Memories

21 19 1
                                    

Wajahnya sudah memiliki ukiran-ukiran penuaan. Rambutnya mulai memutih per helai demi per helai. Kulitnya terlihat mengering dan bergelambir. Mata itu tertutup sempurna. Suara napas lelapnya membuat seseorang yang melihatnya merasa lega.

Wanita paruh baya itu tertidur di atas sofa. Usai menyelesaikan gaun Bridesmaids, ia memilih mengistirahatkan tubuhnya sebentar tapi malah ketiduran. Keringat bercucuran di dahinya karena kipas angin yang tak menghadap ke arahnya.

Vera menggelengkan kepalanya pelan. Mamanya tertidur dengan pintu yang belum terkunci. Untung saja tidak terjadi hal yang tidak di harapkan.

Setelah memikirkannya dengan matang, ia memutuskan untuk membicarakan semua yang ia ketahui pada Rahayu dan menanyakan semua hal yang juga ingin ia ketahui. Rahasia di antara mereka sudah seharusnya terungkap. Ia berhak tau alasan perceraian dan Rahayu berhak kembali memeluk putranya.

Tangannya terulur menyingkirkan rambut yang menghalangi wajah cantik Rahayu. Ia merasa kasihan dengan Mamanya karena masih bekerja di usia ini dengan mengatakan padanya jika belum ingin melepaskan hobinya padahal ia tau jika Rahayu tau jika keuntungan yang ia dan Shylla peroleh dari Café belum stabil. Ia benar-benar merasa bersalah, seharusnya sudah sejak lama ia menggantikan Rahayu sebagai tulang punggung keluarga. Tangan yang sudah mulai keriput itu, tidak seharusnya lagi terluka karena jarum yang menusuknya.

“Maaf, Ma!” gumamnya pelan lalu beranjak pada tumpukan-tumpukan kain yang berantakan, berniat merapikannya.

Berkat Shylla, ia jadi tau jika mantan suami Rahayu adalah pria yang kaya. Jika seandainya mereka tidak bercerai, pasti kehidupan Rahayu tidak akan sesulit ini. Ketika kecil, ia tidak akan pernah melihatnya menangis karena uang sekolahnya yang belum terkumpul. Tidak akan meninggalkannya sendirian di rumah hingga malam dan pulang dengan tubuh basah kuyup. Tubuhnya juga tidak akan sekurus sekarang dan juga tanda-tanda penuaan juga tidak akan muncul secepat ini.

Jika memang ia yang menyebabkan perceraian mereka, entah bagaimana ia menjalani kehidupan nantinya setelah semua terungkap. Apakah ia masih berani melihat Rahayu dengan kesalahan sebesar itu. Dua orang yang saling mencintai namun benang merahnya harus terputus, usai setelah bertahun-tahun bersama. Ia yang datang sebagai pendatang baru, seharusnya tidak berbuat sekeji itu. Seorang anak seharusnya menjadi pengikat, namun ia malah sebaliknya.

Perlahan demi perlahan, ia membuka buku jahit Rahayu, penasaran berapa lagi baju pelanggan yang belum diselesaikan. Sayangnya, ia tidak mewarisi bakat seni itu, jika tidak ia pasti sudah mengikuti jejaknya karena tidak perlu lagi mencari pelanggan. Mamanya sudah cukup terkenal di lingkungan mereka.

Ia membuka buku tepat di halaman tengah, di sana terselip pulpen dan buku tabungan, sepertinya Rahayu baru menghitung sesuatu. Dengan namanya yang juga tertulis di sana. Tabungan Biaya Pernikahan Putri Cantikku, di sana tertera perhitungan yang begitu detail. Hingga biaya dari kain yang akan ia berikan pada Shylla dan Falisha nanti sebagai Bridesmaids-nya.

Tanpa sadar, matanya mulai berembun. Tentu saja ia tau jika Rahayu sangat menyayanginya namun perhatian yang sebesar ini, ia benar-benar merasa berada pada pelukannya sekarang di saat Rahayu sedang tertidur di sana. Di sisi lain merasa berdosa telah menempatkan Rahayu pada harapan yang tak tau kapan bisa ia wujudkan. Ia belum menemukan pria itu, sangat sulit untuk mencarinya.

“Vera, kapan sampai?”

Ia refleks menutup buku itu, merasa jika seharusnya ia tidak membacanya. Itu bukan wilayahnya jika Rahayu tidak membicarakannya dengannya. Bisa saja Rahayu ingin membuat kejutan dan melihat senyumannya.

“Baru aja, Ma. Mama udah makan? Aku bawa nasi padang.” Ia menunjuk pada kresek putih yang ada di atas meja depan sofa. “Makan yuk!” ajaknya lalu menuju ke dapur mengambil peralatan makan, berniat makan di sana saja. Ia melakukan semua itu sembari terus memikirkan bagaimana memulai pembicaraan terkait masa lalu itu.

“Kamu makin rajin pulang sekarang, mau ketemu Rafanza, ya!?” goda Rahayu sembari mengedipkan matanya beberapa kali saat melihat putrinya telah tiba dengan nampan di tangannya.

“Mama, ih. Rafanza mulu, nanti kalau jodoh juga dekat sendiri.” Ia memilih mengikuti alur godaan Rahayu setelah melihat bagaimana Rahayu begitu ingin ia menikah dan menjadikan Rafanza menantunya. Saat ini, demi keinginan Rahayu terwujud untuk sementara, ia rela merasakan sakit hati jika nantinya ia malah jatuh hati pada Rafanza.

“Yeee, mana bisa dekat kalau gak di dekatin.” Rahayu mengambil ponselnya, berniat menghubungi Rafanza jika Vera ada di sini. Ia akan menjodohkan putrinya secara ugal-ugalan.

“Mama mau ngapain? Jangan telpon Rafanza dulu, aku udah ada rencana ajak dia nonton hari Minggu nanti.” Vera sepertinya akan benar-benar melakukan janjinya pada Shylla itu. Ia juga tidak ingin jika Rafanza benar-benar datang dan mengacaukan rencananya untuk berbicara empat mata.

Mata Rahayu langsung berbinar mendengar itu. Bahagianya seperti memenangkan lotre. Perjuangannya sepertinya tidak akan sia-sia. Ia malah memikirkan akan menabung lebih giat lagi karena sepertinya pernikahan itu akan segera terlaksana.

Mereka makan dalam diam, memang sering seperti itu jika hanya berdua saja. Berbeda jika ada tamu, mereka tidak akan memaksa mereka untuk mengikuti kebiasaan itu.

“Si Shylla gimana? Masih ngebet banget sama Gavin?” tanya Rahayu usai mereka makan.

Vera yang mendengar itu hampir tersedak dengan salivanya sendiri. Ia tidak tau jika mereka mempunyai ikatan batin sekuat ini. Kalimat pertanyaan itu tentu akan mempermudahnya sekarang.

"Ma, jadi ada yang ngedeketin Shylla. Ganteng juga orangnya, lebih ganteng malah kalau di mata aku. Menurut Mama gimana?” tanya Vera tak langsung pada tujuannya. Ia akan memancing perlahan.

“Kalau Mama sih kayak yang Mama bilang sebelumnya. Cewek itu lebih bagus dicintai dari pada mencintai karena mudah baperan, tapi balik lagi ke dia sih kalau gak suka mau gimana lagi.” Rahayu mengingat perkataannya pada Shylla terakhir kali. “Kamu kenal dong, ya. Siapa namanya? Kalau Shylla juga gak suka bisa jadi cadangan buat kamu nanti.”

Umpannya ditelan mentah-mentah oleh Rahayu. Ia tersenyum lalu menyeruput jus mangga miliknya, sedikit memberi jeda untuk pompaan jantungnya. “Namanya Narendra Deva …, apadah aku lupa … aaa, Devaputra, Ma,” ujarnya sedikit berpura-pura. “Kayak pernah dengar kan, Ma? Aku juga awalnya gitu tapi nama orang memang banyak yang sama sih.” Ia masih bertahan dengan tekadnya yang tak ingin berterus terang, biarlah ini mengalir seolah benar-benar alami.

Wajah itu tak dapat menyembunyikan perasaannya hatinya. Mata itu menunjukkan bagaimana degup jantungnya sekarang. Pikirannya melalang buana pada puluhan tahun silam. “Narendra Devaputra, nama yang bagus.” Rahayu mengingat jelas itu perkataannya saat ia sedang mendiskusikan nama anak pertama mereka dengan seorang pria yang masih menjadi suaminya saat itu.

Nama yang mereka pikirkan dengan perasaan yang sangat bahagia. Setiap harinya mereka menunggu nama itu akan tersematkan pada putra mereka. Namun harapan itu pupus saat kelahirannya jauh dari praduga pemeriksaan kehamilan.

“Iya, namanya bagus.” Vera mengikuti perkataan Rahayu. “Aku ingat, nama itu ada di salah satu foto yang Mama simpan di album. Ya kan, Ma? Mereka siapa, Ma?” Ia berharap bisa mengungkapkannya dengan lancar malam ini. Memang sudah seharusnya begitu.

“Kamu tau?” Rahayu melihat Vera dengan serius. Ia yang tadinya hanya menanyakan Shylla sekedar bertanya kabar malah berakhir dengan dirinya yang tak bisa menyembunyikan kesedihannya. Bayang-bayang masa lalu mulai berputar bagai kaset kuno di kepalanya. Kenangan itu bahkan tidak terhapus sedikit pun.

“Dia adik aku kan, Ma?” Rahayu sudah mulai jujur, maka ia pun jujur.

Tak bisa berkata-kata, wanita paruh baya itu berdiri dari duduknya lalu berjalan ke kamar meninggalkan Vera dengan ketidakpuasan mendekapnya bersama rasa penasaran. Apa yang dipikirkan Rahayu? Mengapa ia malah menghindar di saat ia ingin memulainya?

*****

Kuyy baca

Our Little Finger Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang