Delapan

229 12 1
                                    

Sial!

Ternyata manajer tampan dan baik hati yang selalu Gita sebut adalah Raksa. Nadine sama sekali tidak tahu. Ia pikir Raksa memiliki posisi yang sama seperti Gita. Rupanya pria itu adalah atasan sahabatnya.

Nadine baru tahu saat Gita memperkenalkannya kemarin. Ia jelas terkejut.

Saat Gita memperkenalkannya kepada Raksa. Seolah pria itu juga sepakat berpura-pura bahwa mereka belum pernah bertemu sebelumnya.

Padahal setengah jam sebelum sesi perkenalan itu berlangsung. Mereka baru saja bertukar nomor ponsel. Nadine juga baru saja berjanji untuk mentraktir makan.

Sekarang, Nadine bingung harus bersikap seperti apa nanti. Haruskah bersikap santai seperti sebelum mengetahui jabatan Raksa. Atau dirinya bersikap sesopan Gita yang merupakan bawahan pria itu.

"Gue harus ngomong apa ya nanti? Mesti manggil mas juga atau manggil Raksa aja kayak sebelumnya?" Nadine menyugar rambut panjangnya yang telah dirinya sisir rapi "Ah, tapi dia atasannya sahabat gue. Gimana dong? Lagian kok ya gue nggak tahu kalau dia itu atasannya Gita?"

Nadine menunggu Raksa di kantornya. Hari ini ia sengaja tidak membawa mobil. Pria itu mengatakan akan langsung menjemput Nadine di kantor saja. Ia pun setuju.

Merapikan kembali penampilannya di toilet. Berusaha mengenakan office outfit terbaiknya. Memilih blouse berwarna putih yang dipadukan dengan rok span berwarna denim.

Inspirasi outfit-nya hari ini, ia dapatkan dari Kim Miso dalam serial drama korea What's Wrong Secretary Kim yang dirinya tonton ulang saat libur kemarin. Kebetulan dirinya memiliki blouse dan rok span yang hampir mirip.

Saat mengenakannya pun, Nadine merasa dirinya sangat cantik.

Rambut panjangnya yang pagi tadi dicurly menggunakan catok otomatis masih rapi. Ia sengaja menjaga agar curly di rambutnya tetap stay hingga malam.

Ntah janji makan malam ini bisa disebut sebagai kencan atau tidak. Tapi, apapun itu, ia harus terlihat cantik. Lagipula, Raksa juga tampan. Dirinya harus terlihat pantas berdiri di samping pria itu.

Memoles wajahnya dengan loose powder. Lalu mewarnai kembali bibirnya dengan lipstick.

"Waduh, tumben mau pulang touch up dulu. Mau kemana, Nad?"

Nadine menatap Irene melalui pantulan cermin. Tersenyum pada rekan kerjanya.

Wanita itu juga bekerja sebagai credit analyst sepertinya. Hanya saja berada dalam tim yang berbeda. Jika Nadine berada di tim konsumtif dengan target setiap bulannya sebesar enam hingga tujuh miliar. Sedang Irene berada di tim mikro dengan target setiap bulannya sebesar lima miliar.

"Ren, menurut lo gue udah cantik belum?" Nadine memutar tubuhnya menghadap Irene yang berdiri sekitar lima langkah darinya. "Make up gue menor banget nggak, Ren?" Tanyanya sekali lagi.

Irene melipat tangannya di depan dada. Memindai penampilan Nadine dari ujung kaki hingga kepala. "Nggak kok. Tapi, gue merasa penampilan lo agak beda. Mau kemana, Nad? Kencan ya?" Irene berjalan dan berhenti di samping Nadine. Mencuci tangannya di wastafel sebelum memasuki salah satu bilik.

Nadine mengedikkan bahu. "Nggak tahu sih bisa disebut kencan atau enggak." Ucapnya kemudian terkekeh. "Tapi, kayaknya enggak sih, Ren. Ya, mau makan malam aja."

Ia tidak mau terlalu percaya diri dengan menganggap makan malam ini sebagai kencan. Karena tujuan awalnya hanya ingin membayar hutangnya kepada Raksa.

Nadine masih menganggap sejumlah uang yang pria itu berikan kepadanya sebagai hutang.

Good Night N' GoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang