.00.

306 49 81
                                    

"Terkadang semua orang menilai kekurangan itu sebagai aib. Bukankah mereka juga tidak sesempurna itu?"

- Azzam Genius Mahardika

~ 00.00 ~

Happy Reading
.
.
.

" Pa, boleh Azzam ikut keluar dengan kalian?"

Ketiga orang tersebut menghentikan langkah mereka dan berbalik menatap seorang remaja yang sudah berpakaian rapi. Malam ini keluarga Mahardika akan menghadiri acara tasyukuran atas keberhasilan yang telah diraih oleh rekan bisnis Fardan, suami dari Ammara dan papa dari Azriel dan Azzam.

Keluarga Mahardika sendiri, termasuk dalam jajaran keluarga terpandang dalam dunia bisnis. Mereka semua sangat mengedepankan nama baik keluarga. Segala upaya dilakukan agar keluarga mereka nampak sempurna di mata orang yang memandangnya.

Fardan Aruna Mahardika adalah sosok kepala keluarga yang tegas dan berwibawa. Ia memiliki seorang istri bernama Ammara Latisha Mahardika. Pernikahan mereka dikaruniai dua orang anak laki-laki yang mereka beri nama, Azriel Gala Mahardika dan Azzam Genius Mahardika.

Kelahiran kedua putra mereka adalah anugerah terindah dari Sang Maha Pencipta.Namun, anak kedua dari Fardan dan Ammara mempunyai cacat pada kekebalan fisiknya. Gejala itu terlihat saat Azzam menginjak usia satu tahun.

Mereka berdua membawa Azzam ke rumah sakit untuk diperiksa lebih lanjut. Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa Azzam mengidap salah satu penyakit autoimun yang dikenal dengan nama Myasthenia Gravis.

Penyakit yang mempunyai nama indah bagi siapa pun saat pertama kali mendengarnya. Tetapi, penyakit ini tidak seindah namanya. Kesempurnaan yang mereka dambakan harus terkubur saat harus menelan fakta bahwa anak kedua mereka mempunyai cacat fisik.

Karena satu fakta tersebut, kasih sayang mereka kepada Azzam tidak lagi sama. Fardan dan Ammara sudah tidak mau mengurus Azzam kecil. Ammara memberikan Azzam kepada Liana yang bekerja sebagai pengasuh Azriel dan Azzam.

Ammara hanya berfokus mengasuh Azriel, sedangkan Azzam ia berikan kepada Liana dengan alasan, tidak mau mengasuh anak cacat fisik seperti Azzam karena pasti akan merepotkan. Liana dengan senang hati menerima Azzam untuk ia rawat. Sampai saat ini usia Azzam sudah menginjak remaja.

Kembali kepada ketiga orang yang masih memandang Azzam dengan wajah malas.

"Kamu tidak usah ikut, nanti akan merepotkan kami di sana" balas Fardan dengan nada datarnya.

"Yang ada nanti kami akan malu jika mengajakmu. Kamu harusnya sadar diri dengan fisikmu! Sudah cacat, tapi seolah layaknya orang normal" imbuh Ammara dengan wajah juteknya.

"Lo diem aja deh di rumah main mobil-mobilan sama Bi Ana. Kalau lo ikut, nanti buat papa sama mama malu" Azriel melontarkan kalimat pedasnya ke Azzam.

Ammara mengelus lembut surai milik Riel dengan sayang. Azzam yang melihat pemandangan di depannya hanya bisa terdiam. Jauh di dalam lubuk hatinya, dia sangat menyayangi kedua orang tuanya dan abangnya Riel. Meski mereka memandang dia layaknya kotoran najis. Bahkan untuk menyentuh dia saja mereka enggan.

"Sudahlah Mas, ayo kita berangkat. Nanti kita akan terlambat" ucap Ammara.

"Baiklah, ayo."

Mereka bertiga mulai melangkahkan kakinya keluar rumah. Azzam hanya bisa menatap kepergian mereka dengan sendu. Sampai mobil milik Fardan sudah hilang dari pandangannya, Azzam kembali masuk ke dalam rumah dan mengunci pintu.

Saat dia berbalik, di belakangnya sudah ada Bi Ana yang tengah menatapnya dengan sendu. Azzam membalas tatapan Bi ana dengan senyuman lebar. Seolah berkata, 'Azzam baik-baik saja'. Bi Ana merentangkan kedua tangannya, Azzam berlari kecil ke arah Bi Ana. Saat sudah mendekat, Bi Ana langsung merengkuh tubuh rapuh itu ke dalam pelukannya.

Azzam membalas pelukan Bi Ana, kedua tangannya meremat kuat baju belakang milik Sang Bibi untuk menyalurkan semua rasa sakitnya. Bi Ana mengelus lembut surai milik Azzam seperti yang dilakukan Ammara pada Azriel.

"Azzam pasti bisa, Azzam anak spesial. Jangan menangis, anak Bunda hebat. Bunda bangga bisa merawat anak spesial sepertimu, Sayang" ucap Bi Ana dengan nada lembut khas seorang ibu.

"Azzam sayang banget sama Bunda, Jangan pernah tinggalin Azzam kaya mereka" lirihnya.

Bi Ana membekap mulutnya agar Azzam tidak mendengar isak tangisnya. Hati kecilnya ikut merasa sakit ketika melihat Azzam diperlakukan berbeda dari Azriel. Ibu macam apa Ammara, dia telah menyia-nyiakan anak spesial seperti Azzam.

Harusnya dia bersyukur menjadi salah satu orang tua yang dititipkan anak Surga seperti Azzam. Jika Ammara merawatnya dengan tulus, maka Surga terindah untuknya kelak. Hati Ammara sudah tertutup oleh ambisinya akan kesempurnaan. Dia sudah gelap mata, tidak dapat melihat apapun.

"Bunda janji tidak akan meninggalkan Azzam, kecuali maut yang memisahkan kita."

.
.
.

Bersambung ....

Satu kata untuk Azzam ?

Tunggu chapter selanjutnya ya ~

Semangat dan jangan lupa bahagia !!!👋🏻💕

Bye.

Diary AzzamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang