Satu

223 15 0
                                    

Ntah dimulai sejak kapan perasaan ini tersimpan rapi dalam jiwanya. Debar menggebu yang tak pernah berhenti kala dirinya menatap jelaga bening seteduh taman surga. Cintanya sudah terlanjur sedalam samudra hingga dirinya nyaris tenggelam.

Lalu, sore hari ini perasaan cinta sedalam samudra yang selalu dirinya junjung tinggi mendadak terhempas. Perasaan itu pecah menjadi kepingan. Tak bisa direkatkan kembali. Kesempatan yang selalu ia harapkan selamanya tak akan dirinya dapatkan.

Sejak awal, pria itu memang tidak mencintainya. Ia tahu. Tapi, memilih untuk menutup mata.

Segala sikap baik pria itu disalah artikan sendiri olehnya. Cintanya bertepuk sebelah tangan. Bertahun-tahun memendam rasa. Kini semuanya berakhir sia-sia.

Pria itu berdiri di sana. Di atas pelaminan bersama wanita yang katanya paling dicinta. Wajah pria itu terlihat sangat bahagia. Terpancar dari kedua sorot matanya yang berbinar.

Dan melihat hal itu, Nadine Ashakilla membongkar seluruh memori dalam kepalanya. Pernahkah dirinya melihat pria itu tersenyum selebar itu. Pernahkah ia mendapat tatapan cinta sedalam itu.

Jawabannya tidak pernah.

Nadine tidak pernah mendapat perlakuan spesial dari pria itu. Sikap baik pria itu yang ia dapatkan hanya sebatas teman. Dirinya saja yang selalu menganggap berlebihan.

"Nad, lo beneran nggak papa 'kan?"

Nadine menghela napas. Menatap ke arah panggung pelaminan sekali lagi dimana Girsa Almayda, pria yang dirinya cintai tengah menjadi fokus utama dari para tamu yang hadir. Kepalanya mengangguk lemah. "Gue nggak papa kok, Git." Ucapnya sembari tersenyum kecil ke arah sahabatnya.

Mendatangi acara pernikahan ini terasa seperti bencana dahsyat di hidup Nadine. Sungguh, dadanya nyeri melihat pria itu bahagia. Tapi, bukan bersama dirinya. Angan-angan yang dirinya bangun dalam benak musnah dalam sekejap.

"Serius?" Gita menatap Nadine dengan mata menyipit. Tak yakin pada jawaban yang sahabatnya sampaikan. "Tapi, wajah lo kelihatan banget kalau lo lagi nggak baik-baik aja." Gita mengusap bahu Nadine lembut. Memberi kekuatan lewat sentuhan.

Jika diizinkan untuk jujur. Nadine tentu tidak baik-baik saja. Dirinya menangis semalaman karena Girsa akan menikah. Sebelah dirinya tak rela membiarkan pria itu menikah. Tapi, dirinya bisa melakukan apa. Nadine bukan siapa-siapa.

Jadi yang bisa ia lakukan hanya pasrah saja pada keadaan. Meski patah hati menyiksanya membabi buta.

Nadine mengantri untuk bersalaman dengan sepasang mempelai. Kakinya yang beralaskan high heels stiletto berwarna hitam terasa seperti tak bertulang. Tapi, Nadine harus kuat. Bagaimana pun Girsa telah banyak membantunya.

Meski baginya mendatangi acara ini seperti menjatuhkan diri dalam kubangan neraka. Tapi, ia tetap harus hadir sekedar memberikan ucapan selamat kepada pria itu.

Hingga tiba saatnya Nadine berjabat tangan dengan Girsa. Pria itu tersenyum lebar kepadanya.

"Eh, Nad, makasih ya udah datang ke acara pernikahanku." Girsa membalas jabatan tangan Nadine. "Ini kenalin, Shania, istriku." Girsa merangkul bahu istrinya. Memperkenalkan wanita yang berdiri di sampingnya kepada Nadine.

"Hai, Shania. Aku Nadine." Ucapnya memperkenalkan diri. Menarik kedua sudut bibirnya susah payah. Sebelumnya ia memang belum pernah bertemu langsung dengan Shania. Girsa sendiri juga jarang menyebut nama Shania di hadapannya. Jadi bisa dikatakan pertemuan ini adalah pertama kalinya.

"Kamu cantik banget hari ini. Selamat ya atas pernikahanmu." Pujian yang hanya sekedar di bibir saja. Nadine bahkan merasa dirinya jauh lebih cantik. Dalam balutan inner berwarna hitam dengan tali yang menggantung di bahu, dilapisi outer brokat berwarna hitam sepanjang betis. Untuk semakin terlihat elegan, Nadine memilih rok lilit berwarna senada.

Good Night N' GoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang