"Ra, jangan dimarahin."
Kinara menatap sebal ke arah Jevan yang baru saja ketahuan memberikan handphone pada anak perempuan mereka. Kemudian ia melirik sang anak yang bersembunyi dibalik tubuh Jevan dengan wajah cemberut.
Untuk menahan kekesalannya Kinara memejamkan matanya sejenak lalu menghela nafasnya cukup panjang. Jevan selalu saja membebaskan Hazel bermain handphone, padahal Kinara tidak ingin melakukannya karena takut anaknya akan kecanduan gadget.
Apalagi Hazel bermain game. Kinara sering sekali melihat anak-anak yang kecanduan gadget juga game hingga membuat mereka menangis bahkan mengamuk jika tidak diberikan. Ia tidak mau Hazel sampai seperti itu, belum lagi Hazel sempat mengalami sakit mata beberapa bulan yang lalu.
Hal itu membuat Kinara semakin membatasi penggunaan handphone untuk anak perempuannya itu. Tapi, berbeda lagi dengan Jevan yang tidak bisa menolak keinginan anak perempuan kesayangannya hingga semua dituruti.
"Sayang, jangan marah, ya. Marahin aku aja."
Dia juga akan selalu membela Hazel seperti sekarang ini. Kinara menghela nafasnya lagi, menahan diri untuk tidak marah agar Hazel tidak takut padanya.
Karena sangat dimanja oleh sang ayah Hazel jadi tidak bisa dimarah atau mendengarnya bicara dengan nada tinggi. Anak itu bisa menangis kalau sampai itu terjadi.
"Iya, sekarang makan. Azel ada tugas enggak, sayang?" tanya Kinara yang tersenyum pada anaknya.
Hazel yang semula bersembunyi dibalik tubuh ayahnya itu tersenyum dan menyambut uluran tangan ibunya.
"Ada, tapi nanti aja dikerjakannya, enggak papa, kan, Mami?" tanya Hazel yang membuat Kinara tersenyum dan menganggukkan kepalanya.
"Karena sudah main handphone berarti nanti malam enggak boleh, ya? Azel enggak boleh sering-sering nanti matanya sakit lagi." Kinara mengingatkan secara perlahan agar anaknya tidak menangis atau marah padanya.
"Oke, Mami, tapi nanti malam aku mau main sama Mochi." Hazel menjawab dengan cengiran lucu yang membuat matanya menyipit.
"Iya, boleh." Kinara mengacak gemas rambut anaknya itu.
"Mami, Mami," panggil Hazel.
"Iya, Azel." Kinara menanggapi sambil menatap anaknya.
"Kapan kasih aku adik yang lucu? Kalau punya adik aku janji enggak main handphone lagi. Kalau punya adik nanti aku main sama adik aja," kata Hazel sambil tersenyum lebar.
Kinara diam. Dia menatap Jevan yang menggelengkan kepalanya dengan cepat, pertanda bahwa bukan dia yang meminta Hazel berkata begitu.
"Sabar, ya, sayang. Nanti kalau sudah waktunya Azel pasti bakal punya adik," kata Kinara dengan penuh kelembutan.
Hazel pun mengangguk tanpa banyak bertanya. Kemudian ia mengikuti ibunya pergi ke dapur untuk menyantap makan siang bersama-sama.
Dari belakang Jevan mengikuti. Pria itu tersenyum haru melihat istri dan anaknya. Jevan tidak tau harus sebanyak apa dia mengucapkan terima kasih pada istrinya yang sudah memberikan kebahagiaan sebesar ini untuknya.
Kinara salah satu alasan dia bisa berbaikan dengan orang tuanya, berubah lebih baik untuk Reva dan bisa menerima kehadiran Rani serta menjadi kakak yang lebih baik untuknya.
Kalau bukan karena Kinara mungkin sampai detik ini hidupnya tidak terarah. Dia tidak punya tujuan hidup dan mungkin kehidupannya akan semakin terpuruk setelah kepergian adiknya.
Sekarang berkat Kinara ia bisa menjalani kehidupan yang lebih baik. Dia bisa membentuk sebuah keluarga kecil yang penuh kehangatan di dalamnya, keluarga yang dulu selalu ia harapkan.