Hujan deras mengguyur. Kopi dalam gelas sudah habis.
Suara telepon di sebuah ruangan berbunyi. Gadis yang duduk di sebuah kursi tinggi dengan pakaian ala eropa menoleh sejenak. Matanya menyipit lalu ia menghela nafas.
Ia mendorong dirinya dengan kaki menaiki kursi kerja dengan roda tersebut menuju telepon. Tampaknya ia menendang ujung meja terlalu kencang hingga kursi tersebut menabrak nakas.
BRAK!!
suara keras terdengar, tanpa ekspresi, ia meraih telepon itu. “Halo ...?”
“Shinichi? Kau dimana?”
“Ran-san? Niisan tidak bersamamu?”
“Dia bilang ada urusan, lalu dia menyuruhku pergi duluan, apa dia sudah pulang?” tanya suara seorang gadis di seberang sana. Terdengar khawatir.
Gadis dengan rambut hitam itu menoleh pada monitor yang menunjukkan gerbang. Terlihat di layar, seorang kakek yang menekan bel. “Shinichi-kun! Ada tamu untukmu nih!”
“....”
Ia menghela nafas. ‘Niisan selalu begitu.’
“[Name]-kun? Apa kau ada di dalam? Aku akan masuk, aku membawa berita yang mustahil.”
“Tentu saja Detektif itu belum kembali,” jawabnya. Lalu menutup telepon. Ia beranjak dari posisi jatuhnya yang tumpang tindih dengan kursi dan meraih jaket musim gugurnya, melihat kembali pada layar. Pintu gerbang yang terbuka.
“... Ck.”
“Agasa-san? Ada apa?” tanya gadis yang menuruni tangga, melihat seorang Profesor tua yang berjalan dengan seseorang dibelakangnya. Wajah gadis itu, Kudou [Name], mengerut.
“....”
“Ah, ini [Name]-kun, ceritanya...”
“[NAMEEE] LIHAT KAKAKMU INI—” teriakan itu membuat [Name] sedikit melonjak. Seorang anak kecil. Berpakaian kebesaran dan ... basah.
Wajah [Name] menggelap, tampak tidak menyukai kehadirannya. “... Lantai...”
“[N, name]-kun, jangan khawatirkan itu, aku memiliki alat cepat kering—”
“NIISAN! BISA BISANYA KAU—” bentak remaja itu dengan kesal. Ia meraih kerah anak kecil itu lalu mengangkatnya. “Apa yang kau lakukan!? Pulang dalam keadaan basah seperti ini! Kotor sekali! Kau sudah mengotori rumah yang kubersihkan ini—”
“[Name], t-tunggu! Jangan marah sekarang! Aku janji aku yang akan membereskannya tapi—”
“Ini bukan soal kau yang akan membersihkannya nanti!”
“INI SOAL AKU YANG SUDAH MENGHABISKAN WAKTU SEHARIAN MEMBERSIHKAN RUMAH INI! PERUSAK!!”
“Hah...” gadis dengan rambut hitam dan mata telaga itu menepuk dahinya sambil melipat kaki. “Jadi ...?” ucapnya datar. “Niisan terlibat kasus apa lagi hingga menyusut seperti ini?”
Ia memandang pada seorang anak kecil— tidak, hanya tubuhnya. Di dalam otaknya, memorinya masih tersisa, ingatan yang kuat, identitasnya sebagai Detektif SMA, Kudou Shinichi.
“Cerewet..” Shinichi, memutar bola mata. Ia tampak kesal karena tatapan menyebalkan adiknya menusuknya. Sementara [Name] menaikkan alis. “Ingat, bersihkan dengan benar.”
Shinichi yang memegang gagang pel berdecih. “Ya, ya.” lalu ia melanjutkan menggerakkan tangannya untuk mengepel—setelah berganti bajunya yang basah.
“Agasa-san, apa yang Maniak Holmes itu lakukan?”
“Dia menenggak racun milik pria dengan jubah hitam, lalu tubuhnya menyusut setelahnya,” Agasa, sang Profesor tua menjawab. “Tapi, [Name]-kun, aku kaget kau mengenalinya...”
“Tentu saja, hanya orang bodoh sepertinya yang bisa terlibat hal hal diluar nalar,” [Name] tertawa mengejek. Shinichi menoleh kesal. “Bodoh? Kakakmu ini Detektif yang terkenal loh.”
“Apa salahnya? Aku juga detektif?” [Name] mengangkat bahu. Shinichi menyeringai sebal. “Kau itu novelis. Jangan mengaku sebagai detektif.”
“Oh ya? Kau perlu seharian untuk memecahkan novelku,” [Name] menenggak kopinya. Sementara Shinichi menatap datar. “... Secara teknis hanya 14 jam.”
“Begitu? Holmes era Heisei yang terkenal ini butuh 14 jam untuk kasus yang dibuat oleh anak SMP?”
“8 jam untuk membaca novelnya, 4 jam aku ketiduran, huh, kasus sederhana itu hanya butuh 2 jam, kau tahu? Amatir.”
“Kalian jangan bertengkar—”
“Shinichi! Apa kau di dalam!?”
Mereka bertiga menoleh dengan tatapan terkejut. Suara itu—
“Itu Ran!” Shinichi berteriak tertahan. Sementara [Name] mengepalkan tangannya. “Sialan...”
“Shinichi-kun! Cepat sembunyi!” Agasa berseru, berusaha menyembunyikan Shinichi sementara [Name] melangkahkan kakinya untuk menemui Ran.
“Ada apa? Ran-san?” tanya [Name] dengan wajah amplas. Sementara Ran yang tampak khawatir menolehkan kepalanya kesana kemari. “A, apa Shi-, Shinichi sudah kembali?”
“... Dia belum,” jawab [Name], ujung matanya bergerak ke arah payung yang Ran bawa. Ia mendongak dengan wajah kesal. “Ran-sa—” Agasa memotongnya. “Dia mendapatkan kasus, dan langsung pergi! Dia sempat mengabariku lewat telepon!”
Ran ber “ooh”
Sementara Agasa memijat bahu [Name] yang tampak menahan diri untuk tidak meledak ledak. Ran berjalan memasuki ruangan, dengan ratusan ribu novel yang menghiasi dinding.
“Aku selalu heran dengan novel novel di rumah ini...”
“Ran-san, bukankah urusanmu sudah selesai? Bisakah kau ... segera pulang?” [Name] menahan setiap tekanan pada huruf yang ia ucapkan. Tersenyum dengan garis yang tampak bengkok. “....”
“Ah, iya, tentu saja. Maafkan aku [Name], aku sangat panik hingga lupa ... Maafkan aku ya..”
“Ya,” jawab [Name].
Duk!
“Uh? Siapa itu?” Ran melongokkan kepalanya dengan penasaran. Kini Agasa dan [Name] sama-sama membeku untuk sejenak.
“Ah! Dia— dia!” Agasa berseru panik.
“Itu sepupu jauhku..” [Name] berucap.
“Anak kecil?” suara Ran berubah. Tampak terkejut. Ia tersenyum setelahnya, [Name] mendekati mereka dengan raut masam. “...”
“Lucu sekali!!” Ran berseru sambil memeluk Shinichi dalam tubuh anak kecil tersebut. “Siapa namamu?”
“N, namaku—” Shinichi tampak gugup, ‘Sial! Nama ... Nama ....!’
Ia melirik deretan novel dibelakangnya dalam keadaan terdesak.
“N, namaku Edogawa Conan!”
KAMU SEDANG MEMBACA
Reflection | Kudou Shinichi
Fanfictionkudou shinichi. stranger, in one blood. why should be like this ━━━━━━━━━━━━━━━━━━━┅ ೄྀ ✦ STRESS AMAT POSESIF AMA ANAK ORANG detective conan - © aoyama gosho reflection - © yuu