135°

187 31 19
                                    







Hari-hari mulai normal berikutnya.

Yeah, tidak ada yang begitu berubah bagi [Name], dia berangkat sekolah seperti biasa, dan teman-temannya mengungkapkan berduka saat ia di sekolah. Wajahnya sangat absurd ketika mendengar teman-temannya mengucapkan itu dengan sendu.






“AAA!!” teriak seorang gadis. Ia berlari dengan kencang kedalam kelas. Membuat teman-temannya menoleh. “ADA ORANG MATI!!”







“....” [Name] memegang kepalanya. ‘Seriusan? Aku niisan tidak masuk hari ini loh..’






“Kudou-san! Apa kau tidak penasaran? Ayo kita melihatnya!”

“Tidak,” jawab [Name] datar. Mana mau dia terlibat, anaknya aja jompo kuadrat. Lebih mending dia membaca novel miliknya.

“Jangan begitu! Ayo kesana! Barangkali kau bisa memecahkan misteri ini!”

“Misteri apanya...”








Mayat— maksudnya orang yang terbaring di lantai toilet wanita.

Seorang gadis yang gemuk berkacamata.

Kudou [Name] mengernyitkan kening. Ia menoleh tajam pada teman-temannya yang berkerumun dan tampak gugup memegang lengan masing-masing.

Ia menarik nafas, lalu dengan senyuman yang ditarik dengan paksa, mulutnya terbuka. “Kalian semua, BODOH.”







“Are?”




“ORANG INI BELUM MATI! TIDAK ADA YANG MENGHUBUNGI GURU ATAU SIAPA?!”










“EEEH!? BELUM MATI!?” teriak mereka bersamaaan.

“Kalian tidak mengecek nadi atau apa?!”

“E-eh? Kami takut dengan jasad mayat, jadi—”

“....” [Name] sudah muak. Ia memandang ‘mayat’ tersebut. Yang jatuh dengan posisi telentang, kacamatanya terlempar beberapa cm dari wajahnya. Ia menghadap ke toilet tanpa jarak.

Seolah-olah terjatuh dihadapan toilet.

“Tapi siapa yang melakukan ini..?” tanya seorang gadis lagi. Mereka sudah menghubungi guru dan petugas kesehatan.







“Tidak ada yang melakukan apa,” [Name] menjawab lalu berdiri dan melangkah menuju keluar toilet. “Orang ini jatuh sendiri.”






“Eh!? Bagaimana kau tahu Kudou-san? Bukankah orang ini dipukul dari dalam toilet!?”

“Kau pikir saja sendiri, bukankah kalian terlalu banyak membaca kisah misteri konyol!?” jawab [Name] ketus. Waktu sebelum belajarnya terbuang sia-sia hanya untuk mengatasi omong kosong yang sama sekali tidak bermanfaat.







Ia membuka ponselnya dan mengetikkan sesuatu pada pencarian.






Bagaimana cara mengubah anak orang lain menjadi batu...








Ia duduk di kelas dengan muka bete. Guru yang mengajar sudah mengumumkan gadis gemuk itu sudah dirawat dengan baik dan tidak ada kelanjutan masalah dari ini.

Seharian ini [Name] menolak bicara dengan teman teman sekelasnya. Membiarkan mereka meminta maaf yang membuatnya risih.

“Diam, kalian.” ia berucap dingin.

Ya, karena dia memiliki sesuatu yang ia susun untuk dirinya sendiri setiap hari. Tidak bisa dirubah oleh sebuah omong kosong.

Sekarang tatanan miliknya berantakan dan dia harus menyelesaikan sisa hari tanpa mood yang baik.







Anak itu hanya terjatuh di toilet ketika seekor kucing melompat dari dalam, karena itu dia terjatuh terjengkang. Karena fisiknya yang gemuk, kepalanya membentur lantai bersamaan dengan lehernya hingga ia pingsan.

Tidak ada yang aneh.

‘Sialan ... Kasus apanya?’ [Name] membelokkan kaki menuju sebuah toko buku. Deretan novel terlihat. Ia meraih sebuah novel fantasi dan membukanya.

“....” ini lumayan menarik.

‘Apa aku sudah pernah membacanya?’ ia berpikir. Lalu ia mengangkat kepala. Melihat sebuah novel yang disukai kakaknya berada di deretan rak. Tersisa satu buah.

“Hah...”






Ia memutuskan membeli novel kesukaan kakaknya itu. Serial keempat dari buku misteri favoritnya.

“Tadaima...” ucapnya ketika membuka pintu. Yukiko tersenyum. “Okaeri!!”

“Kaasan? Kukira kaasan akan kembali secepatnya?”




“Haduh, bagaimana kau ini, Shinichi ‘kan sudah dikuburkan, kita harus berupaya membuat suasana berduka yang lebih suram!”





“Haha..” Conan yang ikut membantu tertawa datar. ‘Aku jadi penasaran jika aku benar-benar mati suatu hari nanti.’






“Nah, duduklah, ayo makan malam dulu!”





“Oh, niisan, aku menemukan buku serial kesukaanmu tadi,” [Name] menyerahkan sebuah novel yang ia beli tadi. Conan melongokkan kepala. “Waah! Terimakasih— eh [Name]?”







“Hm ... Apa?” tanya [Name].

“... Ahaha, ini novel yang sangat bagus! Memang! Karena itu aku membelinya setiap rilis!” Conan tertawa. Membuat wajah [Name] berubah sesaat. “... Maksudmu kau sudah membelinya duluan?”

“E, eh!?” Conan gelagapan. Biasanya adiknya tidak akan marah untuk hal hal seperti ini, tapi kenapa hari ini—




Kursi meja makan tergeser. [Name] berjalan cepat menuju kursi Conan. Lalu mendorong novel itu pada wajahnya.

“Makan tuh misteri.” desisnya sebal. Lalu memutar kakinya dengan kesal menuju kamar. Yukiko yang hanya meletakkan tangan dibawah mulut terkikik. “Ya ampun?”

Conan kebingungan. ‘Salahku apaaaa?’

Intinya satu, jangan terlalu jujur, okey?








“Hah ... Aku merasa kesal, jadwal yang rusak dan ekspetasi yang menipu, memang kurasa lebih baik jika aku mandi dan langsung tidur supaya hari cepat berganti.”





[Name] mendudukkan diri di kasurnya sambil mengeringkan rambutnya yang basah. Ia memandang sekeliling ruangan. Sekilas seperti ada yang berbeda?

Ia melangkahkan kaki menuju meja belajarnya. Tampak notes dari Yukiko.

Kamu jangan lupa makan ya sayang, kami letakkan bagianmu di kulkas, dimakan ya ><







“....” ia menuruni tangga saat suasana rumah sudah gelap. Membuka pintu kulkas tanpa semangat. Tampak sebuah puding yang begitu mencolok di hadapannya begitu ia membuka kulkas.

Makan nih. Maaf kalau ada salah. Aku sudah baca novelnya. Itu keren. Makasih ya.

Sudah ketebak siapa yang menulisnya.







“.... Pfft ... Hahaha...”








Kudou Shinichi memang kakak yang baik.

Reflection | Kudou ShinichiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang