Disinilah Taraka, menemani Arjuna yang berjalan kaki menuju tempat kerjanya. Juna awalnya tidak mengizinkan Taraka mengikutinya, namun laki-laki itu memaksa. Juna bukanlah orang yang bisa dengan kuat menentang keinginan orang lain, ia terbiasa menurut akan segala hal, menganggukkan kepala dengan senyum lembut yang menyejukkan mata.
Taraka dan Juna tak bersuara, seperti dua pengembara yang menyusuri jalan berdebu dan penuh liku. Taraka berkali-kali merutuki kebodohannya didalam hati. Kenapa ia harus mengatakan hal itu pada Juna? bukankah terdengar sangat aneh saat dua orang laki-laki memuji temannya dengan kata-kata 'indah'?
Matanya sedikit melirik kearah Juna. Laki-laki itu selalu tenang, wajahnya seperti pahatan. Bahkan kedipan matanya terkesan lambat, namun bisa menggetarkan jantung Taraka seperti gempa bumi berskala tinggi.
Juna menoleh, lagi-lagi ia menangkap Taraka yang sedang menatap ke arahnya dengan penuh puja.
"Kenapa?"
Taraka tak berniat mengalihkan pandangan, ia tatap mata jelaga Juna, berusaha masuk dan terjun kedalamnya. Taraka tak peduli jika ia terperangkap, yang ia inginkan hanya Juna yang datang padanya membawakan dekap. Meskipun ia tau itu hanya sebuah harap.
"Kenapa apanya?"
"Kenapa liatin aku?"
"Apa harus ada alasannya?"
Juna kembali menatap kedepan, meninggalkan tatapan Taraka yang masih berpusat kearahnya. Seolah menjadikannya sebagai pusat dunia. Juna tak tau apa artinya, tapi ia tau ada yang berbeda dari tatapan Taraka.
"Nggak juga..."
Belum sempat Taraka bersuara, Juna sudah berlari sekuat tenaga. Matanya menangkap seekor kucing yang sedikit lagi akan terlindas mobil. Beruntung ia berhasil menyelamatkannya. Juna terjatuh dipinggir jalan dengan makhluk berbulu putih didalam dekapannya.
Taraka yang ikut berlari dibelakangnya langsung panik seketika. Lutut Juna tergores aspal menghasilkan luka yang lumayan dalam. Celana abu-abu nya robek dengan darah disekitar lututnya.
"Astaga Arjuna...."
Juna meringis saat Taraka membantunya untuk duduk, ia melihat lukanya dengan pandangan biasa. Namun tidak dengan Taraka, laki-laki itu terlihat panik seperti Juna akan kehilangan nyawa.
Taraka tak berkata apa-apa, ia berlari meninggalkan Juna. Menuju apotek terdekat untuk membeli obat merah dan plester luka. Setelah mendapatkannya, ia kembali pada Juna dengan tergesa. Membawa laki-laki itu kearah kursi di tepi jalan lalu berlutut untuk mengobati Juna.
Juna menatap Taraka yang mengobati lukanya dalam diam. Peluh disekitar keningnya menunjukkan betapa besar rasa khawatirnya. Entah kenapa, Juna merasa ingin tertawa. Hatinya menghangat karna perlakuan Taraka.
Tangan putihnya bergerak menyentuh tangan Taraka yang masih memegang obat merah,"Taraka..."
Taraka mendongak, menghentikan tangannya yang memegang obat merah, "...Iya? kenapa Juna? sakit ya?"
Juna tersenyum, begitu tulus, damai dan nyaman, "Aku nggak apa-apa, jangan khawatir..."
"Kamu luka, gimana mungkin aku nggak khawatir?"
"....."
Taraka kembali mengobati Juna. Tangannya telaten dan lembut, tak ingin menyakiti Juna sedikitpun. Seolah Juna adalah barang pecah belah yang harus dijaga dengan segenap jiwa.
Ia mendongak, menatap Juna yang juga sedang menatap kearahnya.
"Juna... jangan lari kaya tadi lagi. Kalau kamu kenapa-napa lebih dari ini gimana?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Naga Arjuna {Taeshan}
Teen FictionKalau ditanya tentang bahagia, Juna tak pernah tau jawabannya. Seperti apa bentuk kebahagiaan, ia belum pernah mengalaminya. Yang ia tau hanya sekolah dan bekerja, menghasilkan uang untuk ibunya. Namun, setelah bertemu dengan Taraka, Juna mulai meng...