Dua

154 10 0
                                    

Nadine tidak terlalu mengenal orang-orang yang saat ini tengah saling melempar candaan di tengah musik yang dimainkan. Ia hanya turut serta menemani Gita saja. Tempat ini dinamakan hiburan malam. Tapi, Nadine sama sekali tidak merasa terhibur.

Ia justru merasa asing berada di sini. Sama sekali tidak memahami apa yang Gita dan rekan kerja wanita itu bahas. Jokes internal saling bersahutan. Jujur saja, Nadine sedikit kebingungan harus bereaksi seperti apa ketika candaan itu diterima pendengarannya. Turut serta tertawa atau diam saja. Ntahlah.

Jika bukan karena iming-iming gratis yang Gita sampaikan tadi. Nadine tidak akan mau turut serta hadir di kelab malam ini. Tetapi, jika dipikir ulang memang lebih baik tersiksa merasa asing di tengah keramaian. Dibanding merana seorang diri di dalam kamar indekosnya.

Kelab malam yang dirinya datangi bernama Bluemoon. Salah satu kelab malam dari kelas menengah. Memilih sofa VIP dengan kapasitas 12 orang. Nadine tidak tahu berapa biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan fasilitas ini. Tetapi ia yakin harganya pasti cukup fantastis.

Untuk kaum-kaum budak korporat sepertinya dengan gaji delapan juta perbulan. Tempat seperti ini memang cukup menguras kantong. Tapi, bukan berarti Nadine tidak pernah datang ke tempat ini dan membayar sendiri.

Beberapa kali dirinya mendatangi kelab malam ini. Setelah melewati hari berat menjelang akhir tahun. Ia dan rekan kerjanya berniat mencari hiburan. Kelab malam ini menjadi salah satu tempatnya. Memesan satu meja dengan minimum charge sebesar 3 juta rupiah. Mereka membagi rata biaya tagihan yang tertera.

Sebagai pegawai bank yang selalu diterjang hujan dan badai menjelang akhir tahun. Hiburan malam adalah solusi untuk menyambut tahun baru.

"Waduh, siapa nih? Cakep bener." Salah satu rekan kerja Gita yang baru datang menatap Nadine dengan senyum menggoda.

Bukan hanya Nadine orang asing di sini. Sebab, ada dua orang pria lagi yang ternyata adalah kekasih dari rekan kerja Gita.

"Hih, Diko. Nggak usah godain temen gue deh." Gita mencubit lengan Diko kesal. "Lo nih kebiasaan matanya jelalatan."

Diko terbahak. Ia hanya bercanda. Tak ada maksud apapun. "Goda dikit doang, Git. Kenapa cemburu lo ya?" Pria bertubuh tinggi dengan kulit coklat itu menaik turunkan alisnya.

"Najis ya, Dik!" Gita melotot tak terima.

Nadine yang melihat itu hanya bisa meringis tipis. Kemudian ia teringat dengan manajer baru yang beberapa waktu lalu sempat Gita ceritakan kepadanya. "Git, manajer lo mana? Nggak dateng dia?" Nadine penasaran seperti apa manajer Gita. Sebab, bisa-bisanya orang tersebut menyetujui untuk membuat acara perayaan di kelab malam seperti ini.

Gita celingukan mencari keberadaan manajernya. Tak berhasil menemukan atasannya di antara rekan-rekan kerjanya yang duduk di sofa. Tak menemukan juga pria itu di antara lautan manusia yang tengah menari di lantai dansa. "Nggak tahu gue. Lagi cari mangsa kali." Bisik Gita sembari cekikikan.

"Git, gue ke toilet dulu ya." Bisik Nadine di telinga Gita. Mendadak saja ia ingin sendiri. Tak sanggup lagi dengan perasaan kurang nyaman berada di antara teman-teman kerja Gita. Mereka semua bersikap baik kepadanya.

Hanya saja, Nadine yang tengah dalam mode patah hati sedang kurang mood beramah-tamah. Sejak tadi dirinya memamerkan senyum simpul. Lambat laun, sekedar berbasa-basi saja ternyata membuatnya lelah.

Gita menganggukkan kepala. "Kunci mobil lo sama gue ya, Nad." Menepuk tas dimana kunci mobil Nadine tersimpan.

Nadine mengangkat ibu jarinya ke udara. Berjalan meninggalkan Gita beserta teman-teman kerja wanita itu. Memilih ujung ruang yang sepi. Nadine tidak benar-benar berencana akan ke toilet. Hanya alasan saja supaya dirinya dapat menyingkir sejenak.

Good Night N' GoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang