(🎧 now playing: Backburner by NIKI)———————————————————————
I'll always be in your corner. 'Cause i don't feel alive 'til i'm burnin' on your backburner
Empat bulan bersama, tapi menderitanya empat tahun.
Bukankah itu tidak adil?
Kepergian perempuan itu merusak segala hal dalam dirinya. Ia di rundung badai kecemasan yang bahkan belum sepenuhnya hilang hingga sekarang. Tak ada lagi rasa menggebu-gebu dalam dirinya pada semua hal di hidupnya. Nathan hilang arah selama bertahun-tahun.
Nathan bukan tidak berusaha, ia sudah coba berkali-kali. Ia bahkan melakukan hal-hal bodoh seperti kencan buta yang diatur teman-temannya. Bertemu dengan teman-teman lamanya. Party sana sini bahkan lintas benua dan samudera. Ia mengusahakan segala hal, sayangnya ia tidak bisa membodohi dirinya yang masih terikat pada sosok perempuan di masa lalu.
Tak ada satu pun perempuan yang mampu menjatuhkan hatinya seperti sebelumnya. Tak ada satu pun yang bisa membuat Nathan uring-uringan setiap tak mendapat kabar. Tak ada satu pun yang membuat Nathan merasa ketergantungan dengan kehadiran mereka. Tak ada satu pun yang membuat Nathan merasa pulang setiap melihat mereka.
"Kamu yakin?"
Nathan menoleh. Melihat pada Joy yang sedang tersenyum miring padanya. Senyuman yang menyiratkan banyak sekali keraguan pada dirinya.
"Aku dan Anne hanya berteman, Joy. Bukan begitu, Anne?"
Anne menghampiri mereka. Meski jawaban Nathan masih terdengar di telinganya, ia berusaha terlihat acuh. Berlakon seperti dirinya tak mendengar sesuatu yang menyakiti hatinya.
Joy menghela napas saat Anne menyerahkan anaknya yang sedari tadi ada di gendongan gadis itu. Joy tahu betul kenapa Anne tiba-tiba saja murung. Adiknya itu memang terlalu bodoh sampai tak menyadari bahwa Anne sedang sakit hati karena ucapannya.
"Aku pulang ya, Lily," Anne berucap sambil mencubit pipi putri kecil Joy. "Aku pulang Joy." kata Anne sambil menyentuh pundak Joy.
Nathan yang menyadari Anne mengacuhkan dirinya beranjak dengan tergesa-gesa. Ia hendak menahan Anne dan menanyakan kenapa tetangganya itu buru-buru pulang padahal kehadiran baru terhitung menit. Tidak biasanya.
"Kenapa pulang?" Nathan berjalan di belakang Anne dengan santai.
"Lalu aku harus tinggal serumah denganmu?" Anne menjawab dengan ketus.
"Kamu mau?"
Anne berhenti. Langkahnya tiba-tiba saja berat. Membuat tubuh ringkihnya ditubruk tubuh besar Nathan dari belakang. Ia hampir limbung jika Nathan tak menahan perutnya. Sayangnya kesadarannya tak begitu penuh saat ini. Jadi, ia tak merasakan apapun saat Nathan memeluknya dari belakang.
Anne menyingkirkan tangan Nathan dari perutnya. Ia lalu berbalik melihat pada tubuh tinggi di belakangnya. Sebagai gadis Dutch asli, Anne punya tinggi di bawah rata-rata ukuran gadis Dutch pada umumnya. Rerata tinggi badan wanita Dutch adalah yang tertinggi di dunia, sekitar 66,9 inch atau 170 cm. Sedang tinggi Anne hanya 166 cm dan itu membuatnya punya selisih sekitar 16 cm dengan Nathan.
"Jaga mulutmu!" Anne menggertakkan giginya. Kesal dengan kelakuan Nathan yang membuatnya pening.
Setelah menganggap dirinya hanya teman, apa dia pantas mengajaknya tinggal serumah? Ya walaupun itu hanya sebuah lelucon, perasaannya saat ini sedang tak bisa diajak bercanda. Anne bisa menganggapnya serius dan berekspektasi lebih soal itu.
"Kenapa sih? Aku melakukan sesuatu yang salah? Kenapa kesal begitu?" tanya Nathan menahan tangan Anne.
Anne menghela napas kesal. Ia menghentakkan tangannya membuat ia terlepas dari genggaman tangan Nathan. Anne segera melanjutkan langkahnya. Meninggalkan Nathan di sana sendiri tanpa memberi jawaban atas pertanyaan yang diajukan padanya.
Kenapa Nathan seacuh itu? Kenapa Nathan setidak peduli itu dengan perasannya? Apa dia terlihat seperti gadis murahan yang bisa seenaknya dipermainkan? Apa ia pantas mendapat semua perlakukan buruk itu?
Anne setulus itu pada Nathan. Anne tak pernah sekalipun menolak Nathan saat laki-laki itu kehilangan rumah ternyamannya berkali-kali. Bukan hanya sekali, hampir setiap hubungan Nathan berakhir, dia adalah tempat pertama yang jadi tujuan Nathan. Sekali lagi, apa itu pantas ia dapatkan dengan perasaan itu?
Bertahun-tahun Anne menahan segalanya. Mungkin sikapnya selama ini membuat dirinya terlihat tak terganggu dengan segala kelakuan Nathan. Tapi jauh di lubuk hatinya, ia juga merasakan patah hati. Ia hanya tak menunjukkan itu, bukan berarti ia tak sakit.
"Anne, tunggu!" Nathan mengejar Anne yang sudah keluar dari rumahnya.
Rumah mereka bersebrangan. Terpisah jalan yang jadi akses utama pemukiman mereka. Selama hidup di dunia, Anne selalu menjadi bagian dari Nathan. Mereka bertemu sejak mereka masih sama-sama bayi hingga sekarang.
Hubungan love-hate puluhan tahun itu membuat mereka berdua terjebak pada situasi yang sulit dijelaskan. Entah Nathan juga atau hanya Anne, tapi Anne merasa dirinya telalu remeh jika dianggap hanya teman oleh Nathan. Namun jika ia ingin disebut lebih dari sekedar teman, mereka tak punya hubungan seistimewa itu.
Anne bingung.
"Cukup, Nathan! Aku sudah lelah jadi pelampiasanmu!"
Nathan terkejut. Ia langsung melepaskan tangan Anne yang baru saja berhasil ia raih. Anne marah. Ini pertama kalinya Nathan lihat Anne marah seserius ini padanya.
"Anne?" panggil Nathan lirih.
Anne berjongkok di depan Nathan. Wajahnya ia tenggelamkan pada lengan yang ia lipat di atas lutunya. Saat itu Nathan sadar jika tubuh Anne bergetar di sana. Anne menangis.
Anne sudah tidak bisa lagi menahannya. Ini sedikit berlebihan mungkin, tapi Anne benar-benar sudah tak sanggup bertahan pada ketidakjelasan hubungan ini. Nathan seperti memanfaatkan ketidakberdayaan dirinya untuk mengambil langkah meninggalkan laki-laki itu. Anne merasa Nathan hanya datang saat membutuhkannya, bukan karena Nathan mau.
Empat tahun setelah Nathan berakhir dengan mantan kekasihnya yang terakhir, empat tahun pula ia dijadikan tameng atas kesakitan Nathan. Ia hanya jadi badut penghibur dikala Nathan terpuruk, bukan jadi sesorang yang dianggap selalu ada. Dan mungkin selamanya akan seperti itu.
Sayangnya Anne tetap di sana. Ia memilih diam dan menangis di hadapan Nathan dari pada berlari pergi meninggalkan. Ia memilih memeluk lukanya sendiri asal bersama Nathan dibanding mencari bahagia dan menemukan orang lain.
Apa Anne akan jadi satu-satunya yang 'ingin' dalam dalam hubungan ini? Apa Anne akan jadi satu-satunya yang menetap jika Nathan kembali menemukan tambatan hatinya seperti yang dulu-dulu? Apa Anne akan tetap menerima jika Nathan kembali mencarinya saat hubungannya gagal lagi?
Apa Anne hanya akan selalu jadi backburner seperti ini?
Meski dengan seribu pertanyaan atau sejuta keraguan, Anne masih sanggup bertahan. Untuk kali ini, Anne masih berusaha dengan harapan Nathan akan memilihnya suatu hari nanti dan menyadari bahwa ada dia yang dekat di dunia seluas ini.
maybe you'll finally choose me after you've had more time.
Tapi sampai kapan Anne akan sanggup?
———————————————————————
a new story unlocked!🔓🎉
Let's start!
25 Agustus 2024
KAMU SEDANG MEMBACA
BACKBURNER
Fanfiction"Hey, are you still there, Anne?" "I'll always be in your corner, Nathan." (🎧: Backburner by NIKI) Ib: Nathan TjoeAOn