Chapter 2 : Taraka Yudha

148 26 0
                                    

Suasana sejuk bekas hujan masih terasa, menyelimuti sekolah dengan udara sembab yang kentara. Taraka duduk diam, mengaduk sotonya tanpa minat dan suara. Tadinya ia ingin mengajak Juna makan bersama, namun ajakannya ditolak mentah-mentah membuat Taraka merasa teraniaya.

Jaya menyenggol Taraka, teman-temannya yang lain menatap dengan wajah bingung. Ada apa dengan Taraka? anak itu biasanya selalu banyak bicara walaupun tidak sebanyak Jaya. Kalau Jaya mah sudah diatas batas kemampuan manusia pada umumnya.

"Lo kenapa? tiba-tiba murung, ada masalah?"

Taraka menggeleng, bukankah aneh jika dia bercerita tentang apa yang dia rasa?

"Nggak ada apa-apa, cuma lagi nggak enak badan. Masuk angin kayanya."

Waldan selaku yang paling muda diantara mereka menatap khawatir, hatinya memang sangat lembut, putih bersih seperti kapas, "Bang Raka ke UKS aja gih, nanti takutnya makin parah, loh."

"Gue nggak apa-apa, dek. Masuk angin doang."

Satria mengerutkan kening, merasa ada yang salah dengan Taraka, "Lo yakin cuma masuk angin? biasanya walaupun demam sekalipun, lo nggak bakal diem kaya gini. Kaya abis ditolak cintanya aja."

Taraka melipat bibirnya kedalam, ucapan Satria menusuk hatinya. Dia memang benar-benar baru saja ditolak oleh Juna. Walaupun bukan penolakan cinta, tetap saja Taraka galau. Hatinya risau, tidak yakin harus berbuat apa untuk menghalau.

"Cinta apa sih, kak? orang gue bener masuk angin."

Ia kembali mengaduk kuah sotonya, menyendok sedikit lalu menyuap kedalam mulutnya sendiri.

"Kalo gitu yaudah lo ke UKS aja, ntar gue yang izinin ke guru."

Taraka berfikir sejenak lalu mengiyakan ucapan Jaya. Kebetulan matanya mengantuk, mungkin dengan tidur ia bisa menghilangkan kerisauan di hatinya. Taraka berdecak dalam hati, ia kesal dengan dirinya sendiri. Kenapa tadi ia menyerah begitu cepat mengajak Juna? kenapa tidak dia paksa saja laki-laki itu untuk makan bersama?

Semakin memikirkan nya, semakin Taraka merasa konyol. Tidak mungkin dia melakukan itu, Juna akan merasa tidak nyaman. Dia tidak mau itu terjadi, membayangkannya saja sudah membuat Taraka putus asa.

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Alih-alih beristirahat di UKS, Taraka memilih mengunjungi halaman belakang sekolah. Disana ada sebuah kursi, berada tepat dibawah pohon rambutan yang konon katanya memiliki penunggu. Taraka tak peduli, bukankah alam manusia memang hidup berdampingan dengan alam mereka? jika mereka tak diganggu, maka dia juga tak akan diganggu.

Taraka memperlambat langkah, ia melihat seseorang. Tidak, itu bukan hantu. Itu Juna, sedang duduk dikursi kayu. Matanya terpejam rapat, bulu matanya berkibar ditiup angin. Taraka terpana sekejap, jantung nya berderap cepat, mengalahkan guntur ditengah badai.

Dengan langkah lambat, Taraka mendekat. Ia perlahan duduk, takut Juna terkejut.

Taraka panggil Juna dengan pelan, penuh perhatian, "Arjuna.."

Tanpa tergesa, Juna membuka mata. Ada sedikit riak di sana, namun tak bertahan lama, seperti debu yang disapu angin, bersatu dengan cahaya.

"Taraka... kenapa disini?"

Senyum mengembang, risau dihati Taraka hilang entah kemana. Lenyap ditelan suara lembut Juna.

"Ini tempat favorite gue disekolah, kalo lagi pengen sendiri atau lagi banyak pikiran gue sering kesini."

Juna mengangguk mengerti, "Kalau gitu maaf, ya? aku nggak tau kalau tempat ini punya kamu."

Taraka tertawa kecil, terlihat begitu tulus dan nyaman, "Tempat ini bukan punya gue, gue cuma suka kesini. Soalnya tenang, nggak ada siapa-siapa."

Naga Arjuna {Taeshan} Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang