"Permisi paket!!"
"Iyaaa paket apa?" Itu suara mama Alana. Ia tertohok ketika mendapati sesorang berdiri di depan pintu rumahnya.
"Eh Alan??? Mama Sha kira beneran tukang paket, Kebiasaan deh kamu selalu aja usil!"
"Hehe, maaf ya mama cantik."
Alan terkikik geli saat melihat mama yang kalang kabut keluar dengan celemek andalan di dadanya.
"Ini oleh-oleh dari Malang." Usai menyerahkan paper bag berisi makanan yang ia bawa dari Malang, kedua mata Alan bergerilya ke setiap sudut mencari Alana.
"Alana ya?" tanya mama yang langsung peka.
Alan mengangguk cepat. Laki-laki berusia 18 tahun itu tersenyum memamerkan kedua lesung pipinya hingga kedua matanya membentuk bulan sabit.
Mama Sharon pun tertawa kecil melihat anak itu mengulumkan bibirnya.
"Alana lagi di halaman belakang. Dia baru pulang latihan balet sekarang dia lagi main selo di belakang. Mau Mama Sha panggil atau kamu yang nyamperin sendiri nih?"
Mendengar ucapan mama, kedua matanya kembali membulat.
Ia menolak dengan spontan.
"Jangan mah jangan! Biarin aja Alananya," pangkasnya. Ia menghampiri mama dan memeluk perempuan yang ia panggil mama itu lalu berkata, "Alan lagi kangen mama, Alan mau bareng mama dulu." Ia menenggelamkan kepalanya dipelukan mama. Meskipun hanya dua hari Alan tidak menemui Mama Alana, rasanya Alan seperti tidak melihat mama bertahun-tahun.
Mama yang merasa seperti memiliki dua putra dikeluarganya segera melepaskan pelukan Alan. Laki-laki itu setengah cemberut sampai akhirnya mama mengecup keningnya dan Alan kembali memeluk mama dengan semangat.
"Mama hari ini masak apa?" tanyanya. Ia mulai mengekor mama dari belakang dan membuntutinya hingga ke dapur.
"Sayur asem kesukaan kamu sama Alana."
"Serius?? Serius???"
"Demi apahh??"
"Celiusss mama cantik?? omaygat."
Mama mengangguk sambil tertawa, membuat anak itu semakin kegirangan.
"Coba Alan liat apa yang bisa Alan bantu buat Mama Sha tercantik di dunia?" tanyanya. Seluruh badannya tidak berhenti bergerak, kesana-kemari memegang semua benda yang terlihat kedua matanya.
"Alan cuci piring aja ya mama cantik?"
Mama reflek menoleh.
"Eh Alan sayang, taruh nak taruh!" teriak mama heboh ketika melihat anak itu memegang piring cucian.
Melihat mama tiba-tiba merebut piring di tangannya dan memaksanya duduk di meja makan, Alan hanya tertawa sebagai respon utamanya.
"Yaudah, Alan bantuin potong sayuran aja ya kalau mama ngelarang Alan cuci piring," ujarnya. Kali ini ia tidak akan kalah dari mama.
KAMU SEDANG MEMBACA
After him | Dear Alana.
Genç KurguSetelah di suguhi deretan kehilangan, Alana diberikan dua pilihan. Tetap bertahan dengan masa lalunya atau mengikhlaskan segalanya kembali pada tempat masing-masing. Ia tidak bisa melawan takdir untuk bersikeras mencintai dia yang lebih di cintai Tu...