Chapter 5 : Norma Dunia

168 23 2
                                    

Sebelumnya aku mau bilang dulu kalo disini aku bikin Jaya(Jaehyun), Rizaa(Riwoo) seumuran sama Taraka(Taesan), dan Satria (Sungho) lebih tua dari Jaya.

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Taraka mengantar Juna sampai kedepan rumahnya. Juna turun dari motor, angin lembut menerbangkan rambut legamnya, membuat Taraka lagi-lagi terpesona. Seolah alam begitu ingin menunjukkan betapa luar biasanya seorang Naga Arjuna.

"Makasih udah anterin aku, Raka."

Taraka mengangguk ringan, senyum tak pernah lepas dari wajahnya yang menawan.

"Nanti kesekolah aku jemput, ya?"

"Enggak usah, aku berangkat naik bis aja."

"Kenapa?"

Juna melipat bibirnya kedalam, ragu untuk berucap.

"Juna...?"

"....Iya?"

"Ada ap---"

Ucapan Taraka terputus saat tiba-tiba sebuah teriakan seorang perempuan yang memanggil Juna terdengar.

"ARJUNA!"

Keduanya melihat ke sumber suara, ada Sania yang terdiri didepan pintu. Wajahnya terlihat tidak bersahabat, begitu dingin dan kaku.

"Dia ibuku. Aku masuk dulu, hati-hati dijalan, Raka."

Taraka hanya diam, matanya mengikuti langkah Juna hingga benar-benar masuk ke dalam. Rumah Juna bukanlah rumah yang kedap suara, dindingnya hanya dari semen usang dengan dua jendela dan satu pintu kayu. Apa yang terjadi didalam, Taraka bisa mendengarnya. Begitupun dengan desingan telapak tangan yang beradu dengan kulit, kata-kata makian kasar yang terlontar, Taraka mendengar semuanya. Hatinya sakit, ia tak bisa berbuat apa-apa. Ia belum tau apa-apa tentang Arjuna. Seperti apa hidup laki-laki itu, seberapa berat beban yang dia pikul dan seberapa kuatnya dia dalam menghadapi semuanya, Taraka sama sekali belum mengetahuinya.

Setelah beberapa saat, Taraka turun dari atas motor. Ia mengitari rumah Juna, hingga menemukan jendela yang berbatasan langsung dengan kamar Juna.

Arjuna ada disana, duduk memeluk dirinya sendiri diatas kasur dalam keadaan diam. Taraka mengepalkan tangan, Arjuna nya terlihat begitu kesakitan. Dengan pipi lebam karna bekas tamparan, kekasihnya mencoba untuk bertahan. Lalu perlahan, air matanya turun menembus pertahanan. Disaat bersamaan, hujan turun tanpa perhitungan, seolah tak mempedulikan jiwa-jiwa yang mendamba kedamaian.

Diluar sana, Taraka basah oleh hujan. Sementara didalam, Juna basah oleh air mata. Taraka tak mengalihkan pandangan dari Juna barang sekejap, bajunya yang sudah basah kuyup tak ia pedulikan. Hingga Juna terlelap dalam tidurnya, barulah Taraka bergerak dan pulang kerumahnya.

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Juna membuka mata, jam sudah menunjukkan pukul 6. Ia hanya tidur setengah jam, kepalanya pusing karna menangis tadi malam. Juna meraba pipinya, ia meringis saat merasakan sakit disana. Ini bukan kali pertama ia ditampar oleh ibunya, seharusnya ia sudah terbiasa. Namun tetap saja, rasa sakit menjalar hingga kedalam hatinya. Merobek jantung hingga yang tersisa hanya luka.

Juna selalu menjadi pelampiasan ibunya, dari masalah besar hingga kecil, selalu ia yang disalahkan atas segalanya. Seperti tadi malam, Sania tidak bisa mendapatkan pekerjaan sebagai SPG karna ia adalah seorang ibu. Sementara yang dibutuhkan adalah wanita yang belum menikah dan mempunyai anak. Kemarahannya dilampiaskan pada Juna, memaki dengan kasar dan mengatakan Juna adalah pembawa sial dalam hidupnya. Juna hanya diam menerima, pun saat dia ditampar, Juna tetap tak bersuara. Bersikap seperti samsak yang diberi nyawa.

Naga Arjuna {Taeshan} Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang