16. Rescue

143 11 0
                                    

BUGH!!

Suara keras dari benturan antara genggam tangan dengan sesuatu yang membuat udara disekitarnya bergetar dan menghasilkan suara kuat. Tapi aneh, tak ada sedikitpun rasa sakit yang menjalar pada tubuhnya. Tidak, bahkan sentuhan pun tak dapat ia rasakan pada kulitnya.

Perlahan matanya mengerjap dan seketika membelalak. Sosok dihadapannya seolah memiliki sayap pelindung yang selalu siap menghadangnya. Ya, itu kakaknya. Yang selalu ada menjadi pahlawannya.

Bahkan saat ini pun, ia rela tangannya terbentur oleh pukulan kuat demi dirinya. Mata tajamnya melihat sosok yang telah menyakiti adik kesayangannya. Deru nafasnya menunjukkan bahwa kemarahanmya berada di puncak hingga genggaman tangannya berhasil membuat sosok yang menyakiti adiknya tersungkur di lantai sambil memegangi perutnya.

Tsuki segera berbalik arah setelah membuat orang laknat itu tersungkur di lantai. Siapa juga yang peduli, yang kini sangat ia pikirkan adalah adiknya. Hanya adiknya seorang.

Tapi bagaimanapun juga, tak mungkin orang itu dengan mudah dikalahkan. Terkadang kecepatannya membuat lawan bertarungnya tak sadar bahwa ia sudah bersiap untuk menyerang. Ya, orang itu mengambil tongkat besi dengan cepat dan melayangkannya. Bukan pada Tsuki, ia tau saat ini yang bisa diincar adalah Akio.

TAK!

Tapi lagi-lagi tak berhasil. Tsuki dengan sigap mengorbankan tangan yang sama untuk mencegah adiknya disakiti. Ia tak peduli, jika ternyata berdarah, bisa diobati dan memar? Adiknya lebih banyak kan.

Kemarahan itupun semakin membara. Dengan kuat, Tsuki menarik tongkat besi yang tadi dipukulkam padanya dan membuangnya ke sembarang arah. Dan pukulan penuh amarah dan perlindungan itu sekali lagi tepat mengenai perut tengahnya.

Setetes cairan kristal bening itu turun membasahi pipi Akio yang kini tak bisa berbuat apa-apa. Ingin rasanya ia melepas ikatan itu dan membela kakaknya. Tapi sayang, bergerak sedikit saja sudah membuat Akio merasa dirinya remuk. Apalagi untuk membebaskan dirinya sendiri.

"Lo berurusan sama orang yang salah. Siapapun yang berani nyakitin ataupun nyentuh adek gue, lihat aja konsekuensinya."

Sekali lagi tangan penuh amarah itu terangkat, bersiap untuk memberikan pelajaran pada orang yang telah menyakiti kesayangannya.

Tapi belum sempat pukulan itu dilayangkan, Laksa lebih dulu melingkarkan tangannya pada bahu Tsuki untuk mencegah pergerakan selanjutnya.

"Ki, Ki. Please tenang dulu... Kalo lo lanjutin mukul dia, ujung-ujungnya urusannya bakalan sama polisi, Ki."

Tsuki akhirnya berhenti, ia menghempaskan genggamannya dengan kasar lalu dengan cepat berbalik kearah adik kecilnya.

Matanya memanas, melihat adiknya sudah dibuat babak belur oleh orang itu. Tatapan Tsuki yang semulanya tajam telah digantikan dengan khawatiran. Netranya yang terlihat berapi-api kini mulai berkaca-kaca.

Dengan cepat ia membuka ikatan yang mengekang tangan dan kaki Akio. Melihat bercak keunguan itu membuat hati Tsuki berdesir nyeri.

Sial, tidak puas kah alam semesta menyiksa adiknya. Ia sudah harus tumbuh tanpa figur orangtua, lahir dengan keistimewaan yang membuatnya bisa pergi kapan saja. Tapi alam semesta masih saja memberikan Akio cobaan lain seperti ini. Sungguh, Tsuki tidak tega.

"Sa, tolong panggilkan ambulan."

Laksa mengangguk, ia segera mengambil benda pipih yang tersimpan di dalam kantongnya untuk menelfon nomor darurat itu.

Sementara Tsuki membuka satu persatu kancing seragam Akio yang sudah kusut dan tak karuan. Mata Tsuki semakin memanas begitu banyak memar pada tubuh adiknya.

[✓] My Brother My HeroTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang