Lima

115 10 0
                                    

Raksa melirik ponselnya yang sejak tadi berteriak meminta perhatian.

Sejujurnya yang mengemis perhatiannya bukan ponselnya. Melainkan seseorang yang sejak tadi memanggilnya melalui telepon. Ntah sudah berapa kali panggilan itu masuk pada hari ini.

Tak ada satupun panggilan dari seseorang tersebut yang dirinya terima. Seluruh panggilan sengaja Raksa abaikan. Sumpah, ia takut goyah. Khawatir jika rasa cinta yang dirinya miliki akan kembali membuatnya menerima wanita itu lagi.

Padahal jelas wanita itu sudah tak pantas lagi mendapatkan maaf darinya. Setelah apa yang wanita itu lakukan kepadanya. Meski sempat tak peduli. Rupanya rasa yang dirinya miliki masih merajai hati.

"Mau ngapain lagi sih, Ka?" Raksa menghela lelah. Berbicara pada dirinya sendiri sembari menatap layar ponselnya yang masih menyala. Menatap sendu layar ponsel yang menampilkan fotonya dan Inka. Ia belum sempat mengganti layar kunci ponselnya.

Mengacak rambutnya frustasi. Tiga hari sudah Raksa mengabaikan panggilan wanita itu. Pesan yang Inka kirim hanya sekilas dirinya baca. Tak satupun ada yang dibalas.

Raksa memutar kursinya. Menatap dinding kaca yang memperlihatkan keadaan luar. Ntah itu langit sore atau gedung-gedung bertingkat lain.

Menghempaskan kepala pada sandaran kursi hingga kursi yang dirinya duduki sedikit bergoyang ke belakang.

"Kamu yang mulai, Ka. Kamu yang tega selingkuhi aku." Raksa memejamkan kedua matanya.

Hubungan yang telah mereka bangun selama tiga tahun ini hancur berantakan. Padahal Raksa sudah bersiap membangun masa depan untuk Inka. Selama ini ia selalu menjaga kekasihnya sebaik mungkin. Ntah itu menjaga keselamatan atau kehormatan.

Namun, kekasihnya justru lebih senang dimainkan.

Sekilas terbesit perasaan menyesal. Susah payah menahan diri agar tak menyakiti harga diri kekasihnya. Raksa justru dikhianati.

Brengsek.

"Kalau tahu kamu maunya gitu. Kenapa nggak melakukan sama aku aja sih, Ka? Kenapa harus sama orang lain." Raksa membuka kedua matanya perlahan. Menatap langit-langit ruang kerjanya.

Berulang kali notifikasi pesan berbunyi. Rupanya Inka masih belum menyerah. Setelah Raksa mengabaikan panggilan, kini wanita itu mengirim pesan spam ke ponselnya.

Menghela napas kasar. Raksa meraih ponselnya. Membaca sederet pesan terakhir yang baru saja masuk ke ponselnya. Kedua matanya sontak membelalak.

Raksa, aku di kantor kamu. Aku nggak akan pulang sampai kamu keluar dan temui aku. Plis, dengerin penjelasanku dulu.

Pesan tersebut masuk disertai foto yang memperlihatkan gedung kantornya. Membuktikan bahwa Inka tidak berbohong. Wanita itu sungguhan berada di sini.

"Astaga, mau apa sih dia?" Raksa mendengkus. Apa lagi yang akan Inka jelaskan kepadanya. Menurutnya semua permasalahan sudah tak lagi membutuhkan penjelasan. Raksa melihat sendiri dengan mata kepalanya apa yang kekasihnya dan pria lain itu lakukan.

Melirik jam dinding yang terpajang di ruang kerjanya. Sudah menunjukkan pukul lima sore. Haruskah dirinya turun dan menemui Inka sekarang juga. Terlebih jam kerjanya juga sudah berakhir. Tapi, bagaimana jika dirinya luluh.

Sungguh, Raksa tak mau dibodohi lagi.

Menimbang beberapa kali keputusan apa yang akan dirinya ambil. Turun ke bawah untuk menemui Inka. Atau berpura-pura mengatakan bahwa dirinya sedang sibuk.

Tapi, jika Raksa terus menghindar, permasalahan ini tak kunjung selesai. Mereka tak akan menemukan titik kejelasan dari hubungan ini.

Meski sebenarnya Raksa sudah bisa menebak kemana hubungan ini akan bermuara.

Good Night N' GoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang