Angin sepoi-sepoi perlahan masuk ke dalam Café bertema alam bersatu dengan suhu AC yang membuatnya semakin terasa sejuk. Seorang gadis dengan apron melilit tubuhnya sedang membuat salad sayur yang di pesan oleh pelanggan pertamanya hari ini. Ia sudah cukup cekatan karena sudah bekerja lebih dari tiga tahun dalam bidang ini.
“Silahkan.” Ia memperlihatkan senyumannya pada pelanggan setelah meletakkan pesanannya di meja. “Narendra?!” Tak bisa menyembunyikan keterkejutannya, ia menjadi gugup. Ini sudah beberapa hari yang lalu sejak ia pulang ke rumahnya, ia tak menyangka akan bertemu dengan adiknya dalam waktu yang sesingkat ini. Ia belum mempersiapkan mentalnya.
“Hai, Ver. Kamu kerja di sini? Café ini punya Shylla, ‘kan?” tanya Narendra meminum air mineral yang diberikan sekaligus dengan pesanannya.
“Ha-hai!” Mampus! Vera merutuki dirinya sendiri, ia serasa ingin menenggelamkan diri. Mengapa ia malah terlihat seperti seorang gadis yang gugup karena bertemu dengan pria idamannya? Ini memalukan. “Ini Café kami berdua, tapi memang dia investor paling besarnya sih,” jelasnya setelah terdiam beberapa saat.
“Emmm, Shylla belum datang!” Ia berusaha menerka apa tujuan Narendra ke sini.
“Aku bukannya ingin bertemu dia, tapi aku ingin bertemu dengan keluarga lama.” Narendra menghentikan sejenak perkataannya, ia menelan salivanya beberapa kali karena gugup. Udara yang dingin tak mampu menghilangkan rasa panasnya hingga ia berkeringat begitu banyak. “Kakak apa kabar?” tanyanya sembari melengkungkan bibirnya, matanya bahkan sedikit menghilang.
Mata Vera membulat sempurna. Ia yakin jika ia tidak salah dengar tapi bagaimana bisa Narendra tau tentang hubungan mereka. Apa dia sudah mengetahui sejak pertemuan pertama mereka? Apa pria yang telah meninggalkan mamanya itu yang memberitahu? Ia benar-benar tidak bisa berpikir jernih sekarang, ia tiba-tiba merasa takut. Ia takut jika Narendra bertemu dengan Rahayu, kesedihan masa lalu wanita paruh baya itu semakin besar. Apa yang harus ia lakukan?
“Kamu bicara apa?” tanyanya berusaha menyangkal dan berpura-pura tidak mengetahui apa pun. Sekarang kehidupan masing-masing dari mereka telah lebih baik, saling mengenang masa lalu hanya akan membuka luka lama dan ia tidak ingin itu terjadi.
Sebelah bibir Narendra terangkat ke atas. Kebohongan seperti itu sudah menjadi makanan sehari-hari baginya. Ia sudah sangat muak. Raganya sudah begitu lelah mencari semua kebenaran itu sendirian. Merindukan masa lalu yang tak mengharapkannya dalam kegelapan. “Ohhh jadi setelah buat Papa sama Mama cerai sekarang Kakak malah berniat gak kenal sama aku?” Matanya yang memiliki tatapan teduh kini berubah, menyiratkan amarah yang mendalam. “Memang sampai sekarang Kakak gak pernah mengharapkan aku lahir ya?!” Ia terus menuding, mengeluarkan semua yang ia ketahui sejak sebulan yang lalu.
Ternyata dunia tidak membiarkan Vera bernapas lega. Kejutan terus menghantamnya ke dalam jurang. Pernyataan yang dikatakan oleh Narendra membawanya pada jalan buntu. Semua sisi yang ia lihat tak memiliki akhir yang baik, ia takut terjebak lebih dalam ke dalam lembah yang dipenuhi oleh pepohonan besar nan lembab. “Aku penyebab mereka cerai? Jangan bercanda! Aku baru berusia lima tahun saat itu!” Ia menyerah, rasa penasaran menabraknya hingga ia tak bisa berkutik terjatuh pada pukulan kenyataan.
“Aku tidak berniat menjelaskan itu semua.” Wajah Narendra kini berubah lagi, pria itu sangat pandai dalam memainkan ekspresinya. Entah itu menyiratkan perasaannya atu hanya sekedar mencapai keinginannya. “Mama apa kabar? Aku sangat ingin bertemu dengannya.” Kini sirat matanya seolah memohon.
“Mama sehat.” Vera menghela napasnya sejenak, ia merasa seperti kekurangan oksigen. “Beri aku waktu untuk bicara dengan Mama, luka lama yang ingin dibuka kembali, akan terasa lebih menyakitkan.” Ia berpura-pura tegar, menyembunyikan getaran di kakinya yang tak mampu menahan degup jantungnya yang berpacu bagai kuda di medan perang. Semua kembali begitu menggebu-gebu dan tanpa aba-aba.
“Oke, aku juga akan bicara sama Papa, setidaknya satu keluarga berkumpul bukan?” Narendra tersenyum dan entah mengapa itu terlihat menyeramkan di mata Vera.
Benar-benar tidak punya hati! Bagaimana mungkin mantan suami istri dapat bertemu dan saling bertegur sapa demi seorang anak setelah beberapa tahun telah berlalu. Apa usaha untuk melupakan akan berjalan sia-sia? Setelah berdiri dalam tanah berlumpur hingga terjatuh beberapa kali, mengapa lumpur penghisap malah menarik mereka untuk terperosok lebih dalam?******
Hai 👋
Apa kabar?
Semoga sehat selalu
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Little Finger
RomanceAnugerah seperti ini harus disesali atau disyukuri? Takdir ini harus diterima atau harus melarikan diri? Verasha Ayunindya merasa jika ia bisa merubah takdir jari kelingking yang mengikatnya. Setelah bertahun-tahun mengalah dengan benang merah yang...