Juna tak pernah merasa sebahagia ini sebelumnya. Gemuruh didadanya seakan melompat melintasi cakrawala, enggan turun untuk beristirahat sebentar saja. Juna tak tau bagaimana menjelaskannya, hatinya seperti berbunga, mengundang kupu-kupu untuk hinggap di atasnya.
Arjuna... jatuh cinta.
Deretan kursi perlahan ia pindahkan keatas meja. Jam sudah menunjukkan pukul 11 malam, jam kerja nya di cafe sudah selesai. Sebenarnya, tadi ia sedikit terlambat masuk kerja. Namun karna Juna selama ini selalu tepat waktu dan juga ada insiden hingga kakinya terluka, pemilik cafe memakluminya.
Juna berpamitan pada mas Zidan, pemilik cafe tempat ia bekerja. Ia mengucapkan selamat malam dengan sopan, lalu keluar untuk menuju ketempat kerja yang selanjutnya.
Setiap hari, Juna hanya tidur 2 jam sehari, waktunya dihabiskan dengan sekolah dan bekerja. Jika ada waktu senggang, ia akan menyempatkan diri untuk belajar. Juna memang bukan anak yang terlalu pintar, tapi ia tidak bodoh. Peringkatnya disekolah lama masuk dalam 10 besar.
Jika ditanya tentang lelah, Juna tak tau harus menjawab apa. Tubuhnya seperti tak bernyawa, ia tercipta dari perlakuan keras dan tanpa tawa. Sepenuhnya tak pandai bercerita, jika lelah mendera, ia hanya membiarkannya busuk seketika.
Juna masuk kedalam supermarket tempatnya bekerja, berganti baju lalu menghampiri meja kasir. Menemui Jaka yang sedang bersiap untuk pulang karna jam kerja nya sudah selesai. Juna sedikit berjongkok, memeriksa luka yang sudah di plester terasa sedikit sakit.
"Juna, lutut kamu kenapa? kok luka gitu?"
"Tadi jatuh, mas, kegores aspal sedikit."
"Kok bisa jatuh, Jun? coba mas liat."
Jaka berlutut, memeriksa lutut Juna yang sedikit membiru. Ia hendak membuka plester dan ingin menggantinya dengan yang baru, namun segera dihentikan Juna.
"Jangan, mas. Juna ganti sendiri aja plester nya."
"Memangnya kamu bisa? mas bantu aja, ya?"
Juna menggeleng, "Nggak usah, mas. Plester nya baru kok, jadi belum perlu diganti."
Melihat Juna yang bersikeras, Jaka akhirnya mengalah. Ia sedikit bingung, biasanya Juna hanya menurut tanpa membantah, seolah ia tidak diizinkan untuk memiliki pendapat. Namun hari ini ia seperti memilih hal untuk dirinya sendiri. Meskipun ini hanya hal kecil, namun sudah termasuk perubahan besar pada diri seorang Naga Arjuna.
Jaka berdiri lalu memperhatikan Juna, membuat laki-laki itu mengernyit bingung. Namun air wajahnya tetap tenang, seperti sungai tanpa riak, mengalir dalam diam.
"Kenapa, mas?"
".... Nggak apa-apa."
Juna hanya mengangguk mengerti, ia tidak pernah bertanya lebih lanjut tentang apapun meski rasa penasaran berkumpul memenuhi dadanya, seperti balon udara yang siap pecah.
"Kalo gitu mas pulang dulu, ya? telfon aja kalo ada apa-apa."
"Iya, mas. Hati-hati.."
Jaka tersenyum kecil lalu keluar dari supermarket, meninggalkan Juna sendirian. Ia kembali membungkuk, mengusap plester yang melekat di lututnya. Senyum lembut terbit, seperti matahari setelah hujan, cerah dan indah.
Juna tidak tau kenapa ia bisa jatuh begitu saja pada Taraka. Laki-laki itu mampu membuatnya merasa dicinta, meskipun baru sehari berjumpa. Juna merasa ia akan gila jika berlama-lama memikirkan Taraka.
Untuk mengalihkan pikiran, Juna menghampiri akuarium dibelakangnya. Juna suka sekali melihat ikan. Makhluk air itu seperti hidup tanpa beban, hanya berenang bebas tanpa peduli diwadah apa ia ditempati, tanpa peduli apakah nanti ia akan mati, atau seberapa lama lagi akan masuk kedalam panci.
KAMU SEDANG MEMBACA
Naga Arjuna {Taeshan}
Teen FictionKalau ditanya tentang bahagia, Juna tak pernah tau jawabannya. Seperti apa bentuk kebahagiaan, ia belum pernah mengalaminya. Yang ia tau hanya sekolah dan bekerja, menghasilkan uang untuk ibunya. Namun, setelah bertemu dengan Taraka, Juna mulai meng...