3. How could you not know, baby?

176 23 6
                                    

🎧: You belong with me by Taylor Swift

—————————————————————————

Can't you see that i'm the one who understands you?



Nathan mengerjap saat menyadari tangannya kebas dan terasa sangat berat. Ia mengucek matanya saat suara guntur barusan membangunkannya. Baru setelah nyawanya terkumpul dengan benar, ia menyadari jika ia sudah tertidur cukup lama di rumah Anne.

Setelah berkendara tak tentu arah dan pulang hampir mendekati subuh, mereka memutuskan kembali saat hujan tiba-tiba saja datang. Berakhir dengan beberapa botol beer yang habis bersamaan dengan plastik pembungkus makanan ringannya yang sudah berserak di lantai. Sedang sekarang, ia sedang berhimpit dengan tubuh Anne di sebuah sofa yang tak cukup lebar.

Nathan menyadari jika tangannya menjadi tumpuan kepala gadis itu sepanjang malam. Pantas saja jika sekarang tangannya terasa begitu berat dan nyeri. Anne ikut menggeliat di sana, membuat ia dengan sigap meraih pinggang Anne agar tak jatuh ke lantai.

Pemandangan aneh yang sebenarnya sudah biasa terjadi dengan dirinya dan Anne selama tiga tahun terakhir. Tertidur saling memeluk bukan lagi hal asing bagi kedua. Bahkan mereka berbagi selimut yang sama untuk beberapa kali.

Apa itu menjadi tanda bahwa hubungan mereka lebih dari sekedar teman? Tentu tidak.

Anne akhirnya bangun. Wajahnya langsung di hadapkan dengan wajah Nathan yang mulai dihiasi jerawat. Ada senyuman ramah dari wajah itu saat Anne terus melihat Nathan sambil mengumpulkan kesadarannya. Membuat Anne langsung terjaga hanya dalam beberapa detik.

Nathan menyingkirkan anak rambut dari wajah Anne. Membawa rambut blonde itu ke belakang telinga Anne. Dengan sebuah usapan penuh sayang, Nathan membuat Anne kembali meringkuk ke dalam dekapannya.

"Aku lapar, Anne."

Anne mendengus. Padahal ia masih ingin berlama-lama menikmati wangi Nathan yang selalu menjadi candu untuknya. Sayangnya, perut Nathan tak bisa bohong. Suara yang baru saja terdengar di telinganya menjadi bukti bahwa laki-laki itu memang kelaparan.

Anne akhirnya bangkit. Ia melirik jam yang ada di nakas samping televisinya. Baru jam sepuluh pagi dan Nathan sudah ribut meminta makan. Harusnya Anne masih bisa tidur lebih panjang karena hari ini ia libur bekerja. Bekerja sebagai perawat di rumah sakit membuat Anne punya tidur yang terbilang sangat kurang.

"Pulanglah, Nath. Minta makan pada Ibu." kata Anne masih duduk di samping tubuh Nathan.

"Ibu jelas sudah pergi, kamu saja." Nathan memaksa.

Anne berdecak malas. Namun tak butuh waktu lama ia bangkit dan berjalan ke arah dapur. Sejujurnya ia juga kelaparan karena tak sempat makan sejak sepulang kerja. Semua gara-gara laki-laki itu mabuk dan bercerita lagi soal gadisnya semalaman.

Anne mengambil empar lembar roti dan membawanya pada mesin toast. Setelah meninggalkan roti itu di sana, ia beralih mengambil bebera iris bacon dan empat telur mentah dari mesin pendingin. Dua telur untuknya dan dua untuk Nathan.

Nathan menyusul Anne saat gadis itu masih menggoreng telur dari sisa minyak yang dihasilkan dari bacon yang ia tumis begitu saja di atas pan. Sudah ada dua yang matang tertata di atas piring dengan dua toast dan bacon. Itu milik Nathan.

"Rambutmu sangat terlihat menggangu." Nathan meraih rambut panjang Anne dan mengikatnya dengan karet yang ia temukan di atas sofa tadi. Tanpa diminta, Nathan memang sering punya inisiatif seperti itu. Membuat Anne sering berharap bahwa Nathan akan selamanya memperlakukan dirinya semanis ini.

BACKBURNER Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang