3. Kebetulan?

309 53 33
                                    

***

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

Sabtu pagi emang enaknya rebahan lagi selepas ibadah subuh. Tapi hal itu tidak berlaku bagi Jevais yang harus menemani istrinya pergi ke pasar. Istrinya bilang kalau kesiangan nanti kehabisan. Padahal kan dirinya sudah merekomendasikan untuk berbelanja lebih baik ke supermarket saja. Dan hal itu langsung di tolak mentah-mentah oleh Maira.

Maira ingin berbaur dengan warga lokal. Karena bagaimana pun ia sudah dua bulan tinggal di Bali tapi belum sekalipun ia pergi ke pasar lokal sana.

"Beli daging di supermarket aja." Ucap Jevais saat laki-laki itu menyalakan mesin mobilnya.

Maira pun mengangguk sembari mengetikan beberapa bahan pokok yang akan ia beli. "Kita cek harga dulu mas, kalau harganya gak jauh beda ya kita belanja lagi ke supermarket biasa. Kalau lebih murah justru bagus."

"Udah minggu depan ke supermarket aja, Lan. Saya masih sanggup kok kasih uang belanja buat kamu. Gaji saya gak kecil-kecil amat kok. Males ah subuh-subuh tuh enaknya di peluk kamu. Malah harus ke pasar."

"Ya maaf, tapi kan mas udah janji mau anter saya ke pasar. Saya sebenarnya bisa kok sendiri. Tapi  mas sendiri yang larang, nanti kalau saya gak nurut saya bakal kena apes lagi." Maira manyun. Seketika tawa Jevais pun pecah.

Memang, tidak sekali dua kali. Entah kenapa Istrinya itu setiap melanggar larangan nya pasti ada saja tragedi yang menimpa gadis itu. Entah kaki keseleo, diare, bahkan tangan Maira pernah bengkak akibat di sengat tawon karena mengabaikan larangan Jevais agar tidak manjat-manjat pohon di taman belakang yang dekat kolam renang, karena tidak nurut alhasil gadis itu kena cium tawon yang ternyata markas nya ada disana. "Makanya nurut sama suami Wulandari sayang. Nurut sama saya kan gak ada salahnya." Jevais mengacak-acak rambut istrinya gemas.

Deg deg deg

Haduh pasti deh setiap suaminya menyebut namanya yang ada embel-embel sayang dengan nada rendah, entah mengapa dada nya selalu bertalu dengan kencang. Seketika Maira memalingkan wajahnya ke jendela. Tak kuat menahan mali. Gadis itu menyembunyikan wajahnya yang bersemu merah.

"Suaminya ngomong itu perhatikan dong. Malah buang muka." Jevais meraih pipi istrinya. "Kamu kenapa sih? Ngambek?"

"Gak!"

"Dih ngegas. Galak amat sih bu."

"Orang gak papa kok." Maira merengut lucu.

"Terus kenapa tiba-tiba buang muka, hmm?" Tanya Jevais yang masih betah mengelus pipi sang istri.

"Harus banget kamu tanya gitu? Gak penting banget. Orang gak gapapa." Wajah Maira sudah semerah tomat, untungnya hari masih gelap jadi Jevais tidak melihatnya. "Pulang dari pasar cari sarapan dulu ya, mas. Saya males masak pagi-pagi."

"Saya aja yang masak. Kamu mau makan apa?"

"No!" Maira menggeleng keras. "Kita beli aja mas, kamu gak usah capek-capek. Cukup kamu antar saya belanja aja hari ini. Seminggu ini kan kamu lembur terus, mas. Jangan sampe kamu sakit."

FelicityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang