Enam

122 10 0
                                    

Nadine memberhentikan mobilnya di depan restoran all you can eat. Wajahnya tersenyum sumringah. Lagipula siapa yang tidak bahagia ditraktir makanan enak. Terlebih siang tadi dirinya sempat mengalami hal kurang menyenangkan.

Salah satu nasabahnya mengajukan kredit. Setelah dilakukan pengecekan ternyata nasabah tersebut memiliki permasalahan dalam tagihan kartu kredit. Rekam jejak pemakaian kartu kredit menunjukkan bahwa nasabah tersebut tidak disiplin dalam membayar tagihan. Alhasil pengajuan kreditnya ditolak.

Sayangnya, nasabah tersebut tidak terima dengan hasil keputusan dari pihak bank. Wanita paruh baya yang mengajukan kredit sebesar 600 juta itu mengamuk tidak terima. Nadine beserta timnya mendapat kalimat-kalimat yang kurang mengenakan.

Meski sedikit kesal, tapi Nadine sudah cukup terbiasa menghadapi nasabah-nasabah yang tantrum seperti itu. Kesabarannya saat bekerja mendadak seluas samudra. Tak masalah demi rekening yang terisi setiap bulannya dengan nominal yang cukup untuk memperpanjang hidup. Diamuk nasabah tak akan membuatnya menyerah.

"Makasih ya, Git. Lo kenapa sih baik banget sama gue." Nadine tersenyum sok manis di hadapan sahabatnya. "Lo pasti ingin memperlancar rezeki lo dengan memberi makan anak yatim piatu 'kan? Makanya lo traktir gue malam ini?"

Gita meringis. "Nggak lah. Gue pengin aja ngehibur lo. Semalem lo galau brutal 'kan?" Mengusap kepala Nadine lembut. Terkadang merasa iba dengan kehidupan sahabatnya yang berat. "Gue doain ya, Nad. Hidup lo akan dipenuhi kebahagiaan setelah ini. Nggak masalah kok kalau Girsa milih orang lain. Berarti nanti lo bisa dapet yang lebih dari Girsa."

Nadine mengangguk. Senyum kecil terbit di wajahnya. "Makasih ya, Git. Sumpah, lo tuh sahabat gue banget. Besok kalau lo sama Joshua nikah, tetep sering traktir gue ya." Mengedipkan matanya menggoda.

"Idih ... Ngelunjak kata gue teh." Gita mendengkus. "Udah yuk turun. Keburu gue berubah pikiran nggak jadi traktir lo nih." Candanya mengancam.

Mendengar ancaman sahabatnya, Nadine terbahak. Mengikat rambutnya menjadi ekor kuda. "Ayo, Git. Perut gue udah kosong. Siap diisi daging-daging enak gratisan." Turun dari mobil dengan cengiran yang terpasang di wajah.

"Seneng banget sih anak kost-kost an yang satu ini. Padahal gaji lo lumayan gede, Nad. Ditraktir gini aja bisa bikin lo happy banget." Gita menggelengkan kepala. Turun dari mobil menyusul Nadine.

"Ih, lagian siapa sih yang nggak suka ditraktir, Git? Makan enak nggak keluar duit." Nadine berjalan mendekati Gita. Memeluk lengan kanan sahabatnya erat. "Gue mampu sih bayar sendiri. Tapi, kalau dibayarin 'kan rasa makanannya jadi lebih enak." Ucapnya kemudian terkekeh.

"Makasih dulu sama gue." Gita berjalan beriringan bersama Nadine memasuki restoran.

Nadine mengeratkan pelukannya di lengan Gita. "Makasih sahabat gue yang cantik banget. Pokoknya love you seratus persen deh." Menyandarkan kepala di bahu sahabatnya.

"Iyuhh. Tapi, love gue nggak seratus persen. Soalnya gue punya pacar. Ya, gue bagi deh 50 persen buat lo, 50 persen buat Joshua." Ucap Gita sembari menaik turunkan alisnya.

Nadine mengerucutkan bibirnya. "Ah, sedih. Cinta gue nggak berbalas." Memasang tampang pura-pura kesal.

"Selamat malam, ada yang bisa saya bantu?" Seorang pelayan menyambut ketika Nadine dan Gita sudah berada di dalam restoran.

"Untuk dua orang. Paket regular, sembilan puluh menit, ya Mbak." Ucap Gita kepada pelayan yang menghampirinya.

"Atas nama siapa, Kak?"

"Nadine ya, Mbak." Ucap Gita sembari melirik sahabatnya.

Nadine menaikkan sebelah alisnya. Menatap Gita penuh tanya. Mengapa namanya yang digunakan untuk reservasi. "Pakai nama gue. Tapi, yang bayar tetep lo 'kan, Git?" Bisiknya setengah khawatir. Jangan-jangan Gita tengah mengerjainya.

Good Night N' GoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang