Last night was a total accident.
Andara menghela nafasnya kasar setelah meyakinkan diri kalau semua yang terjadi pada malam itu memang ketidaksengajaan yang entah kenapa tidak bisa ia sesali sama sekali. Karena bagaimanapun juga, dia sendiri yang terlibat atas yang terjadi padanya malam itu.
Diberhentikan dari pekerjaan ketika dia bahkan tidak mempunyai pekerjaan sampingan cukup membuatnya stres dan berakhir pergi ke club demi menghibur diri. Padahal selama ini dia tidak merasa melakukan kesalahan dalam pekerjaannya, tapi entah kenapa atasannya tiba-tiba memberi informasi bahwa dia dipecat.
Yang menjadi masalah sekarang adalah, dia baru mengetahui fakta bahwa dia sedang mengandung.
Bukan, bukan berarti Andara menyesal dan kemudian menyalahkan janin yang kini hadir di hidupnya. Hanya saja, bagaimana cara dia dapat menghidupi janin ini kalau dia saja tidak memiliki pekerjaan saat ini. Persediaan uangnya tidak akan cukup untuk biaya kesehatan pertumbuhan janinnya.
Hal lain yang membuatnya menghela nafas berat adalah, kenapa pengalaman pertamanya melakukan hal demikian justru berjalan tidak aman. Bodohnya lagi dia sama sekali tidak mengenal siapa orang yang bersamanya malam itu.
Sadar pada keadaan diri, dia juga tidak berniat untuk mencari laki-laki itu sih. Apalagi berharap dia akan bertanggung jawab pada anaknya. Laki-laki itu bisa saja menganggap kalau malam itu dia memang wanita bayaran, kan?
Kejadiannya juga sudah cukup lama kalau Andara ingat lagi. Jadi kemungkinan besar, laki-laki itu juga tidak akan mengingatnya sama sekali. Andara juga tidak ingat bagaimana rupa laki-laki itu, yang masih ada dalam ingatannya hanya wangi yang menguar dari pakaian laki-laki itu.
Kalau boleh jujur, yang membuatnya merasa sial adalah karena dia harus mengandung dalam kondisi yang begitu sengsara. Hidup sebatang kara di perantauan. Sudah mengirim banyak lamaran, tidak ada satupun panggilan masuk ke pesan elektroniknya.
Tapi Andara juga tidak pernah merasa sial dengan keberadaan janin yang tumbuh di perutnya. Dia justru memikirkan bagaimana nasib anak ini karena memiliki dia sebagai ibunya.
Ayah dan ibu Andara sudah meninggal. Andara sempat tinggal di rumah saudara dari ibunya, tapi tidak lama karena dia cukup sadar kalau keluarga ibunya ternyata keberatan menampung dirinya. Sementara ayahnya sudah lama hidup sebatang kara, tidak ada sanak saudara yang ia kenal dari ayah.
Andara pergi dari rumah saudaranya setelah dia lulus sekolah. Memutuskan untuk pergi merantau dengan tabungan tak seberapa yang ia kumpulkan sejak dia sekolah dasar. Untuk hal ini, Andara merasa bersyukur sekali karena ibu dan ayahnya selalu menjaga uang tabungannya sejak kecil.
Kadang kala ketika dia sibuk dengan pekerjaannya yang saat itu berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Andara merasa senang memperhatikan anak-anak muda seusianya yang disibukkan dengan kegiatan perkuliahan, bermain dengan teman sebaya, menikmati hidup seolah tidak ada beban tanggungan yang mereka bawa.
Tapi meski begitu, Andara bersyukur karena dia tetap bisa belajar meski tidak menempuh pendidikan formal. Dia belajar banyak dari orang-orang yang pernah menjadi rekan kerjanya. Belajar dari pengalamannya, juga pengalaman orang-orang sekitarnya.
Andara refleks mengusap perutnya yang masih rata.
"Kamu sehat sehat ya, aku bakal cari cara supaya pas kamu lahir kamu ga sengsara." Gadis itu kemudian merebahkan dirinya di kasur.
Untuk saat ini, setidaknya Andara masih mempunyai uang simpanan untuk bertahan hidup. Dia juga mempunyai tempat tinggal yang cukup layak dan nyaman meski tidak luas dan besar. Hidup sendirian tidak membuatnya termotivasi untuk memiliki rumah besar sih.
