06: The Bad News

4 1 0
                                    

Pagi itu masih terlalu dini untuk para pengawal mengeluh. Cuaca masih cerah dan udara yang terhirup belum tercampur dengan polusi. Namun, suasana tenteram itu harus terkontaminasi dengan semburat-semburat amarah yang siap meledak. Para penduduk Toka berbondong-bondong melakukan demo di pusat. Kapasitas berisi puluhan ribu orang itu berdampak pada pemblokiran akses lalu lintas utama. Berbagai umpatan keluar dari mulut para pekerja yang terhambat perjalanannya. Maru dan Hayato berlari ke sana kemari, kewalahan karena segelintir ulah tak bertuan. Gedung kantei tak kalah sesak, atmosfernya bahkan terbilang lebih parah dari suasana demo yang terjadi di pusat. Semua orang kocar-kacir dalam menopang tanggung jawab masing-masing.

"Blokir semua situs yang memberitakan hal itu!" perintah sang perdana menteri dengan langkah tergesa-gesa bercampur cemas. Perintah itu langsung dijalankan oleh para kakitangannya.

Gedung kantei dipenuhi oleh beragam kesibukan yang melelahkan raga. Semua pengawal berjuang keras untuk menggali informasi melalui perangkat canggih buatan pemerintah. Masih belum juga menemukan dalang di balik situs yang menyiarkan misi rahasia mereka. Situs itu bahkan mengunggah beberapa foto belahan batu permata biru beserta dokumen-dokumen hasil penelitian yang bersifat rahasia. Jelas sekali bahwa hal ini hanya bisa dilakukan oleh salah satu dari mereka yang mengetahui keseluruhan misi rahasia tersebut. Namun, keberadaan teknologi justru menjelma bagai pedang bermata dua. Dengan tingkat kecanggihannya sekarang, semua orang mampu melakukan kejahatan apa pun dengan sangat rapi dan teliti.

"Siapa kau? Dasar sialan, beraninya!" Sang perdana menteri terus mengumpat, sesekali juga tampak menelepon sambil mengusap wajahnya yang frustrasi.

Hitoshi yang tak lagi menjabat sebagai pengawal juga turut menyaksikan kegaduhan Toka dari televisinya. Ia lalu mengeluarkan belahan permata biru dari lemari pakaian. Iris matanya tertuju pada Nozushi yang sudah terlelap di kasur. Entah siapa gadis kecil itu sebenarnya dan entah apa fungsi batu permata itu. Hitoshi menatap kedua entitas itu secara bersamaan. Identitas Nozushi masih menjadi misteri tersendiri baginya.

***

Maraknya situs berita yang menyinggung keberadaan sihir telah berlangsung selama satu pekan. Situs-situs itu terus bermunculan entah dari mana dan entah dari siapa. Para media sampai turun tangan untuk meliput langsung berita yang menjadi headline populer akhir-akhir ini. Seiringan dengan itu, kabar orang hilang juga turut beredar hingga menambah keresahan di sekitar penduduk. Kedua headline berita itu terus merajai tagar media sosial dengan segenap asumsi dari masyarakat.

Kau dan Nozushi baik-baik saja, 'kan? Suara Rikumi terdengar cemas dari seberang telepon.

"Kami baik-baik saja, kau tak perlu cemas!" balas Hitoshi menenangkan.

Kau tahu, 'kan? Akhir-akhir ini kabar orang hilang terus bertambah dan paling banyak terjadi di Fukuosha. Aku tidak bisa berhenti mencemaskan kalian, terang Rikumi, mengungkap alasan di balik kecemasannya. Hitoshi-kun, panggil Rikumi di seberang sana, intonasinya terdengar serius. Walaupun semua kekacauan ini ada kaitannya dengan Nozushi, tetapi jangan pernah menyalahkannya. Mengerti? sambungnya yang lantas menutup percakapan dua arah tersebut.

Hitoshi mengembuskan napas berat. Rikumi seolah-olah membaca seluruh gerak-geriknya dari jauh. Ia runtuh dihantam realitas yang teramat pahit. Menangis sesenggukan sembari meneguk beberapa gelas sake. Di meja makan tempatnya merayakan kesedihan, terdapat segelas susu cokelat juga. Sudah menjadi rutinitasnya setiap malam untuk membuatkan Nozushi segelas susu. Namun, susu itu belum juga sampai ke pemiliknya.

"Paman, kau menangis?" Nozushi mengintip dari balik tirai dapur lantaran susu cokelat yang menjadi pengantar tidurnya belum juga datang. Hitoshi yang kaget buru-buru melenyapkan air matanya. Ia lalu merentangkan tangan sambil tersenyum. Nozushi yang melihat itu lekas berlari ke dalam pelukannya.

"Paman, apa aku membuat kesalahan?" tanya gadis kecil itu lagi. Ini pertama kalinya Nozushi mendapati pria yang membesarkannya sedang menangis, setelah bertahun-tahun selalu menyematkan senyum hangat. Sejak kepindahan mereka ke Fukuosha, pamannya lebih banyak termenung. Rasa cemas mendorongnya untuk memeluk pria itu lebih erat. Mata Hitoshi seketika terpejam, membiarkan rasa damai dari dekapan putrinya memenuhi sukma.

"Susu ini punyaku, 'kan?" tanya Nozushi yang perlahan melepas pelukan mereka. Segelas susu cokelat yang menjadi alasannya singgah terpatri di atas meja makan. Nozushi hendak menjemputnya, tetapi dengan sigap ditahan oleh Hitoshi.

"Tidak, Nozu-chan! Jangan minum itu!" kata Hitoshi terdengar panik. Ia langsung merebut gelas dari tangan mungil di sana. Membawanya ke arah sink dan menumpahkan seluruh isinya.

Nozushi terlonjak di tempatnya berdiri. "Kenapa dibuang?" tanyanya heran.

"Tadi ada serangga yang masuk. Ayah buatkan yang baru saja, ya?" Hitoshi berkelit gugup, tersirat penyesalan besar di rautnya.

Penyesalan kembali menerpa pria itu ketika bersemuka dengan wajah polos putrinya. Air yang terjun dari keran berhasil membasmi total genangan susu cokelat yang mengeluarkan bau zat kimia, membuat Hitoshi nyaris menitikkan air matanya lagi.

Apa yang sudah kulakukan?

***

Toka masih juga dibelenggu oleh huru-hara kabar burung dari para media. Membuat beberapa agen petinggi negara sampai kewalahan untuk mengatasinya. Keadaan itu juga makin diperburuk oleh campur tangan kelompok yakuza dan para sindikat sejenisnya. Mereka diduga sebagai dalang besar dari hilangnya orang-orang di beberapa kota. Menurut rumor yang beredar, besar kemungkinan bahwa kelompok-kelompok itu juga menginginkan belahan batu permata biru untuk kepentingan pribadi mereka. Itulah mengapa para kelompok yakuza dan kelompok lainnya turut mengikuti rekam jejak batu permata tersebut. Mulai dari tempat pertama kali batu itu ditemukan hingga siapa yang menemukannya. Mereka terus mengorek informasi mengenai keberadaan belahan batu permata biru itu.

"Hei, kenapa media masih meliput beritanya? Cepat suap semua media itu! Dasar tidak becus!"

Hari itu, tak terhitung sudah berapa kali sang perdana menteri Toka mengumpat dan berteriak hingga urat-urat lehernya terpampang. Amarahnya belum juga meredam karena si dalang utama belum juga ditemukan.

"Sialan! Siapa yang mengacaukan ini semua?" umpat pria paruh baya itu.

Tungkainya mondar-mandir dengan wajah suram di depan pintu lab. Tak jauh dari pintu masuk utama, para pengawal menjaga ketat seluruh area. Mereka juga memonitori gerak-gerik setiap ilmuwan di sana, mengingat dari sanalah si dalang penyebar berita itu mendapatkan informasi, mereka tak ingin menyia-nyiakan kesempatan untuk menciduknya.

"Bagaimana?" desak si perdana menteri ketika salah satu ilmuwan keluar dari lab.

"Ini cukup aneh, karena ada beberapa unsur yang mirip dengan kandungan bulan pada batu permatanya."

Kaguya : The Light Between Two DestiniesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang