90°

182 26 10
                                    







Hujan deras mengguyur sebuah pemakaman. Puluhan orang dengan pakaian hitam memandang penuh duka sebuah nisan bertuliskan nama seorang detektif yang cukup terkenal. Kudou Shinichi.

Seorang perwira polisi mendekat. “Saya turut menyesal. Tapi, kematian Kudou Shinichi sangat membingungkan ... Sebagai ayahnya, bisa anda menjelaskan?”

Pria dengan kumis dan kacamata itu membalikkan badannya, payung yang ia pegang sedikit gemetar. Ia menghela nafas.

“Saya juga tidak terlalu mengetahuinya, Shinichi hilang selama beberapa hari, dan akhirnya ditemukan secara misterius. Otopsi mengatakan ia diracun, tapi terdapat luka di kepalanya. Saya pikir ada orang yang dendam padanya.”

“Begitu, apa kau ingin kami para polisi menyelidiki kasus itu?”






Pria itu menggeleng, “Keluarga kami akan melakukannya sendiri.” ia melirik seorang wanita yang menangis terus-terusan sambil terpekur pada tanah. Seorang gadis muda memegang payung untuk menjaganya dari hujan.

Di sisi lain, seorang teman perempuan Kudou Shinichi, Mouri Ran, sepertinya dia merasa sangat terpukul. Dia terisak-isak dan menyalahkan dirinya sendiri atas kematian Shinichi. “Harusnya aku mencegahnya pergi—!!”

“Shinichi ... Shinichi ... ”















“SHIN-CHANNNN!!! [NAME]-CHAAAAAN!!!” suara itu terdengar ke seluruh penjuru rumah. Seorang wanita berusia hampir kepala 4 itu berteriak sambil melepas sepatunya dengan tergesa-gesa.

“Yukiko, tenanglah..”

“SHIN-CHAN!! [NAME]-CHANN! KAASAN DISINI SEKARANG!!” Mana perempuan itu akan peduli, ia melesat dengan cepat menuju kamar anak laki-lakinya tanpa ragu.







Kudou Yusaku, pria itu hanya tersenyum kecut. Istrinya tidak mendengarkan sama sekali. Wajar, wanita itu sangat menyayangi anak anaknya. Mendengar kabar yang mengejutkan dari putrinya, siapa yang tidak kaget mendengar anaknya menjadi bocah semula?

“Tousan, okaeri,” [Name], yang membuka pintu dari arah dapur menatap Yusaku yang tersenyum. Yusaku berpikir [Name] bersembunyi begitu mendengar suara Yukiko.

“[Name], bagaimana kabarmu?” Yusaku mendekati anak perempuannya. [Name] mengangguk. “Baik-baik saja, syukurlah, niisan yang cukup mengkhawatirkan.”

“Tenang saja, kami mengerti situasinya, kau sangat hebat bisa berpikir dengan kepala dingin seperti ini,” Yusaku mengusap rambut [Name] dengan lembut.






“AAAH! KAASANNNN!!” teriakan Shinichi terdengar, suara itu lebih cempreng sekarang. Conan.

“UHUHU, SHIN-CHANKU... TERNYATA KAU LUCU SEKALI! AKU MERASA UMURKU KEMBALI MUDA!”





Yukiko muncul dengan wajah sumringah serta menggendong Conan yang meronta-ronta dalam pelukannya. “Ah! Yusaku! Lihat Shin-chan, dia amat menggemaskan! Kurasa tidak ada yang perlu dikhawatirkan!”

“Kaasan! Turunkan aku!”

“Tidak mau! Shinichi yang seperti ini sangat lucu!!”

Yusaku dan [Name] hanya saling tatap. Ha ha.








“Hmm, organisasi itu ya..?” Yukiko menopang dagu. “Tidak masalah, Yusaku! Bukankah kau punya seorang teman di interpol? Kita bisa meminta bantuannya!”

Yusaku mengangguk. “Baiklah, setelah semuanya selesai, ayo tinggalkan negara berbahaya ini dan hidup di luar negeri.” ia tersenyum pada Conan dan [Name].

Conan melirik [Name], belajar dari pengalaman sebelumnya, anak seperti [Name] tidak akan membiarkan Conan berlaku hal yang tidak rasional. Karena itu, meski Conan sama sekali tidak menyetujui apapun yang orangtuanya katakan, ia mencoba pendapat adiknya. Tapi begitu melihat wajah adiknya, gadis itu hanya menganggukkan kepala.

‘Ini kasus yang kau hadapi, ini pilihanmu, kau yang punya keputusan, aku hanya membantumu agar kau bisa bertahan hidup dengan identitas baru, selebihnya, aku tak punya hak untuk ikut campur.’





Conan melebarkan matanya. Melihat senyuman yang jarang keluar dari mulut adik perempuannya, ia mengatupkan rahang.

Conan mengharapkan wajahnya pada Yusaku dan Yukiko.

“Tousan, kaasan.” ucapnya tegas. “Ini kasusku! Jangan ikut campur, aku yang akan menyelesaikannya!”






“Are?” Yukiko seketika menatap [Name] dengan kesal. ‘KUKIRA KAU DI PIHAK KAMI—’







‘Aku netral,’ [Name] mengangkat bahu tak peduli. Sementara Conan tersenyum.

Ia sadar sekarang. Ia paham sekarang.

Adiknya tidak pernah mengatur hidupnya, [Name] hanya menyadarkan Conan untuk lebih mempersempit resiko yang ia dapatkan.





‘[Name], terimakasih.’








“Y, Yusaku! Bagaimana ini!?” rengek Yukiko. Yusaku hanya tersenyum. “Baiklah, aku setuju. Tapi, jika ada apa apa yang terjadi pada kalian, mau tidak mau, kalian akan segera kami pindahkan ke Los Angeles. Mengerti?”

Yusaku memberikan keputusan.

Kini Conan dan [Name] saling lirik. Mereka tidak suka ini. Jadi mereka saling menatap datar. ‘Kita tidak akan membiarkan itu terjadi.’

“Yaaa...”








“Dan ... Eh? Apa kalian sungguh sungguh akan mengadakan pemakaman untuk Shinichi?”

“Yeah, untuk meyakinkan organisasi itu jika Kudou Shinichi benar-benar sudah mati,” jawab [Name]. Tawa Yukiko meledak. “Hmm, kurasa aku masih bisa mengeluarkan airmata untuk pemakaman Shin-chan! Baiklah! Akan kucoba untuk tidak tertawa— maksud kaasan, aneh bukan? Kita akan membuat pemakaman untuk orang yang masih hidup? Hahahahaha—”

Yusaku hanya tersenyum sambil sweatdrop dengan kelakuan istrinya. Terkadang ia berpikir jika jiwa Yukiko dengan anak-anaknya justru tertukar.

Ah tidak, menurutku itu adalah jiwa orang yang bahagia. Yang penuh dengan cinta.

“Hahaha,” Conan dan [Name] tertawa datar sebagai balasan. Mereka cukup kompak untuk ini.













‘Semoga semua berjalan lancar.’



Reflection | Kudou ShinichiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang