09. 100 Days for Delora

26 6 0
                                    

9. SMA Bimasakti &
Mensive Gravitasi

Bocah itu menapakkan kakinya di koridor SMA Bimasakti di temani oleh om Bodi (Om Bodyguard) yang mengekor di belakangnya. Kebetulan, hari ini SMA Bimasakti mengadakan acara kerja bakti, oleh karena itu semua kelas bebas dari jam pelajaran.

Di sepanjang koridor banyak yang menatapnya gemas, terlebih dengan pipi gempal Lora yang bulat dan kenyal. Merekta ingin mencubitnya.

"WOI, ANAK ESDE DARIMANA ITU?!"

"Aduh gemasnya~"

"Sa, lo tunggu disini ya!"
"Lah, lu mau kemana?"

"Mau ke kantin, beli kresek hitam."

"Buat apaan anjing?!"

"Mau ngarungin anak TK!"

"Dekk jadi adek aku yokk?"

"Emakkk mau adek yang kayak gitu!"

"Yang, kira-kira kalau kita nikah
nanti anak kita bisa lucu gitu gak ya?"

"Kenapa? Kamu pengen?"
"Mauuu~ Lucu banget pipinya, bulet
kayak bakso raksasa." Ucap cewek itu.

"Iya nanti kalau udah nikah kita bikin sendiri, mau berapa?" Goda cowok itu.

Sontak, Lora yang mendengarnya
pun mengerucutkan bibirnya seperti
bebek. Dia berjalan ke kantin, om
Bodi bilang abang-abangnya sekarang tengah berada di kantin. Dia berjalan dengan langkah cepat, melupakan kakinya yang sakit karena insiden tadi.

"BANG MAUNG!" Lora menghampiri
Leo dengan wajah kusutnya.

"Kenapa mukanya lecek kayak baju
kurang setrikaan gitu?" Tanya Leo.

"Pipi aku gede?" Tanya Lora agak
sewot, mereka mengernyit heran.

"Kemana aja? Baru sadar?" Jawab
Zayyan, cowok itu menepuk pipi Lora,
menimbulkan suara cepuk-cepuk.

"Bulet, kaya bakpau." Ucap Gyumin.

"Kek sapi obesitas." Celetuk Altair.

Dadanya naik turun, tinggal menghitung sampai angka tiga. Bocah
itu sudah menunjukkan ekspresi
marahnya, kali ini dia pasti akan
mereog. Errrrr, Lora benar-benar
sensitif dengan pipinya. Tadi dikatai
seperti bakso raksasa, dan sekarang
katanya seperti sapi obesitas?!

"HEL? LO?!"

"Kalian bodysaring!"

"Bodyshaming bocil." Koreksi Davin.

"Iya typo!"

"Gak dirumah, gak disini, semuanya buli pipi manis aku! Emang pipi
aku salah apa hah sama kalian?! Pipi
aku itu enggak bulet!!" Cecar Lora.

"Kalian gak berperi kepipian!"

Pffttt, memangnya ada berperi kepipian? Setau mereka adanya berperi kemanusiaan. Lora menatap sengit mereka dengan mata yang mulai berkaca-kaca, namun Altair dan Ragas malah semakin gencar menggodanya.

"Jangan gitu lah pren, udah
mau nangis tuh." Ujar Altair.

"Hayoloh-hayolohhh."

"Cieee matanya udah merah, kalau mau nangis nangis aja dek." Canda Ragas.

"?!"

"Cup cup cup, jangan nangis dong."

Setelah Altair berkata demikian,
bocah itu benar-benar menangis
dengan volume yang keras seperti
orang kerasukan barongsai. Dia
menangis sambil menendang dan
meninju udara. Semua itu tak luput
dari perhatian warga sekolah yang
sedang berada di kantin, terlihat lucu.

100 Days for Delora [Slowupdate]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang