Insiden 21 Oktober 2021

26 2 0
                                    


***


Alana menadahkan kedua tangannya. Perlahan ia merasakan satu persatu tetesan air hujan jatuh ke telapak tangannya. Sudah satu tahun lamanya Alana tidak bisa melihat hujan turun, tidak bisa melihat warna pelangi yang utuh selepas hujan turun dan yang paling terpenting adalah Alana tidak bisa melihat lagi cara Alan tersenyum ketika berusaha membujuknya pulang setiap kabur selepas bertengkar dengan Ayah.

"Kak Alan?" ucapnya samar-samar. 

Alana  memang tidak bisa melihat Alan, namun bukan berarti ia tidak bisa membedakan suara langkah kaki Alan dan bau parfum yang sering Alan gunakan. Bahkan, Alana bisa menemukan Alan dari keramaian hanya dengan mendengar suara langkah kakinya. Seolah memang Alana hanya memusatkan dirinya pada Alan.

"Ayo pulang! Kamu ngapain Al di sini hujan-hujan? Kamu mau sakit lagi? Kamu mau buat aku gak tenang karena mikirin kamu terus-terusan kaya gini?"

"Al, gimana aku bisa pulang ke Makasar kalau kamu terus kaya gini?"

"Pulang yaa, aku cuma pulang bentar kok Al. Kamu juga pulang ya, jangan bikin aku takut buat ninggalin kamu sendirian gini."

"Aku anterin ya?" ucapnya. Alan benar-benar merasa risau, sayangnya ajakan Alan mendapat penolakan spontan dari gadis yang sibuk menatap kosong jalanan. Sejam yang lalu Alana memang pergi dari rumah, hanya secara tiba-tiba dirinya terjebak hujan.  

Alan yang tadinya sudah siap pergi ke bendara segera berlari menuju ruma Alana, hanya karena perempuan itu tidak kunjung menemuinya. Padahal Alan sudah mengirimi puluhan pesan pada Mama Sharon, namun Alana tetap tidak datang. Ketika Alan tahu Alana kabur dari rumah, laki-laki yang sedang berada di dalam taxi itu segera berlari menerobos hujan dan mencari Alana.

"Aku satu jam lagi terbang ke Makasar karena minggu depan udah masuk kampus lagi, Al."

"Janji deh abis selesai ujian aku langsung balik ke Jakarta buat nemuin kamu."

"Engga,, engga,, langsung ke rumahmu abis sampe di bendara gak pulang ke rumahku. Pokoknya kamu yang aku temui pertama kali."

"Gak mau jawab," ucapnya. 

Sebenarnya Alana bukan melarang Alan pergi atau Alana tidak ingin ditinggal Alan, hanya saja Alana merasa ada sesuatu yang membuat dirinya berat untuk melepaskan Alan pergi. 

Padahal ini bukan pertama kalinya bagi Alana ditinggal Alan ke Makasar untuk kuliah, dan Alan pun selalu menepati janjinya untuk kembali setiap kali libur kuliah. Meskipun ia hanya mendapat libur dua hari, tetap saja Alan akan memilih untuk terbang ke Jakarta untuk menemui  Alana . Baginya, Alana adalah prioritas utamanya dan Alan sama sekali tidak memilliki tujuan lain selain Alana. 

"Lo suka Alana?" Diksa menatap mata Alan serius. Pertemanannya dengan Alan sudah terjalin sejak masa SMA. Seharusnya sudah cukup untuk mengenal Alan dari segala sisi. Namun, laki-laki yang sedari tadi hanya duduk melamun sambil mengaduk-aduk es jeruk di depannya hanya menjawab pertanyaan Diksa dengan helaan napas.

"Lo suka Alana kan?" Laki-laki berambut coklat di depannya mengulang kembali pertanyaannya.

Jawabannya sederhana, "engga." Namun berhasil membuat Diksa gemas.

"Denial banget lo."

"Orang gila mana yang gak ngira lo suka sama Alana? Perlakuan lo sama Alana semasa SMA aja bikin satu SMA geleng-geleng. Mana ada temen-temen lo bahkan anak-anak satu SMA yang gak ngira lo suka sama Alana, Lan??"

After him | Dear Alana.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang