Bab 12. Perhatian

10 3 0
                                    


"Hhh..aku benci pelajaran sejarah." Rara menghela nafas panjang saat jam pelajaran telah usai, kepalanya ia tumpu menggunakan lengannya menghadap ke arah Asha yang sibuk memasukkan buku-buku ke dalam tas.

"Aku benci matematika," sahut Asha. Yang di mana keduanya saling bertolak belakang.

Rara mempoutkan bibir dengan memainkan jemarinya mendengar penuturan teman sebangkunya itu, yang di mana satu kelas juga tau jika Rara memang handal soal pelajaran matematika sedangkan Asha handal dalam pelajaran sejarah.

"Rara ayo, mau ditekuk sampai kapan itu muka," ucap Asha yang sudah bersiap keluar kelas. Rara dengen lesu memasukan bukunya di bantu Asha, ia tahu jika Rara sedang tidak mood efek dari kedatangan bulan.

"Rara kenapa, Sha?" Ucap Malvin yang baru saja menghampiri mereka di koridor. Asha pun menjelaskan apa di balik sakitnya Rara, mendengar hal itu Malvin yang tidak mengerti hanya ber oh ria. Sesampainya di gerbang sekolah, Rara pergi duluan meninggalkan Asha dan Malvin.

Mang Wawan menghubungi Asha jika dirinya tidak bisa menjemput karena harus mengantarkan Vina membeli keperluan melukisnya, bicara soal melukis sudah lama Asha tidak mengembangkan bakat yang di turunkan dari Ibunya itu.

Malvin yang akhirnya mengantarkan Asha pulang kerumah, sesampainya di rumah Asha segera berganti pakaian menggunakan pakaian santai kaos oblong dan celana pendek di atas lutut, ia membaringkan tubuhnya membalas pesan dari Malvin yang baru saja tiba dikediamannya.

"Kehidupan Malvin memang tidak jauh berbeda dengan kehidupan Asha yang jauh dari kasih sayang orang tua, beruntungnya Asha masih mempunyai Ibu yang menyayanginya. Asha bisa merasakan perasaan Malvin yang kesepian, di mana setiap pulang, rumahnya itu sepi tanpa penghuni, hanya dia dan pembantunya yang tinggal di sana. Orang tua nya jarang sekali pulang, mereka sibuk dengan karirnya masing-masing."

Sementara itu, Ara yang berada di kelasnya, sekarang sedang bergegas membereskan buku-bukunya dan ia akan ke ruang pendaftaran Basket.

[Gue tunggu diparkiran]

[Aku mau daftar basket dulu]

[Lo mau main basket? Hahaha yang benar aja? Emang bisa?]

Sadar dengan ketikannya, Bram langsung mengunsend pesan nya, tetapi Ara sudah terlanjur membacanya karena dia masih stay di room chatnya.

[Gue aja yang daftarin nanti, sekarang cepat ke sini]

[Gak papa, pulang saja]

[Lo tuh susah banget kalau dikasih tau. Kaki lo masih sakit ya, Arabella, dan ruangan basket jauh. Lo ke sini dan urusan basket biar gue yang daftarin]

Ara yang mendapat pesan seperti itu sedikit tersenyum.

"Ra, aku gak bisa nganter kamu pulang, ada janji mau nemenin si Nathan," ucap Dave yang datang menghampiri Ara.

"Iya gak papa, Dav."

"Iya sudah, aku keruangan OSIS ya. Kamu hati-hati, kalo ada apa-apa kabarin. "

"Oke."

Saat Ara sedang di koridor, ponselnya pun bergetar.

"Lo di mana sih? Lama banget"

"Ini di koridor, kalo gitu pulang duluan aja."

Tanpa menjawab, Bram langsung mematikan panggilannya sepihak yang membuat Ara menghela nafasnya dengan sikap Bram, tapi Ara hanya bisa diam, dia tak bisa berbuat apa-apa jika bersama Bram, yang membuatnya bingung sendiri.

SONDER Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang