Bagian 2

0 0 0
                                    

Setelah dari ruangan Ibu Lian aku dan perawat Laras berjalan beriringan ke lift. Perawat Laras kembali ke UGD dan aku kembali ke ruanganku, aku sendiri bahkan belum sempat menyeruput kopi ku. Sembari berjalan kami membicarakan banyak pasien salah satunya Ibu Eva, Ibu Eva adalah pasien yang akan menjalankan Operasi hari ini.

“Pasien ibu Eva yang akan operasi hari ini, tolong kirim hasil Rontgen nya ya, dan pasien puasa kan hari ini ?,” ucapku.

“Puasa dok, saya sudah ke kamar Ibu Eva tadi,” ucap Perawat Laras.

“Sudah kamu jelaskan tentang operasi ini kan pada pihak keluarga ?,” tanyaku.

“Sudah dok, “ ucap Perawat Laras.

“Kemarin sih saya memang sudah bicara dengan pihak keluarga tapi harus tetap di jelaskan lagi, Baiklah kalau begitu, tolong segera kirim hasil Rontgen Ibu Eva ya, saya tunggu,” Ucapku.

Perawat Laras mengangguk, aku pun keluar dari Lift dan menuju ke ruanganku, hari ini sekitar jam 3 sore aku akan melakukan operasi pengangkatan kandung Empedu.

Sesampainya di ruangan aku langsung menyambar kopi yang es batunya sudah meleleh dan membuat rasa kopinya jadi hilang. Aku duduk dan membuka komputer melihat hasil Rontgen Ibu Eva yang sudah di kirim Perawat Laras sesuai dengan permintaanku tadi.

Tok tok tok...

Aku menoleh ke arah pintu, dan bisa melihat dari kaca yang ada di pintu bahwa Dokter Awan yang mengetuk pintu sembari melambaikam tangan ke arahku. Dokter Awan adalah Dokter Kandungan di Rumah Sakit ini.

Aku tersenyum menyambutnya dan menyuruhnya masuk.

“Masuk,” ucapku.

Dokter Awan langsung masuk dan menutup pintu lagi.

“Lagi apa ?,” tanya Dokter Awan sembari ikut mengintip komputerku.

“Hasil Rontgen Ibu Eva, kandung empedunya mengalami pembusukan,” ucapku.

“Harus segera operasi kalau begitu,” ucapnya.

“Iya, hari ini operasinya,” ucapku.

“Dengan metode Laparoskopi ?,” tanya Dokter Awan sembari mengambil kursi di sudut ruangan dan menggeretnya ke seberang mejaku.

“Tidak, pasien menderita Paru Obstruktif Kronis, jadi harus menjalani operasi dengan metode konvesional,” ucapku.

Dokter Awan mengangguk anggukkan kepalanya.

“Ngomong ngomong ada keperluan apa kesini ?,” tanyaku.

“Operasinya jam berapa ?,” tanyanya balik. Aku mengernyitkan dahi tapi tetap menjawab pertanyaannya.

“Jam 3 Sore nanti, kenapa ? Ada yang mau di bahas ?,” ucapku.

Dokter Awan diam sejenak sebelum melanjutkan pembicaraannya.

“Baru baru ini aku menerima pasien berumur 46 tahun, setelah sebelumnya mengalami keguguran ini merupakan kehamilan pertamanya, dia kesulitan untuk hamil sebelumnya. Beberapa waktu lalu dia datang untuk periksa karena mengeluhkan nyeri pada perutnya, setelah di lakukan segala tes akhirnya di ketahui bahwa si ibu mengalami kehamilan Ektopik,” Dokter Awan menjelaskan dengan ekspresi wajah yang sedih.

“Berapa usia kehamilannya ?,” tanyaku.

“9 Minggu,” jawab Dokter Awan.

Aku menghela napas kasar, tak terbayang bagaimana sedihnya ibu ini.

“Lalu tindakan apa yang kalian ambil?,” tanyaku.

“Kami berencana melakukan salpingektomi laparoskopi atau salpingostomi Laparoskopi,” Ucap Dokter Awan.

“Bukankah sebaiknya gunakan teknik Salpingostomi Laparoskopi ?, agar si ibu masih punya harapan untuk hamil lagi,” Ucapku.

“Usia si ibu sudah tidak muda lagi dan sedihnya si ibu menderita Koriokarsinoma atau trofoblastik gestasional,” Ucap Dokter Awan yang membuatku tercengang mendengar kondisi si Ibu.

“wah, bagaimana bisa !,” ucapku masih tidak percaya, Koriokarsinoma adalah tumor langka yang terjadi pada kehamilan.

“Aku telah melakukan pemeriksaan lebih lanjut dan tumor ini sudah mencapai ke stadium II,” ucap Dokter Awan.

“Artinya tumor sudah menyebar ke organ tubuh lain, apa tumor sudah menyebar ke Paru-paru atau otak ?,” Tanyaku.

“Belum,” jawab Dokter Awan.

“Kalau begitu karena sudah masuk stadium II pasien harus segera di operasi untuk menghentikan penyebaran lebih lanjut, menurutku operasi pengangkatan tumor harus di lakukan lebih dulu,” saranku.

Dokter Awan mengangguk setuju.

“Aku akan membantu, aku yang akan melakukan Operasinya,” ucapku.

Dokter Awan menatapku bingung, dia seperti ingin mengatakan sesuatu tetapi ragu ragu.

“Ada apa ?,” Tanyaku.

“Aku memang ingin meminta bantuanmu, tapi, aku tidak tau aku sudah melakukan hal yang benar atau tidak,” ucapnya.

Aku mengernyitkan dahi tidak mengerti apa yang sebenarnya di maksud.

“Ini data Pasiennya, tolong pikirkan baik baik, maafkan aku,” ucapnya sembari memberikan berkas yang memang di bawanya saat datang ke ruanganku.

“Aku harus pergi, aku ada Operasi 1 jam lagi, dan lagi aku tidak akan tega melihat ekspresimu jika membuka data pasien itu,” ucapnya kemudian langsung buru buru keluar.

Aku pun jadi penasaran luar biasa setelah dia mengatakan itu, ku buka map coklat dan ku keluarkan datanya. Aku terpaku ketika melihat nama dari pasien itu, Meiyin Wahid.

Seketika semua kenangan hitam masa lalu kembali berterbangan di pikiranku.

“Mbak Maafkan kan.....” setelah sampai di samping Ibu dia memegang tangan Ibu tapi kakinya terpelesat dan terjatuh dari tangga, tangannya yang memegang Ibu membuat Ibu ikut terseret jatuh bersamanya. Semua yang ada di sana berteriak, Ayah juga berteriak dari atas tangga, mereka berdua jatuh tergelinding di anak tangga dan saling bertabrakan.

Secara spontan aku berlari ke arah Ibu, aku berusaha menahan Ibu agar tidak terus jatuh ke bawah, tapi apa daya, aku tidak punya kekuatan untuk menahan Ibu dan akhirnya ikut terjatuh.

Hari dimana itu menjadi titik terendah dalam hidupku, hari dimana aku kehilangan semuanya.

“Aku tidak ingin baik Ayah atau Nenek tahu mengenai kami, setelah aku pergi aku tidak ingin mereka tahu di mana keberadaanku, aku tidak ingin di temui dengan siapapun dari keluarga ini termasuk Kakek,”

Kakek menangis mendengar permintaanku, setelahnya aku diam menunggu jawaban Kakek. Setelah agak lama menangis, kemudian dia diam sebelum menjawab permintaanku.

“Kakek akan mengatur semuanya Ken,”

“Sekalipun Kakek tahu keberadaanku, Kakek tidak boleh muncul di hadapanku atau membantu finansial kami,”

Dengan nafas berat kakek mengangguki permintaanku, aku berdiri untuk melangkah pergi.

“Ken,” aku menghentikan langkahku ketika Kakek memanggil, aku tidak ingin menoleh karena takut merasa berat hati meninggalkannya, selama ini selain Ibu hanya Kakek yang menaruh perhatian padaku.

“Izinkan Kakek untuk tetap bisa melihat kalian dari jauh,”

Semua, aku kehilangan semuanya, dalam satu hari aku kehilangan semuanya. Ibu, semua perkataanmu telah menjadi kenyataan, bahkan setelah sekian lama tidak tampak ada kebahagiaan dalam hidup mereka bu.

Tanpa sadar aku menangis setelah semua kenangan buruk itu kembali terlintas, tidak pernah terbayangkan dalam hidupku, aku akan merasakan hidup yang sepahit ini, aku sudah cukup bahagia sekarang, tapi kenapa takdir menginginkan hal lain ?.

..............

Terimakasih yang sudah baca bagian 2 ya, di tunggu terus untuk bagian lainnya.

mohon maaf jika istilah medis yang aku pakai ada kesalahan, bukan dokter beneran soalnya.

TEMPO RARYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang