinya, membuat semua murid menoleh kaget kearahnya.

"Huhhhhhh, dimsum gue..." Rengek Cantika.

Caca refleks menenangkan Cantika, dimsum yang dipegangnya terjatuh karena ia terkejut dengan kedatangan Brichia.

"Lo kenapa sih, Chi, emosi gitu? Ada yang buat masalah?"

"Darren! Cowok brengsek itu berani jadiin gue bahan taruhan."

"Hah?" Kompak Caca dan Cantika.

Brichia lalu menceritakan apa saja yang sudah didengarnya.

"Terus apa yang mau lo lakuin?" Tanya Caca.

SONDER Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang