epilogue.

239 33 13
                                    







Salju turun dengan lembut. Tampak 5 anak di taman sibuk bermain dan saling melempari salju. Permukaan yang kasar tertutup oleh salju setinggi lutut.

“Ayumi! Awas!”

“Haibara-san, kena!!”






“Oi—” sebuah suara membuat mereka berlima menoleh. Gadis dengan rambut sepunggung yang menopang dengan kedua tangan pada pagar besi. Dia mengenakan jaket musim dingin ala Eropanya. Tersenyum.

“Oh! [Name]-neesan!” seru mereka. “Konnichiwa!”




"Konnichiwa,” jawab [Name]. “Tapi tidak tepat untuk itu sekarang, hari sudah mulai gelap.”

“Ah! Benar juga!” Yoshida Ayumi, anak perempuan berambut pendek tersebut menyadari kesalahannya. “Sudah hampir waktunya makan malam!”

“Apa—?” Tsuburaya Mitsuhiko, anak yang pintar tersebut berseru kaget. “Ibuku akan marah untuk ini, aku harus segera pulang. Maafkan aku, teman-teman!”

“Tidak apa-apa, ayo pulang bersama!” seru Ayumi. “Genta, ayo!” ia melambaikan tangan agar Kojima Genta, anak laki-laki tinggi besar tersebut segera berjalan dengan cepat untuk mengejar kereta.







“Sampai jumpa! Conan-kun! Ai-chan!” seru Ayumi.






“Oi, oi, apa tidak apa-apa membiarkan mereka sendirian?” Edogawa Conan, anak berkacamata tersebut bertanya setelah melihat Mitsuhiko yang hampir terpeleset salju.

“Biarkan saja, anak-anak tumbuh dewasa dengan cepat,” Haibara Ai, menjawab datar. “Kau tidak perlu mengkhawatirkan mereka selamanya.”

“Yah, masalahnya mereka itu jika tidak mencari keributan, keributan yang mencari mereka.”

“Sama denganmu bukan? Jika bukan kau yang mencari mayat, maka mayat yang mencarimu.”







Hahaha.

Kudou [Name] tertawa pelan mendengar pertengkaran mereka. “Ayo pulang.”






4 tahun berlalu dengan sangat cepat. Anak-anak itu sudah menaiki jenjang SMP.

Yah, setidaknya dua impostor diantara mereka juga.






“Sampai disini, mata nee, Kudou-san, Edogawa-kun.” Haibara membuka gerbang rumah Agasa. Tersenyum.

“Haik, mata nee, Haibara,” Conan dan [Name] mengangkat tangannya pelan. Lalu berbalik badan.






Conan melihat wajah [Name], tampak cerah.




“Ada apa? Kau tampak ceria?” Conan memicingkan mata pada [Name], sekarang ia sudah cukup tinggi——menyamai tinggi [Name]. Ia bisa melihat wajahnya tanpa mendongak lagi sekarang.

“Tentu saja, karena nilai mata kuliahku hari ini bagus.”




“Oi, oi, itu bukan tugas yang kujokiin semalam ‘kan?”

“Lalu yang mana lagi?” [Name] tertawa puas. “Ini salah satu kegunaan otakmu yang pintar itu.” dia menoyor jidat Conan pelan.

‘Padahal dia sendiri sudah sangat pintar.’ Conan tertawa datar.







Nggak, sebenarnya mereka mengerjakannya bersama, tapi [Name] banyak bertanya pada Conan tentang kosakata asing dan sinonim yang tidak diketahuinya.

Tetap saja Conan lebih banyak andil, karena dia yang mengetik, [Name] sedang mager tingkat dewa, bahkan untuk ngomong saja rasanya males untuk buka mulut, berhubung anak berkacamata itu bisa diperbabu, dia minta tolong Conan saja.

Reflection | Kudou ShinichiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang