Bab 5

182 27 7
                                    

Pagi hari ini, suasana saat sarapan pagi tidak ceria seperti biasanya. Mungkin, karena kejadian malam itu yang menyebabkan keempatnya menjadi canggung. Mereka hanya sibuk dengan kegiatannya masing-masing, tanpa menghiraukan satu sama lain. Namun nyatanya, hati merasa sedang resah, sebab mereka belum saling menyapa pada pagi ini. Tidak ada teriakan, tawa, atau pelukan. Mau tak mau, Indah sebagai kakak tertua harus memecahkan keheningan itu.

"Atin, keadaan kamu sudah lebih baik?" tanya Indah sembari menyuapkan makanan pada mulutnya.

"Demamnya udah mulai membaik, kak. Tapi pusingnya masih belum mereda," jawab Kathrina.

"Ngga perlu sekolah dulu, ya? Kakak takut ada apa-apa sama kamu. Secara kamu itu yang paling gampang drop. Kecapean sedikit, kamu bisa drop lagi," pinta Indah.

"Iya, kak Indah. Aku ngga sekolah hari ini," sahut Kathrina.

"Nanti aku yang minta izin ke gurunya," sambung Ashel.

"Makasih, kak."

"Bi Tuti ngga kesini, kak?" tanya Ashel pada kakaknya.

"Harusnya hari ini ada, tapi nanti kakak coba tanya lagi lewat chat," jawab Indah.

"Kalau Bi Tuti ngga ada, berarti Atin sendiri dong dirumah? Sedangkan kita berdua harus sekolah dan kak Indah harus kuliah," ujar Marsha.

"Ngga apa-apa kok kalau aku sendiri disini. Lagipula aku juga pernah sendiri dirumah ini, kan? Waktu itu, kalian lagi sibuk sama urusannya masing-masing. So, jangan khawatir!" jelas Kathrina.

Mata Indah, Ashel, dan Marsha saling menatap satu sama lain, seolah mereka sedang berbicara melalui tatapan itu. Mereka khawatir jika Kathrina harus sendiri, karena mereka yakin, kedua orang tua kandungnya tidak akan berhenti untuk mengambil alih Kathrina dari kehidupan mereka. Ketakutan, kekhawatiran, dan kebingungan adalah perasaan mereka pada saat ini.

"Kok pada diem lagi?" bingung Kathrina.

Tok tok tok

Pintu rumah terketuk. Yang pada awalnya keempat kakak beradik itu sedang sibuk bercengkrama sembari sarapan pagi, kini terkejut dengan ketukan pintu. Ashel pun dengan sigap berjalan pada pintu masuk rumah mereka, lalu ia membuka pintunya. Sosok yang hadir itu adalah Bi Tuti, pekerja yang sudah menginjak 5 tahun bersama dengan keluarga kecil ini. Tidak setiap hari dia datang ke rumah, hanya pada saat dibutuhkan saja.

"Bi Tuti yang dateng!" seru Ashel dengan bahagia.

Sontak Indah bernapas lega, "bibi, hari ini Atin ngga akan sekolah, karena lagi demam. Nanti waktu siang, minta tolong kasih obat, ya. Kalau demamnya muncul lagi, dikompres aja lagi," perintahnya.

"Iya, siap, non."

"Ohh, iya, bi. Jangan lupa juga rumah harus di kunci rapat-rapat, ya. Jangan sampai ada yang dibiarkan terbuka satupun. Kalau ada tamu yang ngga dikenal, bibi harus bilang dulu ke kita," ujar Ashel.

"Atin, kamu diam dirumah dan jangan kemana-mana. Kalau memang mau keluar, harus konfirmasi dulu ke kakak," seru Indah pada Kathrina.

"Kok kalian kayak posesif banget? Memang biasanya juga posesif sih, tapi ini lebih posesif lagi dari biasanya," heran Kathrina.

"Ah, ngga, lah. Perasaan kamu aja itu," timpal Ashel dengan cepat.

"Udah, ini takut kesiangan. Ayo berangkat," ajak Marsha.

"Bi, jangan lupa pesan-pesan kita, ya!" seru Ashel.

"Aman, non!" sahut Bi Tuti.

Indah, Ashel, dan Marsha bergegas menaiki kendaraan beroda 4 yang telah terpampang didepan gerbang. Mereka melambaikan tangannya pada Kathrina dan Bi Tuti yang berada di pintu rumah. Mobil itu melaju dengan kecepatan yang sedang.

Losing HomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang