“Aku menyukaimu! Bisakah kamu berusaha membuka hatimu sedikit?” Pertanyaan itu sukses membuat kedua gadis yang membalut tubuhnya dengan apron itu melamun. Mereka hanya duduk di salah satu meja pelanggan usai membuka Café pagi-pagi sekali.
“Jangan dipikirkan, dua pria itu tampan kok!” Pernyataan itu membuyarkan lamunan mereka. Keduanya kompak menoleh ke belakang.
“Dua pria mana? Perasaan Cuma Narendra deh!” ujar Shylla bingung, ia menatap penuh tanya pada dua sahabatnya. Siapa? Apakah ada personal yang kembali mendekati Vera? Mengapa hanya ia yang tidak diberi tau? Benar-benar sahabat yang tidak setia. Padahal ia hampir menceritakan semua hal pada mereka.
“Gue belum kasih tau siapa pun!” Vera berujar cepat sebelum Shylla salah paham. “Falisha pasti tau dari Mama, teman gosipnya,” jelasnya. “Namanya Rafanza, baru kenal dua hari lalu dan langsung ngejar. Nempel kayak parasit,” lanjutnya yang sebenarnya sedikit tidak berminat. Ia yang jelas tak bisa memiliki pria itu membuatnya seperti ini.
“Tuh kan, lagi-lagi lo kayak gitu! Mau sampai kapan lo nolak tiap ada cowok ngedekat? Padahal lo gak suka siapa-siapa.” Shylla sudah muak melihat kelakukan Vera. Sahabatnya itu selalu mengeluh perihal belum menemukan jodoh tapi selalu menolak jodoh tersebut. Tidak mungkin ia datang sendiri dan tiba-tiba mereka langsung menikah bukan? Tentu akan ada proses pendekatan sebelumnya.
Falisha yang mengetahui kemampuan Vera hanya diam saja. Ia tak banyak berkomentar karena tak ingin membuat Vera semakin patah hati dengan kemampuannya sendiri. Perasaan cinta yang tak pernah bisa benar-benar gadis itu rasakan membuatnya merasa kasihan.
“Gini aja gimana, gue mau buka hati buat Narendra kalau lo buka hati buat tu cowok!” Shylla memberikan ide yang begitu bagus jika saja Vera tidak diberikan anugerah itu. Namun tidak dengan keadaan sekarang, semuanya tidak mendukung.
Vera melihat Shylla dengan serius. Jika sudah seperti ini, apa yang harus ia lakukan? Ia tidak mungkin menceritakan kemampuannya pada gadis itu karena sudah pasti ia tidak akan percaya dan tidak akan menerimanya. Ini terlalu sulit untuk diceritakan. Di satu sisi, ia juga ingin Shylla menerima Narendra karena memang itu takdirnya. Ia tidak ingin hanya karenanya kebahagian mereka berdua jadi terhambat. “Oke, gue mau.” Masalah mengenai dirinya, ia akan memikirkannya nanti.
Ia dapat merasakan Falisha mencubit pinggangnya, ia tau maksudnya. Wanita itu pasti mengkhawatirkannya dan takut cinta hadir tanpa semestinya. “Harus janji ya? Kalau bisa minggu depan kita triple date.” Ia tidak ingin terlalu memikirkannya. Yang terpenting saat ini ia bisa menggunakan kemampuannya sebaik mungkin.
“Lo gila, ya!” Falisha tidak tahan mendengar itu. Vera benar-benar tidak memikirkan dirinya sendiri sama sekali sama seperti dulu. Terlalu memikirkan perasaan orang lain.
“Emang kenapa? Lo lagi berantem dengan suami lo?” Shylla benar-benar hanya asal bicara hanya karena dia tidak mengetahui apa pun. Ia lagi-lagi melihat Vera dan Falisha secara bergantian.
“Gue gak ada waktu buat ngeladenin kisah cinta kalian.” Sudahlah, Falisha tidak ingin ikut campur. Biarkan Vera dengan keputusannya sendiri, lagi pula jodoh Vera belum ada tanda-tanda untuk datang. “Gue Cuma berharap kalian beanr-benar bisa suka ya,” ujarnya yang sebenarnya hanya tertuju untuk Shylla.
“Mentang-mentang udah nikah lo!” Vera menggelengkan kepalnya lalu terkekeh pelan. Ia merasa sahabatnya yang satu ini memiliki umur yang jauh berbeda dengannya. “Narendra kerja apa?” tanyanya pada Shylla, pertanyaan itu sudah lama ia pendam.
“Katanya sih ngelanjutin bisnis Papanya.” Shylla mengingat pertemuan mereka kemarin. Setelah makan es krim, mereka sudah sedikit leluasa untuk berbicara. Narendra tak lagi membuatnya penuh kekacauan dengan degup jantung yang tak karuan.
“Papanya.” Vera membatin, pria itu juga seharusnya seseorang yang juga sangat berarti baginya namun ia bahkan tidak mengetahui bagaimana wajah pria itu saat ini. Apakah ia masih mengingat jika memiliki anak lain selain putra kesayangannya itu? Anak pertamanya, apakah ia pernah berpikir untuk bertemu kembali
Entah kenapa, hatinya sedikit patah mempertanyakan semua itu. Ia merasa iri. Namun itu juga pasti terjadi pada Narendra yang kehilangan sosok ibu. Ia yang menunda pertemuan mereka hingga saat ini, benar-benar sangat egois. Rasa bersalah tiba-tiba kembali menghantuinya, ia harus sesegera mungkin berbicara dengan ibunya terkait ini.
“Rafanza kerja apa?” Shylla membalikkan pertanyaan Vera.
“Guru SD.” Satu hal yang paling membuat Vera bersyukur tidak berjodoh dengan Rafanza adalah latar belakang mereka yang sangat berbeda. Pekerjaan mereka juga bertentangan. Ia yakin hal yang mereka sukai juga tak berkesinambungan.
“Pelajaran apa?” Falisha tidak puas dengan jawaban Vera. Ia selalu ingin tau seluk beluk dari pria-pria yang mendekati kedua sahabatnya. Belum lagi mereka yang begitu cantik tentu saja yang berani mendekati adalah pria-pria tampan.
“Bahasa Indonesia.” Rafanza seorang PNS, pantas saja Rahayu terlalu membanggakan pria itu dan begitu senang dengannya. Pekerjaan itu adalah pekerjaan yang begitu ideal bagi menantu seluruh Indonesia. Semua ibu-ibu seakan mengharapkan anaknya mendapatkan pekerjaan sesempurna itu.
“Wahhh, mantap lo nanti bisa dapat dana pensiun kalau beneran jodoh.” Shylla berkata dengan begitu semangat.
Vera mengangguk saja. Perkataan Shylla hanya akan menjadi sepenggal kata yang tak akan menjadi kenyataan. Ini belum saatnya ia bertemu dengan takdir yang benang merahnya saling mengikat.
*****
To be continued
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Little Finger
عاطفيةAnugerah seperti ini harus disesali atau disyukuri? Takdir ini harus diterima atau harus melarikan diri? Verasha Ayunindya merasa jika ia bisa merubah takdir jari kelingking yang mengikatnya. Setelah bertahun-tahun mengalah dengan benang merah yang...