Semburat cahaya matahari berhasil memasuki celah-celah jendela dapur. Bisingnya ayam yang saling berkokok, sangat melengkapi hari minggu di pagi ini. Cahaya matahari itu dapat menghangatkan tubuh seorang gadis yang tengah memasak. Tangannya bergerak keatas dan kebawah untuk membuat bentuk wortel menjadi terpotong-potong. Hari ini, menu sarapan dikediaman itu adalah sayur sop, yaitu makanan favorit keluarga mereka. Harumnya sangat menggoda para pencium.
"Kak Indah," panggil dari seorang gadis yang umurnya berbeda 3 tahun dengannya.
Gadis yang mempunyai nama itu sangat terkejut. Karena sejak tadi dirinya memasak, ia sedang memikirkan sesuatu didalam benaknya. Pikiran yang membuatnya larut dalam lamunan, namun masih setia memotong-motong sayuran ditangannya. Akibat terkejut, cairan berwarna merah menetes dari jari telunjuknya.
Saat Ashel melihat jari sang kakaknya berdarah, ia membulatkan matanya. Kemudian, dirinya segera menghampiri dan menggenggam jari telunjuknya Indah dengan sangat hati-hati.
"Ayo, duduk dulu kesana. Aku obatin, kak. Darahnya udah banyak banget," ajak Ashel.
"Ini ngga apa-apa, Shel. Dibasuh pakai air juga, udah hilang lukanya," timpal Indah.
"No, ayo duduk disana. Aku ngga nerima penolakan," paksa Ashel sembari menuntun Indah untuk jalan ke ruang tamu.
Mau tidak mau, dirinya harus menuruti perintah adik pertamanya itu. Memang sejak dahulu, adik-adiknya sangat protektif padanya. Jika ada luka sedikit pada tubuhnya, mereka sangat khawatir.
Saat Ashel sedang membawa kotak P3K, turunlah dua gadis remaja yang berbeda 1 tahun itu dari anak tangga. Mereka melihat kakak sulungnya itu sedang duduk di kursi tamu sembari memperhatikan jari telunjuknya. Keduanya bingung, untuk apa Indah memperhatikan jari telunjuknya itu? Kemudian, Marsha dan Kathrina segera menghampiri Indah. Dan betapa terkejutnya, saat mereka melihat ada darah yang terus keluar dari lengan sang kakak.
"Kak! Ini kenapa?" tanya Kathrina.
"Astaga, kenapa bisa luka kayak gini?" tanya Marsha.
"Ini luka sedikit aja, tadi ngga sengaja kegores pisau waktu masak. Lukanya udah mau diobati sama Ashel, dia lagi ambil P3K," jelas Indah dengan lembut.
"Hati-hati, kak. Aku ngga suka liat kakak luka sedikitpun," sahut Marsha.
"Aku juga ngga suka," sambung Kathrina.
Akhirnya, Ashel telah datang dengan kotak P3K ditangannya. Lalu, ia segera mengobati jari kakak sulungnya itu dengan sangat telaten. Dirinya membersihkan luka, memberikan betadine, kemudian ditutup menggunakan plaster.
"Lain kali, kakak harus lebih hati-hati. Tadi kayaknya kakak lagi ngelamun, ya? Padahal aku manggil kakak ngga kenceng, tapi kakak kayak kaget banget. Jangan sampai kayak gini lagi, kak. Apalagi tadi, katanya dibasuh pakai air aja, lukanya udah sembuh. Jangan disepelekan kayak gitu, kak. Ngga baik, loh," terang Ashel.
"Serius tadi Kak Indah ngomong gitu?! Mana bisa cuma dibasuh pakai air aja bisa langsung sembuh!" protes Kathrina.
"Tau, nih. Kak Indah suka gitu. Kakak selalu mementingkan dan peduli sama kita semua, tapi kakak lupa sama diri kakak sendiri. Jangan kayak gini, kak," tambah Marsha.
"Ya ampun, kakak minta maaf. Kakak janji, kakak ngga akan mengulangi hal ini lagi. Jangan dimarahin terus akunya, ya?" sahut Indah.
Dengan wajah mereka yang masih terlihat cemberut, tentu membuat Indah bingung. Apabila sudah seperti ini, entah apa yang harus dilakukan olehnya. Adik-adiknya itu sangat tidak suka melihat kakaknya sedih, sakit, ataupun luka sekecil apapun. Mereka tidak suka, jika ada suatu hal buruk yang menimpa kakak sulungnya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Losing Home
Teen FictionSebuah kisah 4 bersaudari yang sudah tidak bersama lagi dengan kedua orang tuanya, sebab kedua orang tuanya telah meninggal dunia. Sang papa bekerja sebagai TNI Angkatan Laut yang meninggal pada 3 tahun lalu disebabkan tenggelamnya kapal pada saat p...