"Algifari, kamu harus sabar menunggu Alana mau menerima kamu, Ya?"
Algifari tersenyum. Ia beranjak dari tempat duduknya dan memeluk ummah dari belakang.
Ummah yang sedang mencuci piring pun segera berbalik ketika putranya tiba-tibak memberi pelukan . Ia melepas sarung tangannya kemudian mengelus wajah putranya pelan. Dengan penuh kasih sayang, Algifari mencium kening ummah perlahan.
"Iya ummah, Al pasti sabar. Seperti kata ummah, ketika kita sudah menentukan pilihan pada satu nama, artinya kita harus ikhlas dan sabar menerima semua kekurangannya termasuk menerima dia yang belum bisa menerima kita."
Ummah tersenyum puas mendengar jawaban putranya. Ia merasa tidak gagal mendidik seorang anak ketika melihat Algifari putranya.
"Sayang, perempuan itu hatinya mudah rapuh. Ketika dia rapuh, dia akan susah untuk kembali utuh. Ketika kamu memilihnya dan dengan ikhlas ingin memberinya kesempatan untuk kembali utuh, kamu harus sabar menunggu dia mau memberi kesempatan itu."
"Benar kata ummahmu, Nak!"
"Abi udah pulang?" tanya ummah. Ia segera melepas celemek dan bergegas membuatkan teh hangat untuk suaminya yang baru selesai mengisi kajian. Pekerjaan Abi memang sebagai pengisi kajian di berbagai acara-acara biasa sampai acara televisi.
Hari itu Abi baru pulang mengisi kajian bersama Ustad Hanan Attaki dan hatinya merasa tenang ketika mendengar percakapan istrinya dengan putranya.
"Terima kasih humaira," ucapnya. Ia segera mencium kening istrinya ketika Ratih mencium tangannya.
Algifari yang menyaksikan keharmonisan orang tuanya tersenyum. Ia segera duduk dan mengajak abi berbicara.
"Bagaimana kajiannya abi?" tanya Algifari.
Laki-laki itu dengan cekatan membuka kaleng kue di meja untuk abinya makan. Sedangkan ummah segera menyelesaikan pekerjaannya mencuci piring untuk segera memasak karena hari sudah mau memasuki isya dan biasanya keluarganya makan setelah shalat isya.
"Seperti biasanya, abi selalu bersyukur sama Allah karena diberi kesempatan buat ikut kajian dengan orang-orang hebat."
"Oh iya, ada undangan untuk kamu."
Algifari langsung memicingkan matanya setelah mendengar perkataan abi.
"Undangan apa, Bi?"
"Undangan kajian. Minggu depan abi diminta team Ustad Hanan Attaki untuk mengundang kamu jadi pengisi kajiannya di kawasan Istiqlal."
Algifari tersenyum. Ia mengangguk menatap wajah abi. Dengan raut bahagia abi tak berhentinya bersyukur menatap putranya.
"Alhamdulillah, terima kasih Ya Allah sudah menitipkan seorang putra yang soleh pada keluarga ini."
"In Syaa Allah nak, itu akan jadi ladang amalmu nanti." Ummah yang sedari tadi tersenyum mendengarkan percakapan kedua laki-laki yang dicintainya segera bergabung di meja untuk mengobrol.
Memiliki anak seperti Algifari adalah anugrah besar yang selalu keduanya syukuri setiap hari dan rasa syukurnya bertambah ketika tahu putranya akan menikahi Alana, perempuan pilihan Algifari.
"Gimana soal Alana?" pertanyaan abi kali ini membuat Algifari menunduk malu.
"In Syaa Allah Algifari akan sabar menunggu Alana dan ikhlas menerima semua keputusan Alana," ucapnya yang langsung menerima tepukan pundak dari abi.
KAMU SEDANG MEMBACA
After him | Dear Alana.
Teen FictionSetelah di suguhi deretan kehilangan, Alana diberikan dua pilihan. Tetap bertahan dengan masa lalunya atau mengikhlaskan segalanya kembali pada tempat masing-masing. Ia tidak bisa melawan takdir untuk bersikeras mencintai dia yang lebih di cintai Tu...