Bagaimana dengan orang-orang ... ya?
[Name] yang melangkahkan kaki menuju ruang makan sambil menguap dengan rambut bangun tidurnya meneguk mug berisi susu dengan setengah sadar, setidaknya hingga ia tersadar dengan suara.
Itu isak tangis.
“....”
Ia menolehkan kepalanya tepat. Ternyata sejak memasuki ruangan, ia tidak sendirian sama sekali. Ada Yukiko dengan seorang gadis yang menangis, Mouri Ran.
“Sudahlah, Ran ... Itu semua bukan salahmu..” Yukiko tampak berusaha menenangkan Ran dengan senyuman. Tampaknya dia berusaha untuk tidak terlihat aneh dimata Ran sekarang, apalagi melihat puterinya yang masih dengan wajah bantal mencerna kejadian tampak sangat lucu di matanya.
Yukiko berusaha keras untuk tidak tertawa!
Sementara tanpa mempedulikan Ran, [Name] melangkahkan kakinya melipir keluar dari ruang makan.
Sebuah tubrukan kecil terjadi di celah pintu. Tampak Conan, yang mengusap matanya sambil mendongak. “Oh, [Name]. Kau bangun terlambat? Tumben?”
“... Yah,” [Name] menjawab. Mata Conan beralih pada Ran yang sedang menangis. Ia reflek berseru. “Eeh, Ran—n, neechan!?”
Ia berlari kecil mendekati gadis SMA yang tengah terisak tersebut dengan raut khawatir. [Name] memandang sekilas dan membawa mug miliknya dengan mengeratkan pegangannya pada gagang mug.
“Fuhhh,” ia menarik nafasnya dan kembali menaiki tangga. Samar-samar ia masih mendengar suara.
“Ada apa Ran-neechan menangis?”
“Conan-kun ... ah tidak apa-apa, kau masih kecil, suatu saat kau akan mengerti ...”
Hari libur.
Tidak, lebih tepatnya [Name] meliburkan diri. Ia duduk di kasurnya dan mencoret-coret lembaran sketsa. Matahari yang meninggi tidak membuatnya ingin beranjak atau sekadar berganti pakaian.
Dia merasa harinya sedikit berantakan.
Yukiko maupun Yusaku tidak masalah, karena bungsu mereka hampir tidak pernah memiliki keinginan untuk bolos. Mungkin terakhir kali saat dia berusia 8 tahun.
Jadi disaat dia benar-benar tidak ingin sekolah, ia pasti sedang dalam kondisi yang tidak ingin bertemu siapapun, healing. Hingga seluruh energinya terisi kembali.
Pintu kamarnya terbuka.
“[Name],” ucap Conan yang memasuki ruangan. [Name] melirik sekilas. Ia tak perlu bertanya apa yang membawa kakaknya kemari.
“Ya, memang,” sebuah jawaban tanpa pertanyaan keluar dari mulutnya.
“Ng?” Conan menaikkan alis.
“Jika kau hendak mempermasalahkan Ran-san, ya. Terserah, aku iyakan semua tuduhanmu,” gadis itu menukas tanpa ekspresi. Conan menggigit bibirnya dengan alis yang menukik.
“... Kurasa kau berlebihan soal pemakaman ...”
“Hanya untuk dia, kau mau membongkar identitasmu?” [Name] membuat ujung pensilnya patah. Ia menurunkan garis pada wajahnya.
“[Name], sebenarnya aku tidak peduli, tapi aku tentu tak bisa membiarkan orang lain menangis terus terusan pada suatu kebohongan bukan?”
Wajah [Name] menggelap.
“Kau bilang apa?”
“Aku tidak peduli—”
“ITU YANG KAU SEBUT TIDAK PEDULI!?” sketsa pada tangan [Name] telah melayang menabrak pintu dibelakang Conan.
[Name] berdiri, masih dengan rambut berantakannya, ia mendekati Conan yang mulai memasang raut terkejut. Tidak menyangka kejadian yang seperti ini.
“Tidak peduli!? Ya baiklah! Lakukan saja semaumu. Bongkar saja identitasmu. Tidak perlu mempertanyakan segalanya. Terserah. Untuk gadis itu saja bukan!? Untuk Ran seorang saja bukan? Terimakasih! PERGI DARI KAMARKU!”
“[Name]!” sebuah suara membuat mereka menoleh. Yusaku.
Ayah mereka mendengar suara teriakan buru-buru menuju ke kamar [Name], ia mendekati kedua anaknya dengan raut cemas. Menoleh pada Conan dan [Name] sekilas, terlihat amarah yang memuncak, ia menghela nafas. “... Shinichi, pergi dari sini ... tinggalkan adikmu sendiri untuk sekarang.”
“Tapi ayah!?”
“Shinichi.” Yusaku menegaskan sekali lagi. Membuat Conan menundukkan kepala dan berlalu.
[Name] mencibir sejenak. Ia membalikkan badannya dan menutup pintu dengan keras.
“Sebenarnya, apa yang terjadi? Kurasa aku harus kembali ke tubuhku secepatnya. Kami tidak pernah bertengkar sebelum aku memiliki tubuh ini!” Conan berseru. Yukiko dan Yusaku berpandangan.
“Bukankah dia orang yang sangat rasional? Apa dia tidak mengerti? Kaasan?”
“Shin-chan,” Yukiko memegang bahu Conan dengan lembut. “Justru karena dia orang yang sangat rasional. Dia mengesampingkan semua perasaan. Tapi ada kalanya dia yang paling rasional menjadi orang yang penuh emosi hingga tidak bisa berpikir lagi saat keadaan keadaan tertentu, kau hanya belum pernah melihatnya.”
Yukiko tersenyum melihat reaksi sulungnya. Lalu memeluknya dengan lembut. “Kau tidak perlu terkejut dengan [Name]-chan, hanya karena kau tidak pernah melihatnya seperti itu, bukan berarti dia tidak pernah.”
“Aku tidak mengerti ...”
“....” Yusaku menghela nafas. “Kalau begitu, siapa yang akan mengerti? Kami meninggalkan kalian berdua untuk hidup mandiri, bagaimana kami bisa membantu jika kalian sendiri tidak mengetahui akar masalahnya? Shinichi. Kami tidak bisa membantu kalian selamanya.”
“Tenang saja. Kaasan akan disini hingga kalian berdua berdamai!”
“Menurutku, Yukiko, kita tidak perlu menunda keberangkatan. Ini masalah milik Shinichi dan [Name] sendiri.”
“Eh!? Tousan!!?” Conan berseru panik. “Bagaimana aku sanggup akan mengatasi adikku itu? Aku ... Aku ...?”
Yusaku tersenyum jail dan mengedipkan sebelah matanya. “Holmes sepertimu tidak bisa menyelesaikan masalah sepele seperti ini? Shinichi?”
“Lalu bagaimana kau akan menyelesaikan kasus Organisasi Hitam jika kau seperti ini?”
KAMU SEDANG MEMBACA
Reflection | Kudou Shinichi
Fanfictionkudou shinichi. stranger, in one blood. why should be like this ━━━━━━━━━━━━━━━━━━━┅ ೄྀ ✦ STRESS AMAT POSESIF AMA ANAK ORANG detective conan - © aoyama gosho reflection - © yuu